Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

8 Fakta Kasus Guru Pesantren Perkosa 12 Santriwati, dari 9 Bayi Dilahirkan hingga Korban Disuruh Jadi Kuli Bangunan

Kompas.com - 10/12/2021, 11:06 WIB
David Oliver Purba

Editor

KOMPAS.com - Kasus pemerkosaan 12 santriwati oleh HW, seorang guru pesantren yang berada di Bandung, Jawa Barat, menggemparkan masyarakat pekan ini.

HW tega memerkosa dan menghancurkan masa depan belasan santriwati di bawah umur tersebut.

Baca juga: Kemenag Cabut Izin Operasional Pesantren yang Dipimpin Guru Pemerkosa 12 Santriwati

Kasus itu kini telah disidangkan di Pengadilan Negeri Bandung awal November 2021.

Berikut ini delapan fakta yang dirangkum Kompas.com dari kejadian tersebut:

1. Terungkap saat korban pulang kampung

Kasus pemerkosaan tersebut terungkap setelah salah satu korban pulang ke rumah saat akan merayakan Hari Raya Idul Fitri.

Baca juga: Hukuman 20 Tahun Penjara Menanti Guru Pesantren Pemerkosa 12 Santriwati

 

Orangtua korban rupanya melihat ada sesuatu yang berubah pada anaknya hingga diketahui anaknya hamil.

 

Dari sana, korban dan keluarga ditemani oleh kepala desa setempat melapor ke Polda Jabar.

Polisi melakukan penelusuran hingga mengungkap bahwa ada 12 santriwati yang diperkosa oleh HW, seorang guru pesantren di Bandung.

2. Lahirkan lebih dari 5 bayi

Dari kejadian itu, sejumlah korban ternyata hamil dan telah melahirkan. Namun, ada perbedaan pernyataan antara Kejati Jawa Barat dan P2TP2A.

Baca juga: Ada 9 Bayi yang Dilahirkan Santriwati Korban Pemerkosaan Guru Pesantren di Bandung

Pelaksana Tugas (Plt) Asisten Pidana Umum (Aspidum) Kejati Jawa Barat Riyono mengatakan, bayi yang sudah dilahirkan berjumlah sembilan orang dari empat santriwati.

Namun, Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Garut menyebutkan, dari 12 korban perkosaan, telah lahir delapan bayi dari tujuh korban.

Salah satu korban bahkan punya dua anak dari perbuatan asusila HW.

3. Eksploitasi ekonomi dan dijadikan kuli bangunan 

Berdasarkan fakta di persidangan, terungkap bahwa anak-anak yang dilahirkan oleh para korban pemerkosaan guru pesantren di Bandung diakui sebagai anak yatim piatu.

Baca juga: Tak Hanya Diperkosa Guru Pesantren, Santriwati Juga Jadi Tukang Bangunan, Anak-anaknya Diakui Yatim Piatu

 

Anak-anak itu dijadikan alat oleh pelaku untuk meminta dana kepda sejumlah pihak.

"Program Indonesia Pintar (PIP) untuk para korban juga diambil pelaku. Salah satu saksi memberikan keterangan bahwa ponpes mendapatkan dana BOS yang penggunaannya tidak jelas, serta para korban dipaksa dan dipekerjakan sebagai kuli bangunan saat membangun gedung pesantren di daerah Cibiru," ucap Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) RI Livia Istania DF Iskandar, dalam keterangan tertulisnya, Kamis (9/12/2021).

4. Keanehan pondok pesantren

Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TPA) Garut membeberkan sejumlah keanehan terkait pesantren di Cibiru, Bandung, yang dikelola oleh HW.

Baca juga: Keanehan Pesantren yang 12 Santriwatinya Diperkosa Guru: Ada Iming-iming Biaya Gratis, Ada SD-SMP tapi yang Lulus Tak Berijazah

Menurut penelusuran P2TP2A Garut, para santri yang menjadi korban perkosaan HW ternyata diiming-imingi biaya pesantren hingga sekolah gratis. Kebanyakan korban berasal dari Garut, Jawa Barat.

Rata-rata para korban masuk ke pesantren tersebut mulai dari tahun 2016, atau sejak masih duduk di bangku SMP.

Keanehan lainnya adalah, meski disebut sebagai pesantren, tapi pengajar yang mengajar di pesantren tersebut hanya pelaku HW saja.

Jika pun ada guru lain yang datang, tidak tentu waktunya dan hanya bersifat guru panggilan, tidak seperti halnya sekolah atau pesantren pada umumnya.

"Sisanya (waktu) mereka masak sendiri, gantian memasak, tidak ada orang lain lagi yang masuk pesantren itu," kata Ketua P2TP2A Garut, Diah Kurniasari Gunawan kepada wartawan, Kamis (9/12/2021) malam.

Diah juga bingung pada pesantren tersebut, karena ada korban yang disebut telah lulus SMP dari pesantren, tapi ijazahnya tidak ada.

Hal ini membuat P2TP2A sempat kesulitan memfasilitasi para korban melanjutkan ke jenjang SMA.

"Ijazahnya ini benar apa enggak, ternyata ada yang sekolah di sana dari SD, ijazah SD enggak ada, ijazah SMP enggak ada, jadi itu harus ikut persamaan," katanya.

5. Sosok HW si pemerkosa

Wakil Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum menceritakan sosok HW (36), terdakwa pemerkosa belasan santriwati di Bandung.

Baca juga: Wagub Jabar Ungkap Sosok Guru yang Memerkosa Santriwati di Bandung

Menurut Uu, HW punya citra buruk di kalangan pengajar pesantren.

Hal itu dia dapat dari hasil penelusuran kepada sejumlah pihak.

"Ternyata memang saya bertanya kepada orang-orang yang kenal. Dia (HW) memang pernah pesantren, tapi enggak benar, terus dia berperilakunya tidak sama dengan komunitas pesantren yang lainnya," kata Uu dalam keterangan pers, Kamis (8/12/2021).

Sementara itu, Ketua Forum Pondok Pesantren Kota Bandung Aceng Dudung mengatakan, pelaku HW kerap mengaku sebagai pimpinan atau pengurus dari Forum Pondok Pesantren Bandung dan Jawa Barat.

Berdasarkan keterangan yang ia terima, menurut Aceng, yayasan yang dikelola pelaku memiliki sekitar 30 santri.

"Menurut pengetahuan saya, dia itu sebagai pokja, tapi suka mengaku pimpinan (pondok pesantren). Yang jelas, oknum tersebut sebagai penunggu sekaligus pengelola rumah tahfidz di daerah Antapani. Mengurus santri lebih kurang 30," kata Aceng saat dihubungi, Kamis.

HW sering mengaku sebagai pimpinan forum untuk memudahkan berkomunikasi dengan pihak-pihak yang berkepentingan.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Catat, 8 Titik Putaran Balik di Karawang yang Tetap Buka Saat Mudik 2024

Catat, 8 Titik Putaran Balik di Karawang yang Tetap Buka Saat Mudik 2024

Bandung
Deretan Toko dan Bank di Jalan Tasikmalaya-Garut Kebakaran, Bermula Api dari Kios Bakso

Deretan Toko dan Bank di Jalan Tasikmalaya-Garut Kebakaran, Bermula Api dari Kios Bakso

Bandung
Banding Panji Gumilang terhadap Ridwan Kamil Ditolak Pengadilan Tinggi Bandung

Banding Panji Gumilang terhadap Ridwan Kamil Ditolak Pengadilan Tinggi Bandung

Bandung
Mudik 2024, 1.500 Personel Gabungan dan 26 Pos Disiapkan di Bandung

Mudik 2024, 1.500 Personel Gabungan dan 26 Pos Disiapkan di Bandung

Bandung
6 'Debt Collector' yang Ancam Korbannya di Nagreg Bandung Diamankan

6 "Debt Collector" yang Ancam Korbannya di Nagreg Bandung Diamankan

Bandung
Balap Lari Liar di Tasikmalaya Dibubarkan Polisi, Ajang Perjudian dan Ganggu Arus Kendaraan

Balap Lari Liar di Tasikmalaya Dibubarkan Polisi, Ajang Perjudian dan Ganggu Arus Kendaraan

Bandung
Prakiraan Cuaca Bandung Hari Ini Kamis 28 Maret 2024, dan Besok : Siang ini Hujan Petir

Prakiraan Cuaca Bandung Hari Ini Kamis 28 Maret 2024, dan Besok : Siang ini Hujan Petir

Bandung
Pembunuh Ibu dan Anak di Subang Disidang Hari Ini

Pembunuh Ibu dan Anak di Subang Disidang Hari Ini

Bandung
Prakiraan Cuaca Bogor Hari Ini Kamis 28 Maret 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Bogor Hari Ini Kamis 28 Maret 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Hujan Ringan

Bandung
Daftar Puluhan Senjata Api yang Ditemukan di Sebuah Rumah di Bandung

Daftar Puluhan Senjata Api yang Ditemukan di Sebuah Rumah di Bandung

Bandung
Bey Pastikan Perbaikan 320 Jalan Berlubang di Jabar Selesai H-10 Lebaran

Bey Pastikan Perbaikan 320 Jalan Berlubang di Jabar Selesai H-10 Lebaran

Bandung
Puluhan Senjata Api dan Ribuan Peluru Ditemukan di Sebuah Rumah di Bandung

Puluhan Senjata Api dan Ribuan Peluru Ditemukan di Sebuah Rumah di Bandung

Bandung
Polisi Waspadai Pelambatan Arus Mudik di Tol Japek hingga Pajagan

Polisi Waspadai Pelambatan Arus Mudik di Tol Japek hingga Pajagan

Bandung
Arus Mudik, DBMPR Jabar Kebut Perbaikan 630 Lubang di Jalan Provinsi

Arus Mudik, DBMPR Jabar Kebut Perbaikan 630 Lubang di Jalan Provinsi

Bandung
Bupati Karawang Sidak SPBU, Imbas Kecurangan di Km 42 Tol Japek

Bupati Karawang Sidak SPBU, Imbas Kecurangan di Km 42 Tol Japek

Bandung
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com