BANDUNG, KOMPAS.com- Tidak sedikit pun lelah hinggap di wajahnya, apalagi kata menyerah sudah dipastikan tidak pernah ada dalam daftar kamus hidupnya.
Hampir separuh usianya didedikasikan pada dunia pertanian. Oase yang tak pernah ia tinggalkan sejak tidak sanggup lagi mengenyam dunia pendidikan.
Laki-laki itu disapa dengan panggilan Abah Ajo.
Baca juga: Harga Sayuran Anjlok, Petani di Magelang Bagikan Gratis ke Panti Asuhan
Meski sudah berusia lanjut, dia tidak pernah minder mengayunkan cangkulnya dari lahan satu ke lahan yang lain, sekalipun itu bukan miliknya.
"Saya sudah bertahun-tahun jadi petani, enggak pernah berhenti mencangkul. Kalau di ingat kayanya banyak yang pernah saya tanam," katanya ditemui Kompas.com, Selasa (2/8/2022).
Hidup di bawah garis kemiskinan, tidak membuat sosok berusia 64 tahun ini merasa kalah.
Kepada Kompas.com, Abah Ajo berbagi cerita perjalanannya yang malang melintang mencangkul kaki Gunung Manglayang.
Baca juga: Petani di Sukabumi Melihat Satwa Liar Mirip Harimau, Beberapa Helai Rambut Oranye-Putih Ditemukan
Pilihannya menjadi seorang petani, bukan tanpa alasan. Pendidikan yang layak, hidup serasa menak sejak dulu tak pernah ia bisa jangkau.
Berbekal dari pengalaman orangtua, tangan kecil Abah Ajo kala itu mulai belajar untuk menanam. Singkong menjadi obyek pertamanya.
"Dulu mah singkong, di lahan milik bosnya Abah (panggilan Ajo untuk Ayahnya), rata-rata pasti Singkong sih zaman itu mah," jelasnya.