KARAWANG, KOMPAS.com - Sekretaris Daerah (Sekda) Karawang Acep Jamhuri menjawab isu titip-menitip oleh pengusaha dalam revisi peraturan daerah (Perda) rencana tata ruang wilayah (RTRW) Karawang.
Acep meminta masyarakat tak berburuk sangka, misalnya soal titip menitip.
"Kalau ada titipan-nitipnya ke siapa. Pantau terus semua, saya ingin dipantau semua, ke saya atau ke siapa dinas teknis itu harus jelas, cari orangnya, termasuk juga dewan," kata Acep usai acara konsultasi publik Ranperda Revisi RTRW dan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Karawang di Hotel Brits Karawang, Kamis (1/9/2022).
Acep tak memungkiri bahwa potensi titipan dari pengusaha ada. Namun hal itu tak serta merta menjadi alasan tata ruang diubah.
Baca juga: Bappeda Karawang Usul Konektivitas hingga Tata Ruang Ciampel dan TOD Kereta Cepat Masuk RTRW
Ia menyebut, revisi RTRW bukan semata untuk kepentingan pengusaha. Akan tetapi menyesuaikan perkembangan, kebijakan, dan regulasi pemerintah pusat hingga penyesuaian terhadap proyek strategis nasional.
Menurutnya tak ada perubahan yang fundamental pada rancangan peraturan daerah tentang perubahan RTRW yang telah digagas sejak dua tahun lalu. Dalam suatu kecamatan, ada wilayah yang memang diperuntukkan bagi perkotaan, perumahan, maupun pertanian.
"Kita tidak akan mengakomodir itu kalau misalnya aspek-aspek yang didasari dan kajian ahli itu tidak memungkinkan (perubahan RTRW)," kata Acep.
Acep menyebut pihaknya akan tetap mempertahankan lahan sawah di Karawang.
Karawang disebut telah pemiliki Peraturan Daerah (Perda) tentang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) dimana sebanyak 87 ribu hektar sawah tidak boleh dialihfungsikan.
Kemudian ada aturan dari Menteri Pertanian RI tentang Lahan Sawah Dilindungi (LSD) dengan luas 95 ribu hektar.
Adapun luasan sawah di Karawang disebut mencapai 97 ribu hektar. Meskipun ada versi lain yang menyebut 100 ribu hektar.
LSD dibuat dari foto udara tiga tahun lalu. Selama tiga tahun itu, kata Acep, ada pembangunan. Misalnya proyek nasional seperti Pembangkit Listrik Tenaga Uang (PLTGU) di Cilamaya dan Pemda 2 yang statusnya masih lahan sawah, menurutnya, mengharuskan RTRW di daerah tersebut diubah.
"Kalau misalnya oh ini proyek strategis nasional, ada PLTGU, tetap ngotot gak boleh berubah, ya harus berubah lah. Mau tidak mau," kata dia.
"Penyesuaian juga tidak mudah. Kita mengusulkan proses perubahan ke Kementerian ATR dan Kementerian Pertanian," ucapnya.
Konsultasi publik yang digelar Kamis (1/9/2022) siang itu berakhir gaduh. Sejumlah aktivis melancarkan protes, termasuk masyarakat, misalnya dari Desa Karangligar, Kecamatan Telukjambe Timur yang menggelar demo di depan hotel.