KOMPAS.com - Kampung adat Cireundeu terletak di Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan, Jawa Barat.
Luas Kampung adat Cireundeu kurang lebih 42 hektare yang terdiri dari 60 hektare untuk pertanian dan empat hetare untuk pemukiman.
Masyarakat Kampung adat Cireundeu memegang teguh kepercayaan Sunda Wiwitan atau Sunda asli hingga saat ini. Kepercayaan ini mengajarkan untuk selalu melestarikan budaya dan adat istiadat.
Adat-istiadat yang lestari ini menjadi daya tarik wisata. Banyak pengunjung datang ke kampung ini dengan tujuan wisata, penelitian, maupun keperluan lainnya.
Cireunde berasal dari nama pohon reundeu, hal ini terjadi karena sebelumnya kampung ini banyak sekali pohon reundeu, atau pohon untuk obat herbal.
Masyarakat kampung adat Cireundeu memiliki prinsip Ngindung Ka Waktu, Mibapa Ka Jaman, artinya Ngindung Ka Waktu adalah sebagai warga kampung adat memiliki cara dan ciri masing-masing.
Sedangkan, Mibapa Ka Jaman artinya masyarakat Kampung Adat Cireundeu tidak melawan perubahan zaman tapi mengikutinya, seperti dengan adanya teknologi, televisi, handphone, maupun penerangan.
Baca juga: Hutan Larangan, Kampung Adat Cireundeu, dan Ancaman Pembangunan
Adat-istiadat yang diturunkan secara turun temurun menjadi daya tarik pengunjung.
Secara adat, masyarakat Kampung Adat Cireundeu memiliki konsep kampung adat yang selalu diingat sejak zaman dahulu.
Konsep yang terbagi menjadi tiga bagian ini terkait dengan penggunaan lahan. Konsep yang diwariskan secara turun-temurun ini, yaitu:
Leuweung Larangan (hutan terlarang), yaitu hutan yang tidak boleh ditebak pohonnya dengan tujuan untuk menyimpan air guna memenuhi masyarakat adat Cireundeu.
Leuweung Tutupan (hutan reboisasi), yaitu hutan yang digunakan untuk reboisasi. Masyarakat dapat menggunakan pohon dari hutan tersebut, namun mereka harus menanam kembali dengan pohon baru dalam hutan yang memiliki luas sekitar dua hingga tiga hektare.
Leuweung Baladahan (hutan pertanian), hutan dapat digunakan untuk berkebun oleh masyarakat Cireundeu, biasanya ditanamani jagung, kacang tanah, singkong, ketela, dan umbi-umbian.
Makanan pokoknya singkong
Tradisi nenek moyang lainnya adalah sering berpuasa tidak mengkonsumsi beras dalam waktu tertentu.