Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Guru Mengaji Cabuli 3 Santri di Kabupaten Bandung, Wagub Uu: Ada 3 Langkah yang Akan Dilakukan Pemprov Jabar

Kompas.com - 27/10/2022, 11:42 WIB
M. Elgana Mubarokah,
Gloria Setyvani Putri

Tim Redaksi

BANDUNG, KOMPAS.com - Wakil Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum angkat bicara soal terungkapnya kasus pencabulan yang dilakukan guru mengaji di Kecamatan Arjasari, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.

Sebanyak tiga santri berusia sembilan tahun menjadi korban kekerasan seksual oleh guru ngaji berinisial YHS alias S (19).

Pria yang akrab disapa Uu itu mengaku sudah memberikan pesan kepada seluruh santri di Jawa Barat dalam upacara Hari Santri Nasional yang jatuh pada Sabtu (22/10/2022).

Baca juga: Guru Mengaji Cabuli Santri, DP2KBP3A Minta Kemenag Beri Pendampingan Pesantren

"Saya sudah kasih statement kemarin di hari Santri dan itu menyentuh hal ini," ujarnya, ditemui di Kecamatan Pacet saat membuka launching Griya Lansia, Rabu (26/10/2022).

Ia mengatakan ada tiga langkah yang akan dilakukan pemerintah provinsi Jawa Barat untuk menangani terjadinya kekerasan seksual di lingkungan pesantren dan melibatkan guru ngaji.

Pertama, Uu meminta para pengurus Pondok Pesantren agar meningkatkan pengawasan melekat (waskat) di lingkungan pesantrennya.

"Ini intruksi sekaligus doa, dari saya selaku perwakilan pemerintah agar para kiai dan ajengan meningkatkan lagi waskat di pesantren. Waskat itu pengawasan melekat, sehingga tidak memberikan kebebasan sebebas-bebasnya kepada pengelola, pengurus atau yang lainnya," terang dia.

Langkah kedua, kata dia, waskat juga harus diterapkan di masyarakat dalam program apapun.

Pasalnya, bukan berarti tindakan kekerasan seksual hanya akan terjadi di kalangan santri dan melibatkan guru ngaji saja. Tak menutup kemungkinan, kekerasan seksual juga terjadi di lingkungan masyarakat.

"Di kalangan masyarakat umum juga harus dilakukan dan ditingkatkan agar kejadian serupa tidak terjadi," imbuhnya.

Terakhir, pihaknya sedang membangun instrumen untuk mencegah hal serupa tidak terjadi. Instrumen itu, dicanangkan agar masyarakat bisa melihat mana yang disebut pesantren atau bukan.

"kan sekarang banyak yang mengatasnamakan pesantren tapi bukan pesantren. Banyak juga yang mengatakan ajengan tapi tidak sesuai dengan situasi kondisi dan pendidikan sebagaimana ajengan," tutur dia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com