Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Meli Bangkit dari HIV, Sempat Lumpuh, Badan Tinggal Tulang, dan Ingin Bunuh Diri

Kompas.com - 30/11/2022, 07:13 WIB
Reni Susanti

Penulis

BANDUNG, KOMPAS.com - Meli Yulian, menceritakan masa tersulit dalam hidupnya. Yakni detik-detik saat dirinya divonis mengidap HIV.

Saat itu, tahun 2019, Meli sakit berkepanjangan. Ia bolak-balik ke rumah sakit (RS) namun tak kunjung sembuh.

"Akhirnya disarankan untuk tes VCT (voluntary counselling and testing). Awalnya masih sangat awam dengan HIV," ujar Meli dalam Active Case Finding (ACF), belum lama ini.

Baca juga: Kisah Perempuan Penyintas HIV, Buktikan Penyakitnya Tak Tulari Suami dan Anak, Kini Berperang Memutus Rantai Penularan

Hasil VCT menunjukkan Meli mengidap HIV stadium 3. Bukan hal mudah bagi Meli mendapatkan kenyataan ini.

Semangat hidupnya menurun. Berat badan Meli yang tadinya 45 kg turun drastis hingga menyentuh angka 28 kg.

"Bahkan saya sampai lumpuh. Badan sisa tulang doang. Saya sudah pakai kursi roda," kenang Meli.

Baca juga: 2000-an Pengungsi Gempa Cianjur Terserang ISPA

Tak hanya itu, keinginan bunuh diri sempat terlintas dalam benaknya. Namun ia sekuat tenaga bangkit.

Tahun 2020, Meli mulai terapi Antiretroviral (ARV). Jika tidak ditindak dengan terapi ARV, infeksi HIV kronis ini akan terus tumbuh hingga 10 tahun ke depan.

Melalui pengobatan ARV, pengidap HIV mampu mempertahankan risiko penularan virus yang rendah, meskipun melakukan aktivitas seksual kepada orang dengan negatif HIV.

Terbuka ke Keluarga

Meli mengaku tidak mudah untuknya jujur dengan kondisi HIV kepada keluarga. Sehingga Meli memilih untuk terapi ARV dulu sampai sehat. Setelah itu ia beranikan diri untuk menyampaikan ke keluarga.

"Saya tidak pernah telat terapi ARV," imbuh Meli, dalam rilisnya.

Mengetahui kondisinya membaik, ia pun membuka statusnya ke keluarga, saudara, dan teman terdekat. Dukungan pun mengalir dari mereka.

"Suami juga sangat mendukung saya. Alhamdulillah suami negatif HIV. Support system keluarga ini pula yang membuat saya cepat bangkit," ungkapnya.

Itu pula yang membuatnya kini aktif menjadi pendamping layanan HIV di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS). Banyak penyintas yang tidak berobat dengan benar karena tidak memiliki support system yang baik.

"Jadi mereka merasa sendiri, ingin bunuh diri dan seperti tidak ada harapan hidup. Saya membantu teman-teman yang sendiri untuk mendapat support system juga," lanjutnya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com