Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Divonis 10 Bulan Kasus Penebangan Pohon Teh, 4 Petani di Garut Ajukan Banding

Kompas.com - 08/02/2023, 15:01 WIB
Ari Maulana Karang,
Reni Susanti

Tim Redaksi

GARUT, KOMPAS.com – 4 petani yang dipidanakan PTPN VIII karena menebang pohon teh di Blok Cisaruni, Kecamatan Cikajang, Garut, hingga divonis 10 bulan penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Garut akan mengajukan banding. 

“Para terdakwa sudah siap untuk mengajukan banding,” jelas M Rafi Saiful Islam, salah satu pengacara 4 petani dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung, Rabu (8/2/2023), lewat aplikasi pesan.

Rafi menegaskan, putusan Hakim PN Garut, tidak dapat diterima oleh keluarga dan solidaritas petani di Garut. Pasalnya putusan tersebut tidak menunjukan rasa keadilan.

Baca juga: 4 Petani Tebang Pohon Teh di Garut Divonis 10 Bulan Penjara, Walhi: Hukum Tajam ke Bawah

“Mereka menggarap lahan PTPN agar bisa hidup dan menghidupi keluarganya demi kehidupan yang layak dan sejahtera,” kata Rafi.

Rafi menuturkan, dalam putusannya, majelis hakim menilai para terdakwa memenuhi unsur tindak pidana pasal 107 huruf c Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan dan mempertimbangkan kondisi sosiologis dan azas kebermanfaatan.

Dasar ini, menurut Rafi, tidaklah sesuai.

Baca juga: Keluarga Sebut Sugeng Dikorbankan dalam Kasus Tabrak Lari Selvi: Pak Jokowi, Tolong Keluarkan Adik Saya

“Hakim tidak mempertimbangkan keterangan para saksi yang menjelaskan lahan yang ditanami para petani adalah lahan terlantar dengan bukti pohon teh yang ada, tingginya sudah mencapai lebih dari 2 meter,” beber dia.

Sebaliknya, menurut Rafi, hakim memutus perkara berdasarkan kesaksian Joni Kamaludin dari pihak PTPN.

Padahal, keterangan yang disampaikannya, tidak sesuai dengan keterangan dari 3 saksi lainnya yang juga dari PTPN.

Karena, tidak ada satu pun dari saksi tersebut yang melihat secara langsung keempat terdakwa menebang pohon teh pada 15 Juni 2022, sebagaimana dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Dihubungi terpisah, Koordinator Simpul Aktivis Angkatan 98 (Siaga 98) Hasanuddin yang juga ikut melakukan pendampingan para petani di lapangan mengungkapkan, para petani dengan PTPN VIII sebenarnya telah tercapai kesepahaman penyelesaian secara musyawarah.

“Dalam perkembangannya, antara petani penggarap dan direksi PTPN VIII, sudah tercapai kesepahaman penyelesaian secara musyawarah dan kerja sama antara petani dan PTPN,” beber dia.

Makanya, putusan hakim yang memvonis para terdakwa dengan putusan melebihi dari tuntutan JPU, tidak hanya menciderai rasa keadilan, tapi juga membentuk disparitas antara putusan pengadilan dengan fakta yang aktual di masyarakat dan pihak perkebunan.

“Mestinya hakim mempertimbangkan dinamika sosial di masyarakat, karena hukum bukan seperangkat aturan semata. Putusan hakim pun bukan sekadar menjalankan profesi dalam memutus perkara tanpa mempedulikan rasa keadilan dan kondisi sosial masyarakat,” tutur dia.

Hasan mengingatkan, jika para hakim membaca secara seksama perkara dan mau belajar dari masa lalu sejarah konflik pertanahan di Garut, harusnya para petani dibebaskan dari tuntutan.

“Putusan seperti ini, bukan membangun ketertiban di masyarakat, malah bisa memicu kekacauan dan ketidakpastian hukum,” katanya. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com