Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gabungan Organisasi Kesehatan di Tasikmalaya Tolak RUU Kesehatan, Bisa Pecah Belah Profesi Medis

Kompas.com - 08/05/2023, 11:50 WIB
Irwan Nugraha,
David Oliver Purba

Tim Redaksi

TASIKMALAYA, KOMPAS.com - Gabungan organisasi profesi tenaga kesehatan di Tasikmalaya, Jawa Barat, sepakat menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan yang sedang dibahas pemerintah pusat.

Seluruh organisasi tenaga kesehatan mulai dokter, bidan, perawat, apoteker dan, dokter gigi, menggelar aksi unjuk rasa damai dan menyatakansikap penolakan di Kantor Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Tasikmalaya, di Komplek Perumahan TIP HZ Mustofa Kota Tasikmalaya, Senin (8/5/2023).

Baca juga: Demo Tolak RUU Kesehatan dan Potensi Melemahnya Perlindungan Nakes

Aksi ini pun serentak dilakukan lima organisasi kesehatan dengan unjuk rasa di Ibu Kota Jakarta sejak Senin pagi.

Baca juga: Respons Rencana Aksi Damai, Kemenkes Minta Tenaga Kesehatan Tetap Layani Masyarakat

"Kita semua, lima organisasi kesehatan sepakat menolak pembahasan RUU Kesehatan, yakni pasal yang menyebutkan akan menghapuskan seluruh organisasi profesi kesehatan. Ini jelas akan memecah belah profesi medis dan merugikan kami tenaga kesehatan," jelas salah seorang koordinator aksi dari IDI Tasikmalaya, dokter Polar, di hadapan pengunjuk rasa di kantor IDI Tasikmalaya, Senin pagi.

Polar bersama seluruh tenaga kesehatan seluruh Indonesia juga menolak adanya pasal kriminalisasi bagi tenaga kesehatan.

Dengan adanya pasal di RUU itu, substansinya akan menghilangkan sistem yang sedang dibangun dengan baik saat ini dan membuat tenaga kesehatan tak nyaman.

"Kami nilai sangat cacat prosedur dalam menyusun perundang-undangan dan tak bermakna sebenarnya dan hanya sebatas formalitas belaka. Pasal kriminalisasi yang kalau kita lihat isi per pasal itu akan memberatkan kita semua, akan tidak nyaman dalam bekerja. Sebagai profesi medis dan kesehatan tak akan nyaman. Ini akan kita perjuangankan supaya RUU tak ditetapkan," tambah Polar.

Polar mengatakan, ke depannya akan muncul organisasi buram kesehatan yang tak jelas jika pasal itu ditetapkan menjadi undang-undang.

Mereka berharap pasal-pasal yang memberatkan tenaga kesehatan untuk dihilangkan dari RUU.

"Makanya hari ini kami semua dari lima organisasi akan aksi damai dan simpatik. Kita sudah berkumpul dari lima organisasi profesi di Jakarta pula. Kita sudah berangkat ke Jakarta untuk melakukan penolakan," ungkap dia.

"Kami itu organisasi yang sudah eksis puluhan tahun dan telah mengabdikan diri untuk Indonesia. Kita nyatakan setop pembahasan RUU Kesehatan," kata Polar.

Sebelumnya, pada Januari 2023, Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Slamet Budiarto juga menilai RUU Kesehatan Omnibus Law bisa membuat organisasi profesi kesehatan terpecah.

Hal itu disampaikan dalam konferensi pers bersama di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (16/1/2023).

“Ada indikasi dipecah belahnya kami organisasi profesi, bahwa kami di kedokteran hanya satu, IDI. PPNI hanya satu, IAI juga sama, IPI juga sama, ada klausul yang dimungkinkan memecah belah kami,” tutur Slamet.

Dalam keterangan tertulis organisasi profesi, kebijakan yang dianggap membawa perpecahan adalah munculnya kata “jenis” dan “kelompok” terkait pengaturan organisasi profesi kesehatan.

Hal itu dianggap bertentangan dengan putusan MK No.82/PUU-XII/2015 yang telah menetapkan satu organisasi untuk masing-masing profesi kesehatan.

“Hal ini menyebabkan disintegrasi organisasi yang telah eksis, dan berperan dalam pembangunan kesehatan,” tulis keterangan tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com