Salin Artikel

Kasus Petugas Pemikul Jenazah Covid-19 Minta Rp 4 Juta, Polisi: Tidak Ada Pungli, Kesepakatan Keluarga dengan Masyarakat

KOMPAS.com - Kasus dugaan pungutan liar (pungli) di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Cikadut, Kota Bandung, Jawa Barat, yang menjerat salah satu oknum petugas pemikul jenazah Covid-19 menemui titik terang.

Kapolrestabes Bandung Kombes Pol Ulung Sampurna Jaya menegaskan, tidak ada pungli yang terjadi di TPU Cikadut.

"Sudah kita konfirmasi tidak ada (pungli) Rp 4 juta tapi Rp 2,8 juta itupun hasil kesepakatan antara saudara YT dengan masyarakat setempat," kata Ulung, Senin (12/7/2021).

Diceritakan Ulung, peristiwa itu berawal saat ayah YT meninggal karena Covid-19 pada Selasa, 6 Juli 2021.

Saat itu, pihak keluarga minta sang ayah dikuburkan pada malam itu juga. Sedangkan tempat pemakaman muslim dan non-muslim jauh.

"Sedangkan backhoe itu ada di tempat muslim jaraknya jauh. Sehingga karena kekurangan karyawan atau personelnya akhirnya ditawarkan sekarang ada masyarakat menggunakan jasa masyarakat," ujarnya.

Setelah itu, terjadilah kesepakatan pemakaman tersebut dilakukan dengan menggunakan jasa masyarakat, sehingga ibu YT harus merogoh kocek uang sebesar Rp 2,8 juta.

"Akhirnya pakai masyarakat kemudian terjadilah kesepakatan antara bu YT dengan masyarakat sehingga mengeluarkan uang sebesar Rp 2,8 juta akhirnya baru dikuburkan," jelasnya.

Ulung menegaskan bahwa kesepakatan pemakaman tersebut dilakukan antara pihak keluarga YT dan masyarakat.

"Bukan (dengan PHL), dengan masyarakat di situ. Karena itu tadi selama dua minggu ini jumlah yang meninggal sangat banyak akhirnya sebagian masyarakat ikut membantu juga," ujarnya.


Setelah itu, keesokan harinya muncul persoalan tentang adanya pungli di pemakaman Cikadut.

Saat ini, kata Ulung, pihaknya masih mendalami dan menyelidiki kasus tersebut.

"Kita masih mendalami dan menyelidiki di mana punglinya, kan itu pada saat kejadian antara masyarakat dengan saudara YT sudah ada kesepakatan," jelasnya.

Sementara itu, Kadistaru Kota Bandung Bambang Suhari mengatakan, saat ini pihaknya masih menunggu hasil penyelidikan kepolisian terkait dugaan pungli tersebut untuk menentukan nasib Redi, petugas pemikul jenazah Covid-19 di pemakaman Cikadut.

"Kalau terbukti bersalah atau tidak kami menunggu hasil penyelidikan dari kepolisian. Karena yang berwenang memutuskan terbukti bersalah atau tidak, itu sudah jelas disampaikan.

Kata Suhari, apabila dari hasil penyelidikan Redi terbukti tidak bersalah maka pihanknya akan memperkerjakannya kembali.

"Kami tegaskan apabila Redi tidak bersalah, maka Redi akan kami hidupkan kembali untuk menjadi pegawai PHL yang mendapat honorarium itu saja," tegasnya.


Sebelumnya diberitakan, kasus pungutan liar terjadi di pemakaman khusus jenazah pasien Covid-19 Tempat Pemakaman Umum (TPU) Cikadut, Bandung, Jawa Barat.

Kasus itu diungkapkan oleh salah satu warga Kota Bandung, berinisial YT (47).

YT menceritakan, kejadian berawal saat ayahnya meninggal dunia pada Selasa, 6 Juli 2021 lalu. Sang Ayah meninggal akibat Covid-19.

Kemudian, pada hari yang sama, sekitar pukul 23.00 WIB, jenazah Ayahnya dimakamkan di makam khusus Covid-19 di TPU Cikadut.

Namun, sebelum jenazah dimakamkan, YT terkejut karena pihak keluarga diminta uang sebesar Rp 4 juta untuk biaya pemakaman.

Uang sebanyak itu diminta oleh salah satu orang bernama Redi yang mengaku sebagai koordinator pemakaman Covid-19 di UPT TPU Cikadut.

Keluarga YT terkejut dengan nominal uang yang diminta. Adu argumen dan tawar-menawar pun terjadi.

Angka Rp 2,8 juta akhirnya disetujui oleh kedua belah pihak, dengan harapan keluarga agar jenazah bisa segera dimakamkan.

Meski telah ikhlas mengeluarkan uang tersebut, YT masih merasa heran dengan pernyataan petugas pemakaman Covid-19 yang menyatakan bahwa biaya untuk jenazah non-muslim tidak ditanggung pemerintah.

 

(Penulis : Kontributor Bandung, Agie Permadi | Editor : Aprillia Ika)

https://bandung.kompas.com/read/2021/07/12/204857578/kasus-petugas-pemikul-jenazah-covid-19-minta-rp-4-juta-polisi-tidak-ada

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke