Salin Artikel

5 Rural Tourism Paling Populer di Jabar, Mana Saja?

Menurut World Tourism Organisation, rural tourism adalah jenis aktivitas wisata di mana pelancong mendapat berbagai pengalaman terkait produk yang dihasilkan dari aktivitas berbasis alam, pertanian, gaya hidup dan budaya pedesaan.

Lokasi yang dipilih sebagai rural tourism biasanya meliputi wilayah non-urban.

Provinsi Jawa Barat punya segudang rural tourism yang cocok untuk dikunjungi.

Berikut lima rural tourism di Jabar yang paling populer:

1. Kampung Gede Kasepuhan Ciptagelar, Sukabumi.

Desa adat yang berada di kaki Gunung Halimun ini memiliki daya tarik tersendiri bagi pecinta budaya lokal.

Di sini, wisatawan bisa melihat seperti apa kearifan lokal masyarakat yang masih menjunjung tinggi nilai adat dan tradisi Sunda yang amat kental.

Warga di Ciptagelar masih berpegang teguh pada tradisi orang Sunda zaman dulu.

Orang yang menempati desa Ciptagelar dikenal dengan sebutan kasepuhan.

Kata kasepuhan berasal dari kata sesepuh, menggunakan ka-an yang berarti tempat tinggal seorang sesepuh.

Ini merujuk pada masyarakat di dalamnya yang masih memegang teguh tradisi leluhur.

Apabila beruntung, wisatawan juga bisa melihat rangakaian upacara adat di sana.

Memang untuk menempuh jalur ke Ciptagelar ini perlu perjuangan ekstra.

Sebab, dari Kampung Adat Sinaresmi perlu waktu hingga 1,5 jam perjalanan untuk menuju ke Kampung Adat Ciptagelar. Jalan yang dilalui pun masih terbilang "off-road" alias tanah yang tak beraturan.

Adapun lama perjalanan dari Jakarta ke Kampung Adat Sinaresmi butuh waktu hingga 5 jam.

Itu pun apabila lalu lintas jalan non-tol ke Palabuhanratu dalam keadaan lancar.

Tetapi, perjuangan itu akan terbayar begitu memasuki kawasan Ciptagelar dengan penduduknya yang ramah someah.

Lokasinya berada di kawasan lembah yang tenang dan jauh dari keramaian kota.

Salah satu daya tarik dari kampung ini adalah kebijakan kampung yang menolak modernisasi.

Mereka hidup bersahaja, tanpa lampu, tanpa listrik. Kesederhanaan itu juga tercermin pada rupa bangunan rumah di Kampung Naga yang masih berbentuk rumah panggung.

Rumah tersusun dari kayu dan bambu, sedangkan bagian atapnya terbuat dari daun nipah dan ijuk, atau bisa menggunakan alang-alang. Pasalnya, ada larangan untuk membangun rumah dari genteng atau dinding bata, meski mereka sebenarnya mampu.

Meski begitu, bentuk rumah yang sederhana di area persawahan membuat kita seolah terisap ke zaman dahulu dan suasana itu yang menjadi pesona Kampung Naga.

Berbagai upacara dilaksanakan pada bulan-bulan tertentu, seperti upacara pergantian tahun tiap 27 Muharram. Kemudian, membersihkan benda atau senjata yang dianggap sakral tiap tanggal 12 Maulud.

Wisatawan yang berkunjung ke Kampung Naga bisa belajar bagaimana keseharian dan aktivitas budaya masyarakat setempat yang memegang teguh kearifan lokal dari leluhur.

Salah satunya, kaum pria wajib memakai iket (ikat kepala) dan larangan memakai baju kurung, serta tidak boleh bersepatu dan bersandal.

Namun, bagi pengunjung dari luar, aturan itu tidak berlaku.

Untuk bisa menikmati suasana dan budaya di Kampung Naga, wisatawan tak perlu membayar tiket masuk.

Pasalnya, masyarakat di sini sangat terbuka terhadap wisatawan. Bagi yang berminat untuk menginap pun diperbolehkan, dengan menggunakan rumah warga.

Untuk dari Kota Garut menuju Kampung Naga ini bisa ditempuh wisatawan dengan jarak tempuh 26 kilometer, dengan waktu tempuh lebih kurang 1 jam.

Sedangkan, apabila berangkat dari Kota Tasikmalaya, jarak tempuhnya lebih kurang 30 kilometer.

Desa ini ditetapkan sebagai desa wisata pada 2 Februari 2011.

Alamendah merupakan salah satu desa agronomi termaju, dengan mayoritas mata pencaharian penduduknya petani dan pedagang.

Di sini, wisatawan bisa mendapatkan paket wisata yang komplet, baik wisata alam, wisata religi dan agrowisata.

Kegiatan agrowisata yang cukup populer di sana adalah petik stroberi.

Wisatawan juga bisa belajar mengolah produk pertanian yang tentunya memiliki nilai edukasi yang tinggi buat anak.

Wisatawan juga bisa menjadi pemerah susu, dan mencoba susu segar yang baru diperas.

Apabila sudah lelah berkelana di sekitar perkebunan, di Alamendah juga terdapat beberapa titik untuk camping ground.

Misalnya di Punceling Pass yang memiliki daya tarik air panas alami.

Sementara di Kampung Cai Rancaupas pengunjung bisa camping sekaligus melihat rusa, dan terakhir di sekitar area Kawah Putih yang menyajikan pemandangan yang eksotis.

Masyarakat di Alamendah juga turut menghasilkan produk usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang bisa dijadikan suvenir atau buah tangan yang bisa dibawa ke rumah.

Mulai dari kerajinan tangan, kudapan olahan stroberi, kopi luwak, aromanis, dan yang lainnya.

Wisatawan juga bisa menyaksikan seni budaya yang dilestarikan masyarakat Alamendah, seperti karinding atau pencak silat.

Desa Wisata Alamendah ini bisa ditempuh dengan menggunakan kendaraan pribadi dengan durasi lebih kurang 2 jam dari Kota Bandung.

Keberadaan Tol Soroja bisa membuat waktu tempuh menjadi lebih singkat, menjadi kurang 90 menit.

Namun, bagi wisatawan yang menggunakan kendaraan umum, bisa menaiki mobil tipe elf jurusan Ciwidey-Bandung dari Terminal Leuwipanjang, dan turun di Pasar Ciwidey.

Waktu tempuh dari Bandung hanya sekitar 2 jam.

Salah satu keunggulan dari desa wisata ini adalah wisata homestay warga lokal.

Di sana, wisatawan bisa lebih berinteraksi dengan warga atau wisatawan lain.

Suasana pun akan terasa lebih guyub dan penuh rasa kekeluargaan.

Saat ini sudah ada 80 rumah warga yang siap digunakan di Desa Wisata Saung Ciburial dan satu-satunya wisata di Garut yang menjadikan rumah warga sebagai homestay.

Masyarakat sekitar pun menjaga tradisi. Salah satu tradisi yang dilestarikan adalah permainan anak-anak atau kaulinan urang lembur yang bisa dijajal bersama keluarga.

Domba merupakan salah satu hewan yang diunggulkan dalam wisata di Garut dan menjadi khas dari Garut.

Di Desa Wisata Saung Ciburial, pengunjung bisa ikut terjun dan mencoba memandikan, memberi pakan, merawat, hingga mengajak domba bermain.

Selain itu, pengunjung juga dapat menyaksikan atraksi ketangkasan domba Garut atau yang biasa dikenal sebagai adu domba garut sebagai bentuk pelestarian budaya.

Saat memasuki gapura Kampung Jelekong, wisatawan akan langsung disuguhkan dengan deretan galeri lukis. Para pelukis asal Jelekong memang belajar melukis secara turun-temurun.

Sosok Bah Odin Rohidin adalah orang yang mengenalkan seni lukis di Jelekong.

Secara administratif, Kampung Lukis Jelekong berada di Kelurahan Jelekong, Kecamatan Baleendah, Kabupaten Bandung, atau 15 kilometer dari pusat Kota Bandung via Dayeuhkolot.

Regenerasi pelukis muda di Kampung Jelekong sangat cepat. Hal tersebut dibuktikan dari munculnya Komunitas Gurat yang diinisiasi oleh pelukis muda asal Jelekong.

Jangan aneh apabila pengunjung menemukan banyak anak muda yang sedang melukis di pinggir jalan.

Jelekong juga tak hanya terkenal seni lukisnya, tetapi juga akan kesenian wayang golek.

Dalang kondang Asep Sunandar Sunarya, keturunannya bersama keluarga seni Giri Harja masih terus konsisten melestarikan kesenian Sunda tersebut dari Jelekong.

https://bandung.kompas.com/read/2022/01/29/104903578/5-rural-tourism-paling-populer-di-jabar-mana-saja

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke