Salin Artikel

Kisah Hasan-Husen Bocah Kembar yang Meninggal Ditabrak Moge di Pangandaran, Pengendara Kini Jadi Tersangka

Mereka adalah Hasan Firdaus dan Husen Firdaus, saudara kembar yang masih berusia 8 tahun.

Kedua korban adalah anak pasangan Wasmo (60) dan Empong (48), warga Blok Kedungpalumpung, Dusun Babakansari RT 3/5, Desa Ciganjeng, Kecamatan Padaherang, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat.

Kecelakaan terjadi di dekat rumah mereka. Saat itu mereka sedang menyeberang jalan.

Di saat bersamaan ada rombongan kendaraan motor gede yang sedang melakukan turing ke Pangandaran.

Namun ada tiga kendaraan yang tertinggal jauh di belakang rombongan. Mereka kemudian menyusul dengan kecepatan tinggi.

Salah satu anak kembar yang sedang menyebrang kemudian ditabrak moge. Melihat saudaranya ditabrak, sang adik langsung menolong dan ia juga ditabrak oleh moge yang lain.

Saksi mata di TKP melihat korban terpental ke selokan dan mengalami luka parah di kepala. Salah satu korban meninggal di TKP, sementara korban lain meninggal dalam perjalanan ke Puskesmas Kalipucang.

Polisi kemudian mengamankan kedua pengendara dan dua mode. Motor Harley yang berwarna merah dengan pelat nomor D 1993 NA dibawa oleh APP (40), warga Kota Cimahi.

Sementara motor gede berpelat nomor B 6227 HOG dikendarai AW (52), asal Bandung Barat.

Setelah gelar perkara yang dilakukan pada Senin malam, dua pengendara moge ditetapkan sebagai tersangka.

Keduanya kini ditahan di ruang tahanan Mapolres Ciamis. Penetapan tersangka dilakukan 2x24 jam setelah kecelakaan .

"(Kedua pengendara moge) statusnya mulai hari ini dinaikan menjadi tersangka," kata Kasat Lantas Polres Ciamis, AKP Zanuar Cahyo Wibowo melalui pesan WhatsApp, Selasa (15/3/2022).

Ia mengatakan penetapan tersangka dilakukan berdasarkan barang bukti dan pemeriksaan sejumlah saksi.

Menurut Zanuar, pasal yang disangkakan kepada pengendara moge tersebut, yaitu Pasal 310 ayat (4) UU Nomor 22 Tahun 2009.

"Kami jujur sangat berduka mendalam, artinya musibah ini siapa yang mau? Kami memang harus bertanggung jawab dan tidak mencari siapa yang benar dan siapa yang salah," ujar Boyke saat ditemui sejumlah wartawan di Mapolsek Kalipucang, Sabtu (12/3/2022) sore.

Ia mengaku, pihaknya sudah sepakat menyelesaikan permasalah tersebut secara kekeluargaan.

"Kita sepakat bermufakat, menyelesaikan permasalah ini secara musyawarah kekeluargaan dan pihak korban pun sudah menerima kejadian ini, berbesar hati. Artinya musibah ini tidak disengaja," katanya.

Sang ibu kebingungan, diberi uang Rp 50 juta

Sebelum ditetapkan sebagai tersangka, kedua pengendara memberikan uang Rp 50 juta pada keluarga korban dengan sejumlah perjanjian tertulis yang ditandatangani keluarga korban.

Dalam perjanjian itu, ada empat poin yang ditandatangani oleh pihak pertama Iwa Kartiwa perwakilan keluarga korban, pihak kedua Angga Permana Putra dari HDCI Bandung sekaligus pelaku.

Perjanjian dengan yang ditandatangani di atas materai itu diketahui kepala Desa Ciganjeng, Imang Wardiman, yang dilaksanakan di Mapolsek Kalipucang pada tanggal 12 Maret 2022.

Sang ibu, Empong terlihat kebingungan saat diwawancara.

Ia mengaku pasrah dan namun tak tahu harus berbuat apa saat mengetahui anaknya tewas ditabrak. Saat ditanya apakah pelaku harus dihukum, Empong pun terlihat kebingungan menjawab.

Hal senada terlihat pada Iwa Kartiwa, keluarga korban bocah kembar. Saat masih diliputi suasana duka dan kebingungan, dia didatangi para pengendara moge membahas soal santunan.

Kemudian, dia disodorkan perjanjian tertulis berisi empat poin tersebut. Salah satu poin tertulis soal uang Rp 50 juta. Dan di poin lain, tertulis bahwa keluarga korban tidak boleh menuntut.

"Mereka (pengendara moge) yang memberi santunan segitu (Rp 50 juta)," kata dia.

Namun, dia menegaskan pihaknya sama sekali tidak meminta uang pada pelaku.

"Saya enggak minta karena enggak etis ini masalah nyawa, enggak mungkin saya meminta atau menjual (adik kembarnya yang meninggal tertabrak moge)," ujarnya.

Ia tidak menuntut apapun. Namun, ia menyerahkan pada polisi untuk memproses pelaku.

"Mungkin ini sudah musibah, mereka juga termasuk musibah, Saya tidak menuntut karena sudah islah, tinggal ketentuan proses hukumnya seperti apa," ucap singkatnya.

Secara formil, ada kesalahan penulisan sehingga bisa batal demi hukum. Seperti misalnya, kecelakaan tertulis pada Kamis 13 Maret 2022.

"Kecelakaan tertulis pada tanggal 13 Maret, tanggal 13 kan hari Minggu, terus kecelakaan kan tertulis hari Kamis padahal kan kejadiannya hari Sabtu. Pada surat kesepakatan, dapat disimpulkan, harinya salah, tanggal nya juga salah," kata Didik.

"Kalau kejadiannya hari Kamis, terus siapa yang tertabrak kemarin (Sabtu 12 Maret 2022). Dan itu kenapa bisa seperti itu, hanya mereka yang membuat dan menyaksikan kesepakatan bersama damai itu yang mengetahuinya," lanjut Didik.

Selain itu, pihak dari keluarga korban yang menandatangani tidak menyertakan surat kuasa. Menurutnya, kalau bapaknya atau ibunya korban yang langsung menandatangani kesepakatan damai itu, wajar itu dan sah dalam arti damai kemanusiaannya.

"Tapi, itu kan yang bertanda tangan hanya kakak iparnya korban. Nah. Pertanyaan saya itu tandatangan ada surat kuasanya gak, kan gak ada, kalau gak ada berarti bukan mewakili ibu atau bapaknya korban," ucap Didik.

Kemudian secara materiil, perjanjian itu menekankan bahwa pelaku tidak ingin kena tuntutan hukum dari keluarga korban.

Padahal, Pasal 235 ayat 1 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan yang menyatakan:

Jika korban meninggal dunia akibat Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (1) huruf c, Pengemudi, pemilik, dan/atau Perusahaan Angkutan Umum wajib memberikan bantuan kepada ahli waris korban berupa biaya pengobatan dan/atau biaya pemakaman perkara pidana.

"Dari sisi hukum tidak ada bahasa kalau dibayar itu sudah selesai begitu saja, itu tidak ada. Bahkan, kalau gak dibayar pun, di undang-undang itu ketentuannya kalau misalkan ada yang rusak itu harus diperbaiki, kalau sakit harus diobatkan," katanya.

Sehingga, pemberian uang Rp 50 juta itu bukan berarti kasus hukumnya selesai.

"Jadi sebenarnya, uang (Rp 50 juta) itu bukan masalah damainya karena santunan itu merupakan kewajiban dari yang nabrak," ujarnya.

SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Candra Nugraha | Editor : I Kadek Wira Aditya), TribunJabar.id

https://bandung.kompas.com/read/2022/03/15/121200978/kisah-hasan-husen-bocah-kembar-yang-meninggal-ditabrak-moge-di-pangandaran

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke