Salin Artikel

Kondisi Lintasan Kereta di Kampung Gandok Bandung yang Kerap Memakan Korban Jiwa

BANDUNG, KOMPAS.com - Meski harus bertaruh nyawa, warga Kampung Gandok Desa Bojong Salam, Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, tak punya pilihan selain harus melintasi jalur Kereta Api (KA) saat akan beraktivitas.

Apalagi bagi masyarakat yang masih mengais rezeki lewat hasil berkebun. Mereka harus meningkatkan kewaspadaan.

Pasalnya, rata-rata akses menuju kebun harus menyeberang atau menyusuri rel kereta api aktif.

Seperti halnya Tohid (68 tahun). Ketika akan pergi beraktivitas terutama ke kebun, ia mesti menyusuri rel kereta. Khawatir dan rasa takut campur aduk menjadi bagian tak terpisahkan dalam kesehariannya.

Tohid menjelaskan, untuk menuju kebun miliknya ia hanya tinggal berjalan ke belakang rumah, kemudian menyusuri jalan setapak sepanjang 5 meter selanjutnya menyusuri pinggir rel kereta.

Pertemuan antara jalan setapak dengan rel kereta, sambung Tohid, sangat berbahaya. Di sana, tak tersedia rambu-rambu, palang kereta, atau petugas yang berjaga.

"Gak ada jalan lagi, semuanya juga lewat sini, saya tiap hari, emang kondisinya gitu gak aman," kata Tohid kepada Kompas.com Rabu (11/5/2022).

Akses yang membahayakan itu, akhirnya membuat Tohid mesti menyaksikan peristiwa pilu.

Satu hari jelang Idul Fitri, tepat pukul 12.30 WIB selepas Dzuhur, kakek 68 tahun itu harus menyaksikan cucunya Syahrul Mubarok (6) terserempet kereta api Serayu.

Hal yang kerap ia dan warga sekitar takutkan, nyatanya menimpa sang cucunya. Syahrul, kehilangan tempurung kepala bagian depan akibat insiden itu.

Lebih peliknya lagi peristiwa pahit itu terjadi hanya 3 meter dari pandangannya dan ia tak bisa menyelamatkan sang cucu, lantaran fisik yang sudah melemah.

"Saya udah lari sekuat tenaga, tapi udah gak kuat, saya udah tua, kalau sempat saya mau narik dia (Syahrul) sedikit aja, kalau sempat mungkin gitu selamat," tuturnya.

Kendati ada jalan memutar, kondisinya tak jauh berbeda. Tohid memilih melewati jalan ke belakang rumahnya, sebab menurutnya jalan memutar lebih berbahaya.

"Ada jalan di sana, tapi sama aja, cuma itu untuk jalan kendaraan, risikonya lebih besar, jalannya gede, belum lagi mobil motor bulak balik tambah kereta, karena di sana juga gak ada palang," Tambahnya.

Petugas Jaga dan Palang Pintu Swadaya Warga

Pantauan Kompas.com, tak jauh dari lokasi insiden Syahrul. Terdapat sebuah pos jaga yang dibangun PT Kereta Api Indonesia (KAI).

Pos tersebut terlihat masih baru, hal itu dibuktikan dari warna cat yang masih menyala dan terlihat bersih.

Namun, pos tersebut masih kosong. Tidak ada petugas palang pintu kereta api yang berjaga, sedangkan di sebelah pos merupakan akses menuju Kampung Gandok.

Engkos (40) ayah Syahrul mengatakan, hingga saat ini belum ada petugas palang pintu yang berjaga di sana.

Kalau pun ada, itu merupakan warga sekitar yang tergerak hatinya lantaran khawatir ada korban kecelakaan.

"Jalan itu yang dimaksud bapak saya tadi (Tohid) yang memutar. Tapi sama aja kondisinya," ujar Engkos.

"Jadi kalau ada warga yang jaga ya itu hasil swadaya, palang pintunya juga dari kayu kalau ga ranting, biar ngasih tau pengendara aja kalau misalkan mau ada kereta lewat," sambung dia.

Kerap Memakan Korban

Selain anaknya, Engkos mengaku, lintasan tersebut kerap memakan korban jiwa.

Lebaran tahun lalu, ada warga Garut meninggal dunia akibat tertabrak kereta api.

"Sering di situ mah, tahun kemarin pas lebaran juga tiga orang perempuan meninggal, lagi lewat abis dari saudaranya, aslinya dari Garut," tutur dia.

Engkos yang merupakan warga asli Kampung Gandok kerap menyaksikan kecelakaan yang terjadi di lintasan tersebut akibat tidak adanya rambu-rambu, palang pintu kereta dan petugas jaga.

"Hampir satu tahun sekali memakan korban karena tidak ada plang pintu, mobil juga pernah," ujarnya.

Sementara itu, pihak LBH API yang diminta bantuan mengurusi klaim ganti rugi Syahrul kepada Jasa Raharja mendorong dan meminta agar Pemda Kabupaten Bandung berkomunikasi dengan pihak PT KAI. 

Komunikasi tersebut dimaksudkan untuk membangun palang pintu kereta, menyiapkan rambu-rambu dan menyiagakan petugas.

"Sejauh ini kami baru mengurus kepentingan administrasinya saja, yang jelas kami minta pemerintah dan PT KAI agar segera melakukan kolaborasi melakukan langkan preventif supaya ini tak terjadi lagi. Bantuan secara pribadi kepada korban atau secara umum memberikan fasilitas keamanan untuk hajat hidup orang banyak," kata Billy Maulana Cahya, Ketua Umum LBH ditemui terpisah.

Kini Syahrul tercatat dalam rentetan nama korban kecelakaan kereta api di Kampung Gandok.

Selain itu, baik Tohid dan Engkos serta warga sekitar harus kembali bersabar menunggu kebijakan ihwal keselamatan bagi mereka yang hidup tak jauh dari lintasan kereta.

Mereka dipaksa terus merekam peristiwa pahit serta menghitung lagi berapa kepala keluarga yang harus kehilangan anggotanya akibat kecelakaan kereta.

https://bandung.kompas.com/read/2022/05/11/161309778/kondisi-lintasan-kereta-di-kampung-gandok-bandung-yang-kerap-memakan-korban

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke