Salin Artikel

Ingin Turunkan Jumlah Sampah Plastik pada 2029, KLHK Tuntut Peran Produsen

Hal ini menyusul target Indonesia mengurangi sampah plastik sebesar 30 persen pada 2029

Kepala Sub Direktorat (Kasubdit) Tata Laksana Produsen Direktorat Pengurangan Sampah KLHK Ujang Solihin Sidik mengatakan, terus melakukan berbagai upaya dalam pengurangan sampah plastik.

Utamanya meminta para produsen produk yang menghasilkan sampah plastik turut andil.

Salah satunya dengan cara meminimalkan penggunakan material plastik dalam setiap kemasan produknya.

Soal penekanan sampah plastik sudah tertera dalam Undang Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah dan Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.

Untuk memberikan pedoman pelaksanaan kewajiban produsen dalam pengurangan sampah tersebut, KLHK juga telah menerbitkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 75 Tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen.

"Kami juga siap membantu perusahaan membuat dokumen pendoman perencanaan hingga teknis dalam meminimalkan produk kemasan plastik," kata Ujang di acara diskusi pengelolaan sampah plastik di Pabrik PT Nestlé Indonesia kawasan Industri Surya Cipta Karawang, Selasa (2/8/2022).

Karenanya, kata Ujang, KLHK terus membangun komunikasi dengan asosiasi produsen produk yang menghasilkan sampah plastik.

Pihaknya mengajak dan mendorong agar dapat melaksanakan kebijakan tersebut.

"Kita tidak komunikasi satu per satu produsen, tapi komunikasi dengan asosiasi. Kemudian juga ada skala prioritas dalam penerapan kebijakan itu, utamanya ke produsen yang besar seperti Nestlé dan menghasilkan produk sampah plastik terbesar. Dari situ juga kan bisa memancing produsen lain," ujar dia.


Terkait sanksi bagi produsen yang belum menjalankan kebijakan itu, kata Ujang, akan ada sanksi administratif dan itu upaya terakhir. Karena ini baru proses awal dalam menjalankan kebijakan tersebut.

"Ini kan kebijakan baru, di luar negeri sana sudah 30 tahun yang lalu. Maka kami pemerintah tidak bisa ujug-ujug meminta pertanggungjawaban, butuh negoisasi dan sosialisasi. Dan ini berjalannya bertahap. Intinya peta ini jalan langkah kontinyu perbaikan," terang dia.

Selain mendorong penekanan sampah plastik dari sisi produsen, tambah Ujang, upaya lainnya yakni memanfaatkan sampah plastik dari produk itu agar memiliki nilai ekonomi di masyarakat.

Diharapkan sampah plastik itu tidak sampai ke tempat pembuangan akhir (TPA).

Selain itu juga, stimulus seperti yang dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan memberikan insentif berupa potongan pajak reklame, bagi produsen yang sudah menjalankan kebijakan peminimalisir sampah plastik.

Menurutnya, langkah Pemerintah DKI Jakarta itu bisa dicontoh daerah lain.

"Beberapa strategi lain misal kami KLHK memberikan insentif berupa promosi dan penghargaan bagi produsen yang sudah bertanggungjawab soal penanaganan sampah plastiknya. Misal Nestlé ini karena sudah bertanggungjawab kami bisa promosikan ke medsos kami sehingga dapat nilai lebih dimata konsumen," terang dia.

KLHK juga akan berkomunikasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) agar persoalan sampah bukan pelayanan dasar bagi pemerintah daerah. Akan tetapi menjadi urusan wajib bagi daerah.

Tujuannya agar pengalokasian anggaran pengelolan sampah tidak sedikit, khususnya sampah plastik.

"Karena memang keluhannya keterbatasan anggaran, karena anggaran rata-rata daerah pengelolaan sampah itu dibawah 1 persen dari total APBD, kami usulkan agar bisa lebih besar lagi," kata Ujang.


Ujang pun mengapresiasi langkah PT Nestle Indonesia yang menginisiasi pengurangan material plastik pada kemasan produk.

Presiden Direktur PT Nestle Indonesia Ganesan Ampalavanar mengatakan, berbagai upaya yang telah dilakukan untuk mengurangi material plastik pada kemasan produknya.

“Kami mengembangkan kemasan inovatif yang bisa didaur ulang dengan mengurangi material plastik untuk produk makanan dan minumannya, seperti Dancow, Milo, Nescafe, dan Koko Krunch," kata Ganesan.

Ganesan juga memastikan penggunaan sedotan kertas pada semua kemasan minuman siap konsumsi Nestle Indonesia, mengubah kemasan multilayer menjadi mono-material, dan menggunakan bahan daur ulang pada secondary packaging.

Nestle Indonesia juga mengupayakan pengumpulan sampah kemasan setelah dikonsumsi oleh pengguna, baik melalui pengumpulan sampah langsung atau melalui fasilitas tempat pengolahan sampah seperti TPS3R Baraya Runtah di Karawang.

Selain mengembangkan inovasi kemasan yang dapat didaur ulang, Nestle juga mengembangkan sistem daur ulang dan guna ulang seperti studi kemasan daur ulang pada 2021.

Kemudian mendukung peningkatan angka daur ulang dan manajemen sampah dengan 15 fasilitas TPST atau TPS3R.

Kemitraan juga dijajaki dengan lebih dari 20 kelompok pelapak dan pendaur ulang.

Nestle, kata dia, juga mempromosikan gaya hidup bebas sampah dengan edukasi pentingnya memilah sampah dari sumber untuk mendukung manajemen persampahan.

Meski begitu, menurutnya perlu kerja sama dengan banyak pihak untuk mencapai masa depan yang lebih ramah lingkungan.

“Kami berkomitmen untuk memastikan semua kemasan yang digunakan dapat didaur ulang dan juga bertekad untuk mengumpulkan dan memproses sampah plastik pascakonsumsi, sebesar yang digunakan untuk produksi mulai tahun 2021," sebut Ganesan.

https://bandung.kompas.com/read/2022/08/03/102157878/ingin-turunkan-jumlah-sampah-plastik-pada-2029-klhk-tuntut-peran-produsen

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke