Salin Artikel

Ganasnya Pertambangan Karst dan Hilangnya Mata Air Pegunungan Sanghyang

BANDUNG BARAT, KOMPAS.com - Kekeringan lahan akibat aktivitas pertambangan di pegunungan karst Citatah mulai dirasakan warga di dua desa Kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung Barat (KBB), Jawa Barat.

Kekeringan itu terasa sejak satu tahun terakhir dengan ditandai hilangnya beberapa sumber air yang biasa digunakan masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari serta kebutuhan sektor pertanian.

Di sepanjang pegunungan karst Citatah yang membentang dari timur ke barat terdapat perbukitan Gunung Sanghyang yang di dalamnya meliputi Leuweng Hideung, Gunung Guha, Gunung Balukbuk, serta Pasir Batununggal.

Jeje (50) warga Kampung Sirnagalih, Desa Ciptaharja mengungkapkan, kekeringan itu mencapai puncak pada kemarau tahun ini.

Hal itu semakin terasa ditandai dengan hilangnya sejumlah mata air dan menurunnya debit sungai.

Jauh sebelum masifnya pertambangan,  mata air dan sungai yang berhulu di Gunung Sanghyang ini sering dimanfaatkan untuk kebutuhan air minum serta pemgairan lahan pertanian oleh ratusan warga di Desa Cipatat dan Desa Ciptaharja, Kecamatan Cipatat.

"Memang setiap tahun debit air sungai dan mata air terus merosot. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana (kondisi) 10 tahun ke depan, kalau tambang terus masif di puncak gunung," ungkap Jeje saat ditemui beberapa hari lalu.

Sedikitnya terdapat 5 mata air besar yang berada di kawasan Gunung Sanghyang dan Leuweung Hideung.

5 mata air besar itu meliputi mata air Cipaneguh, mata air Pasir Sepat, mata air Cisaladah, mata air Ciketung, dan mata air Cijawer.

5 mata air besar itu dimanfaatkan masyarakat untuk kebutuhan minum dan pertanian di kampung Pojok, kampung Cijuhung, kampung Sirnagalih, kampung Cibarengkok, kampung Lapingsari, dan kampung Gunung Batu Desa Ciptaharja.

Sebagian lain, warga Desa Cipatat juga memanfaatkan air yang bersumber dari Gunung Sanghyang.

"Lihat saja sungai-sungai dari mata air ini sekarang kecil sekali. Sawah yang semula normal panen, kini menjadi pola pertanian tadah hujan," jelas Jeje.

Sepanjang perbukitan itu, setidaknya terdapat aktivitas pertambangan yang dilakukan beberapa perusahaan tambang berskala besar. 

"Aktivitas tambang serupa bom waktu yang bisa meledak kapan saja. Maksud saya, batuan karst kan batuan yang bisa menyimpan banyak air, jadi akan ditemukan banyak sumber mata air di bawah karst. Nah kalau ada tambang mata air ini akan terganggu," kata tokoh Pemuda Kampung Sirnagalih, Ibnu Faruqi (25).

Ibnu menyampaikan, berdasar data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sepanjang pegunungan Sanghyang itu masuk dalam status Kawasan Bentangan Alam Karst (KBAK).

Mirisnya, aktivitas pertambangan ini berjalan masif tanpa hambatan di titik daerah lindung KBAK. Tentu kondisi itu akan sangat berpengaruh terhadap zona lindung karena satu hamparan perbukitan.

Mestinya, lanjut Ibnu, baik para pelaku usaha maupun pemerintah bisa mengambil jalan tengah dengan konsep pemanfaatan ekonomi di dekat zona lindung dengan mengedepankan prinsip ekonomi berkelanjutan bukan eksploitatif seperti tambang.

"Kita ingin pemerintah punya solusi yang pasti, jangan sampai mementingkan segelintir orang dengan resiko yang panjang. Pemerintah daerah dan provinsi mempunyai andil dalam menjaga kawasan karst. Jadi justru yang didorong ekonomi bagi warga sekitar yang berkelanjutan, bukan merusak lingkungan seperti tambang," pungkasnya.

https://bandung.kompas.com/read/2022/08/22/185007578/ganasnya-pertambangan-karst-dan-hilangnya-mata-air-pegunungan-sanghyang

Terkini Lainnya

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Regional
Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Regional
Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Regional
Komunikasi Politik 'Anti-Mainstream' Komeng yang Uhuyy!

Komunikasi Politik "Anti-Mainstream" Komeng yang Uhuyy!

Regional
Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Regional
Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Regional
Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Regional
Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Regional
Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Regional
Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Regional
Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Regional
BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

Regional
Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Regional
Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di 'Night Market Ngarsopuro'

Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di "Night Market Ngarsopuro"

Regional
Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke