Salin Artikel

Cerita Sopir Angkot di Kabupaten Bandung, Bertahan Hidup Seusai Harga BBM Naik, Tarif Naik Tak Berpengaruh

Sepuluh hari sudah, mereka menjajaki hari-harinya setelah kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) beberapa waktu lalu.

Sopir angkot menjadi kalangan pertama yang merasakan kerasnya hantaman kenaikan harga BBM bersubsidi.

Kendati, pemerintah memiliki alasan selama ini BBM bersubsidi banyak dikonsumsi atau dinikmati kalangan ekonomi mapan.

Akan tetapi alasan itu dianggap angin lalu oleh para sopir angkot yang merasakan langsung kondisi di lapangan.

Siang itu, terminal Banjaran terlihat padat, tapi ratusan angkot pelbagai jurusan masih terlihat tanpa penumpang.

Tak terkecuali, angkot Banjaran -Tegalega yang dijalankan, Ade Nurahim (48). Sejak pagi hari, Ade hanya baru satu kali memberangkatkan penumpang menuju Kota Kembang.

"Baru narik satu kali tadi pagi, sampai sekarang lihat aja masih numpuk, enggak tahu mau gimana ini," katanya ditemui Kompas.com, Selasa (13/9/2022).

Angkot dengan warga khas coklat mudah ini, pada masanya merupakan primadona, yang memiliki jasa mengantarkan warga dari Kabupaten Bandung menuju Kota Bandung, begitu juga sebaliknya.

Memulai dari Terminal Banjaran dan berakhir di Terminal Tegalega, kata Ade, angkot ini telah lama ditinggal peminatnya.

Setelah harga biaya DP motor terjangkau, hadirnya transportasi massal terbarukan serta hadirnya angkutan umum modern serta berbasis online, kini angkot jurusan Banjaran - Tegalega makin terpuruk. Terlebih pemerintah baru saja mengumumkan kenaikan harga BBM.

"Aneh saya mah, sebelum BBM naik kan kita semua tahu kalau masyarakat baru bangkit dari Covid dan itu musibah ekonomi buat saya mah, baru mau sembuh ketiban lagi masalah BBM, mau gimana mau dibiarkan mati kita?" keluhnya.

Agar hidup tetap berlanjut, tak jarang Ade tetap melaju melibas jalanan Kabupaten Bandung, meski hanya satu atau dua orang yang naik di angkotnya.

Ia tak memikirkan lagi jauh atau dekat penumpang itu pergi, yang terpenting baginya anak dan istrinya di rumah bisa merasakan hasil dari keringatnya di jalan.

"Ya konsekuensi, kalau mau terus napas ya harus jalan kadang satu atau dua saya mah jalan saja, mudah-mudahan ada terus rezekinya," tutur dia.

Ibarat pepatah sudah jatuh tertimpa tangga, begitulah Ade menggambarkan kondisi sopir angkot setelah kebijakan kenaikan harga BBM.

Kepada Kompas.com, Ade mengaku sudah resah ketika mendengar kabar pemerintah bakal menaikan harga BBM. Tak terasa, kebijakan itu sudah dijalaninya selama 10 hari.

Biasanya, dalam sehari Ade bisa menjalankan angkot sebanyak tiga rit atau tiga kali pulang pergi Banjaran - Tegalega. Jika dihitung jarak, trayek yang dibawanya cukup panjang.

Namun, itu semua tak menjamin penghasilannya akan sepanjang trayeknya.

Dalam sehari, Ade harus setor pada pemilik angkot sebesar Rp 80.000 itu merupakan kebijakan murah hati yang diberikan bosnya.

"Pas BBM naik mintanya Rp 90.000-an tapi kita semua nego, akhirnya dapet angka segitu, ya bersyukur lah baik hati bos nya," jelas dia.

Jauh sebelum BBM bersubsidi naik, ia mengaku bisa membeli bensin hingga Rp 80.000 sampai Rp 90.000, tapi setelah ketuk palu pemerintah menaikan harga BBM pengeluaran semakin membengkak. Kini Ade harus mengeluarkan biaya Rp 115.000 per hari.


Sekarang Ade dan sopir angkot Banjaran-Tegalega lainnya harus mengantongi uang sebesar Rp 215.000 per hari.

"Segitu udah uang setoran, biaya bensin dan keuntungan saya bawa uang ke rumah tapi ya pas-pasan," ungkapnya.

Kendati telah mengkalkulasi, sebetulnya angka itu belum aman. Pasalnya, angka tersebut baru pengeluaran pokok saja. Selama di jalan, ia memerlukan makan dan minum.

Meroketnya biaya pengeluaran membuat uang yang di bawa Ade ke rumah tak menentu jumlahnya.

Terkadang, perut istri dan dua anaknya harus puas di isi dengan uang Rp 50.000 ribu saja.

"Pendapatan kalai lagi bagus sih aman, tapi kan itu kotor, kalau lagi bagus Rp 300.000 atau Rp 500.000 mah ditangan, tapikan dipotong sana sini, kalau kurang ya saya nombok," sambungnya.

"Saya juga perlu makan, belum anak di rumah sama istri, beruntungnya istri saya bantu pemasukan dengan dagang di rumah," tambah dia.

Kenaikan Tarif Tak Berpengaruh Banyak

Meski, saat ini pemerintah daerah (Pemda) Kabupaten Bandung sudah meresmikan kenaikan tarif angkot, namun hal itu dirasa tak berpengaruh banyak.

Selain sudah sepuluh hari masih saja sepi, dijalan, lanjut Ade, masih saja penumpang yang membayar dengan kost yang bum berubah.

"Masih aja ada yang bayar tarif lama, masa kita harus ribut dengan penumpang, udah mah sepi nanti tambah sepi," kata Ade.

Padahal, selembaran tentang permintaan kenaikan tarif angkutan sudan tersebar dan ditempel di pintu-pintu angkot.

Tarif angkot trayek Banjaran -Tegalega, paling dekat Banjaran - Sadah dengan tarif Rp 4.000, sedangkan paling jauh yakni Baleendah-Andif-Ranvamanyar-Verbas Rp 14.000.

Ade sudah kebingungan mensiasati perubahan besar akibat kenaikan harga BBM. Hampir setiap hari ia harus memutar isi kepalanya agar mampu memenuhi setoran, biaya bensin, makan, biaya bulanan, ongkos sekolah anaknya, dan kebutuhan istri serta sanak keluarganya.

Sepuluh hari sudah Ade dan sopir angkot lainnya dikerangkeng dengan kebijakan serta imbas dari kenaikan harga BBM. Selam itu pula, ia tak bisa melakukan apa-apa, melawan pun tak ada daya.

Entah berapa lama lagi, Ade dan yang lainnya harus beradaptasi dengan keadaan baru tersebut. Ade hanya bisa pasrah, kepada para penumpang yang mulai busa paham terhadap kondisi sopir angkot di masa-masa terpuruk ini.

https://bandung.kompas.com/read/2022/09/13/141540578/cerita-sopir-angkot-di-kabupaten-bandung-bertahan-hidup-seusai-harga-bbm

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke