Salin Artikel

Ketua BEM Unpad: Setiap Warga Negara Berhak Marah Atas Kebijakan Pemerintah yang Tidak Memihak Publik

KOMPAS.com - Tak jarang, massa dan aparat keamanan terlibat bentrokan fisik pada saat aksi demonstrasi terkait isu tertentu berlangsung di suatu lokasi.

Menurut Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Padjadjaran (Unpad), Virdian Aurellio, negara seharusnya bisa menjamin keamanan masyarakat yang tengah menyampaikan aspirasi termasuk dengan cara berdemonstrasi.

Virdian mengatakan, pemerintah yang seharusnya memberi perlindungan justru kerap meminta masyarakat untuk menyampaikan aspirasi atau berdemonstrasi dengan cara yang baik seolah-olah sedang berbicara dengan anak kecil.

"Kita semua ini adalah manusia-manusia dewasa yang marah karena kebijakan (pemerintah) dan negara yang dikelola tidak berjalan dengan baik, terus minta kita di lapangan baik-baik saja, kan konyol," kata Virdian kepada Kompas.com, Jumat (16/9/2022).

Virdian menjelaskan, setiap warga negara memiliki hak untuk marah atas kebijakan pemerintah yang dianggap tidak berpihak pada kepentingan masyarakat.

"Marah ini tidak dalam bentuk lempar batu, marahnya tuh dalam bentuk kalimat-kalimat, berkumpul, berserikat," ucap Virdian.

Dia menuturkan, massa aksi adalah warga sipil yang hendak menyampaikan aspirasinya tanpa senjata, meski harus berhadapan dengan aparat keamanan yang lengkap dengan peralatannya.

"Kalau kita berani maju, sebenarnya bukan karena kita punya nyali, tapi karena kita marah saja. Dari awal kami tidak ada keinginan untuk bentrok, tapi dari awal kami siap untuk marah," tegasnya.

Sementara itu, terkait aksi demonstrasi dengan cara menutup jalan yang dianggap mengganggu oleh sebagian masyarakat, Virdian menyebut hal itu perlu menjadi autokritik bagi seluruh peserta aksi demo, termasuk mahasiswa.

"Menutup jalan itu kan karena kita sudah muak ketika aksi di depan gedung pemerintahan tidak ditemui, tidak didengarkan, tidak diliput media pula, jadi kita pilih tutup jalan saja, karena dengan menutup jalan dapat menghambat perekonomian," ujarnya.

Dengan menutup jalan, dia menerangkan, pemerintah diharapkan bisa mendengar aspirasi masyarakat yang berdemonstrasi.

"Tapi di sisi lain, bagaimana pun, yang merasakan dampak pertamanya adalah warga yang sedang berlalu-lintas, mau pulang, dan seterusnya," ujarnya.

Oleh sebab itu, Virdian menyampaikan, aksi penutupan jalan memang kerap menimbulkan dilema bagi mahasiswa yang berdemonstrasi.

Di satu sisi, aksi menutup jalan dianggap dapat menghambat perekonomian sehingga pemerintah mau menggagalkan kebijakan yang dianggap merugikan.

"Tapi di sisi lain juga mengorbankan yang akhirnya menjadi kesengsaraan masyarakat, jadi macet-macetan," paparnya.

Menurutnya, aksi menutup jalan dapat efektif jika masyarakat sudah memiliki kesadaran bahwa tindakan itu memiliki makna penting dalam memperjuangkan kepentingan publik.

"Saya yakin semua orang tidak akan marah, tapi kan faktanya tidak seperti itu," ucapnya.

Oleh karena itu, Virdian membeberkan, aksi Aliansi Mahasiswa Jawa Barat yang digelar di depan Gedung DPRD Jabar pada hari ini, Jumat (16/9/2022), mengedepankan simbol-simbol yang bisa meraih simpati publik.

"Misalnya dengan menggunakan teatrikal, nyanyian, kebudayaan Sunda, gimmick mendorong motor selama long march tanda kita tidak bisa beli BBM karena mahal, pakai topeng Bjorka, topeng Ferdy Sambo, dan sebagainya," beber Virdian.

"Jadi intinya, kita mau coba pakai metode yang lebih soft dengan cara kreatif, dengan harapan disaksikan publik nasional," pungkasnya.

https://bandung.kompas.com/read/2022/09/16/182202378/ketua-bem-unpad-setiap-warga-negara-berhak-marah-atas-kebijakan-pemerintah

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke