Salin Artikel

Cerita Abah Mamad Kehilangan Banyak Hewan Ternak karena PMK, Berharap Bantuan Pemda

BANDUNG, KOMPAS.com - Kondisi Prima sudah meninggalkannya sejak lama. Tubuh yang penuh tenaga pun kini tinggal cerita. Kendati begitu, hari-hari tetap dijalaninya meskipun menua adalah konsekuensi mutlak yang harus diterima.

Dua dekade lebih Abah Mamad mendedikasikan dirinya pada dunia peternakan. Sepanjang itu pula tak ada kata menyerah dalam kamus hidupnya.

Sejak tahun 1993 memulai debutnya sebagai anggota koperasi KPBS Pangalengan, saat itu pula hari-harinya dipenuhi dengan tempaan.

Beternak sapi adalah jantung serta nadinya, belum pernah sedikitpun tangannya menyentuh sesuatu yang lain selain itu.

Tak ayal, badai Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang menyerang hewan ternak beberapa waktu lalu, teramat membekas baginya.

Pria 72 tahun ini adalah satu dari sekian peternak Desa Wanasuka, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat yang kehilangan banyak sapinya pasca-badai PMK melanda.

Kepada Kompas.com, Abah Mamad berbagi kisahnya, bagaimana ia membesarkan sapi-sapinya seperti anaknya sendiri dan mesti merelakan hartanya itu mati diterkam PMK.

"Sejak tahun 1993 jadi anggota koperasi, sejak itu juga hidup saya digantungkan di sini, di dunia peternakan sapi," katanya ditemui, Jumat (23/9/2022).

Dunia peternakan telah memberinya banyak hal, termasuk keluarga. Karena dunia ternak pula, ia bisa menghidupi keluarga kecilnya hingga menyekolahkan anak-anaknya.

Dulu, saat pertama kali menentukan karir di dunia peternakan sapi, Mamad hanya dibekali satu ekor sapi, warisan sang ayah.

Sapi betina yang diwariskan padanya itu, dirawat dengan penuh kasih sayang, agar mampu memproduksi susu lebih dari rata-rata.

"Waktu itu bisa sampai 30 liter lebih tuh satu ekor, paling sedikit 20 liter," ujarnya.

Kendati di Desa Wanasuka hampir semua warganya berprofesi sebagai peternak sapi, tapi hanya sapi milik Abah Mamad yang mampu memproduksi susu mencapai 28 liter hingga 30 liter.

Begitu gemilangnya cara Abah Mamad memperlakukan sapinya, ia menjadi percontohan bagi sebagian warga sekitar.

Produktivitas yang tinggi dari satu ekor sapi pula yang akhirnya membuat Abah Mamad mampu membeli dua ekor sapi baru.

"Memang belum ada sampai 30 liter lebih, tapi saya sampai tuh di angka 30 liter, alhamdulillah itu bikin saya mampu beli lagi, ya tambahan buat sekolahin anak jadi waktu itu punya 3 ekor sapi," jelasnya.

Pun dengan sang istri yang juga memiliki 3 ekor sapi pribadi. Total ada 7 sapi yang dimiliki keluarga Abah Mamad, 5 ekor jenis sapi perah, 1 ekor sapi pedet, dan 1 ekor jenis sapi potong.

Ia sengaja, membeli satu ekor sapi jenis potong, lantaran ada keinginan untuk melebarkan sayap ke dunia sapi potong dengan pasar tahunan yakni Idul Adha.

Ketujuh sapi itu, ia besarkan seperti anaknya sendiri. Kasih sayang yang sama antara sapi satu dengan yang lainnya menjadi kunci, bagaimana reproduksi susu yang dihasilkan terus membaik kualitasnya.

"Ya memang harus diperlakukan kaya gitu, supaya apa supaya kualitasnya tetap baik," beber dia.

Demi produktivitas yang tinggi serta kualitas yang baik pula, Abah Mamad rela memberikan waktu lebih untuk ketujuh sapinya.

Rumput yang menjadi pakan utama, harus diambil sepagi mungkin agar kesegarannya masih tetap terjaga.

Pun dengan pemberian pelet serta vitamin, jam-jam terbaik tidak pernah luput dari pandangannya.

"Kalau mau hasil yang maksimal ya kita juga harus total ngasih yang terbaik sama si sapinya," jelas dia.

Sekali lagi kegemilangannya mengurus sapi-sapi miliknya, mengantarkannya menjadi Ketua Peternak.

Di Desa Wanasuka terdapat empat kelompok peternak anggota KPBS. Maman masuk sebagai kelompok Wanasuka IV.

Ada sekitar 35 peternak yang mengurus 95 ekor sapi perah, 32 ekor pejantan, dan 29 pedet atau anak sapi.

Rata-rata peternak di Desa Wanasuka bukan peternak gedean, biasanya satu peternak hanya memiliki empat ekor paling mentok enam ekor sapi. Mereka masih kerabat keluarga. Kebanyakan, menggantungkan hidupnya hanya dari memerah sapi.

"Kalau ada anak sapi yang siap beranak, pasti dikasih ke anak-anaknya atau ke cucunya, tutur dia.

Kehilangan 6 sapi karena PMK

Awal Juli 2022, menjadi mimpi buruk bagi warga Desa Wanasuka, tak terkecuali Abah Mamad. PMK menyerang hewan ternak tanpa terkecuali.

Satu per satu sapi perah milik para peternak Desa Wanasuka yang disimpan di kandang, tepatnya di cekungan lembah belakang pemukiman, tumbang satu demi satu.

Kepanikan serta kegamangan menjadi warna yang harus dilalui setiap hari okeh wara, pun dengan Abah Mamad.

Tak main-main, Abah Mamad yang membesarkan sapi-sapinya seperti anaknya sendiri itu, kehilangan 6 ekor sapi.

"Udah habis, PMK gak nunggu waktu lama, gak ngasih dia, habis semua," beber dia.

Abah Mamad bercerita, usai mengambil rumput segar pada subuh awal Juli, ia langsung menuju kandang.

Begitu sampai di salah satu kandang sapi perahnya, ia melihat sapinya bergelagat aneh. Kakinya tak betah diam, terus berupaya jinjit dan menendang-nendang.

Kemudian, di bagian hidung da mulutnya, seperti keluar lendir dengan jumlah yang tak biasa.

Ia tak enak hati melihat kondisi sapinya yang seperti itu, Abah Mamad langsung memanggil mantri (dokter panggilan) untuk mengecek kondisi sapinya.

"Saya juga bertanya-tanya dalam hati, apa ini PMK, ternyata hasilnya betul, sapi saya kena PMK," kata dia.

Dugaannya tak salah, sapi milik Abah Mamad menjadi salah satu sapi yang positif PMK. Ia sekaligus menjadi korban pertama, peternak yang terdampak pertama sampai jadi orang pertama yang kehilangan banyak sapi di Desa Wanasuka.

Jika dihitung harga sapi dengan nilai tahun terbaru, dari enam ekor sapi yang dimilikinya, ia kehilangan hampir Rp 105 juta.

Maman kini gamang melihat ke depan, dampak PMK jelas dirasakan olehnya. Sumber penghasilan terancam raib, tak ada sampingan, sementara sekian utang diakui masih tercecer di sana-sini.

"Sekarang mah tinggal sedihnya, dari koperasi baru ngasih bantuan DKT sebesar Rp 10 juta. Saya prihatin karena saya masih punya hutang ke koperasi," jelasnya.

Produktivitas Susu Turun Drastis

Kendati badai PMK sudah dilalui, dan kini keadaan berangsur normal. pukulan keras PMK untuk peternak sapi perah adalah anjloknya produksi susu.

Menurutnya, kala normal produksi susu untuk KPBS Pangalengan bisa mencapai 100 ton dalam sehari. Berbeda saat PMK, produksinya bisa anjlok 30-50 persen.

Dulu, sapi-sapi di Desa Wanasuka, bisa menghasilkan 30 liter susu dalam sehari, dengan dua kali perahan pagi dan sore.

"Sekarang, jadi hanya 6-8 liter saja. Ya kalau dibilang putus asa ya sudah putus asa, tapi kan harus terus bergerak," kata dia.

Tak hanya itu, ada pula sapi yang dulunya mampu mereproduksi 15 liter susu per hari. Semenjak sakit, seekor sapinya bahkan tak mampu memproduksi susu sama sekali.

Lebih mengenaskan lagi, lanjut Abah Mamad, ada salah seekor sapi milik jajaran pemerintahan setempat yang hanya mampu memproduksi 2 gelas susu dalam sehari.

Meski tidak semua kondisi kekeringan pasca-PMK ini dirasakan para peternak Desa Wanasuka, namun penurunan drastis menjadi persoalan terbaru usai PMK.

Secara fisik, sapi-sapi yang tersisa sudah cukup sehat, akan tetapi para peternak masih belum mengetahui mengapa produktivitasnya bisa menurun drastis.

"Sampai sekarang masih belum ditemukan apa persoalannya, apakah sapinya stres, atau memang seperti ini setelah sakit," paparnya.

Bagi mereka, ketika sapi mati dan perahan susu menjadi kerontang, maka yang terancam adalah kehidupan mereka.

Abah Mamad mengaku, saat ini ia hanya mengandalkan pemberian dari sang anak. Pasalnya satu ekor sapi yang selamat dari wabah PMK masih berstatus pedet (anak sapi perah).

"Sekarang saya bersandar dari anak, terus terang saya gak ada pemasukan apa-apa, menurun drastis," ungkapnya.

Uluran tangan pemerintah daerah (Pemda) Kabupaten Bandung menjadi solusi konkret mengatasi persoalan yang saat ini dihadapi peternak.

"Belum ada respons apa pun dari pemerintah terkait bantuan untuk peternak. Baru pengambilan persyaratan sudah di bulan Agustus, sudah 28 orang, tapi sampai sekarang belum ada tuh bantuan," tutur dia.

Kini lelaki tua renta itu hanya memiliki satu ekor sapi, usianya masih belum bisa menghasilkan susu dengan kuantitas dan kualitas terbaik.

Kendati bala bantuan masih belum ada, sekali lagi, menyerah bukan pilihan baginya. Ia mesti kembali harus memperlakukan satu-satunya sapi yang selamat layaknya anak.

Usia senja harus dikesampingkan terlebih dahulu. Entah sampai kapan Abah Mamad harus terus menyulam kehidupannya di kandang.

Bersama keluarga kecilnya, ia tak berhenti berharap semoga ada solusi dari pemangku kebijakan, bagi mereka yang menyandarkan hidup pada hasil susu perahan.

https://bandung.kompas.com/read/2022/09/23/130035478/cerita-abah-mamad-kehilangan-banyak-hewan-ternak-karena-pmk-berharap-bantuan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke