Salin Artikel

Jelang Hari Tani Nasional, Petani Sayur di Pangalengan Dicekik Tingginya Harga Pupuk hingga Ancaman Investor Wisata

BANDUNG, KOMPAS.com - Setiap 24 September, Indonesia memperingati Hari Tani Nasional. Seperti dikutip dari laman Kemdikbud, Hari Tani Nasional merupakan pengingat sejarah perjuangan golongan petani hingga pembebasan mereka dari kesengsaraan.

Ironisnya, banyak petani yang belum merasakan benar-benar bebas dari kesengsaran. Seperti petani sayur di Pangalengan, Kabupaten Bandung.

Saat Kompas.com menemui para petani di Pangalengan, mereka banyak mencurahkan uneg-uneg soal nasib yang kian tercekik. Mulai dari stigma profesi rendahan, kebijakan pemerintah yang tak berpihak, subsidi pupuk yang seperti angin lalu, hingga krisis lahan yang menyempit akibat industri dan bencana alam.

Belum lagi, baru-baru ini pemerintah pusat menaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang membuat petani sayur ikut terdampak.

Salah satunya Risa Permana. Dia bercerita, sudah 20 hari bertani tomat dengan harga kebutuhan tanaman yang melejit, imbas dari kenaikan harga BBM.

Lahan miliknya di Kampung Babakan Kiara, Desa Margamekar, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat sudah ditanami tomat sejak lama. Ini merupakan satu-satunya sumber penghidupannya.

Bagi Risa, tomat bukan sekadar sayuran. Ada perjuangan yang harus dibayar mahal demi menembus pasar.

"Belum ada sumber yang lain. Semua masih satu sumber, ya ini tomat. Mati-matian saya untuk ini," katanya ditemui, Jumat (23/9/2022).

Risa berkata, tak banyak yang bisa diperbuat setelah harga BBM naik. Dia hanya menunggu keadilan yang bisa diperjuangkan para wakil rakyat.

Alih-alih mendapat angin segar, Risa dan petani lain dihadapkan dengan kenaikan harga pupuk kandang bersubsidi. Pupuk kandang yang awalnya Rp 8.000 per karung, kini menjadi Rp 12.000 per karung.

"Kenaikannya hampir 50 persen, itu untuk pupuk, belum yang lainnya. Kita dibuat pusing. Sebetulnya pupuk kimia subsidi masih ada, cuma nggak nyampe ke sini, biasanya semua toko juga ada," kata Risa.

Namun sepekan setelah harga BBM naik, pupuk subsidi sangat sulit dijumpai hingga sekarang.

Kondisi ini membuatnya jengkel dengan kebijakan pemerintah. Ia merasa pemerintah seperti memaksa petani untuk beralih menggunakan pupuk kimia dengan harga selangit.

Sebelum BBM naik, harga pupuk non subsidi Rp 500 ribu per karung, tetapi kini menjadi Rp 1 juta per karung.

"Sekali lagi, kalau pun mahal kita juga pasti memaksakan beli, itu pun kalau barangnya ada, jadi sekarang itu agak susah itu barang (pupuk)," jelasnya.

Pria berusia 39 tahun ini mengaku, para petani sayur diharuskan memproduksi produk yang berkualitas. Namun, di sisi yang lain, setiap kebijakan yang dilahirkan, tak satupun berpihak pada masa depan petani.

"Tetap memaksakan kebutuhan, meskipun mahal tetap beli aja, jadi apa dampaknya kita dipaksa terus bertahan dalam keadaan apapun juga," bebernya.

Dalam beberapa hari, hujan dengan intensitas tinggi kerap melanda wilayahnya, kemudian keesokannya bisa tak terjadi hujan sama sekali.

Kondisi ini, diakui Risa, sangat memberatkan. Selain dijepit oleh kenaikan harga BBM, kondisi alam yang tak menentu membuat gagal panen kerap menjadi momok yang menakutkan.

"Tiap musim beda-beda, khusus tomat bisa jadi hari ini hasil panen 6 ton besok lusa bisa hanya 3 ton, tapi modalnya sama," terangnya.

Terkait kondisi alam, Risa dan petani sayuran yang lain tidak bisa berbuat banyak.

Ia hanya bisa berharap, agar alam selalu mendukung dan berpihak pada proses yang sedang dilakukan para petani.

"Ya gak bisa ngapa-ngapain, kalau udah kacau musim, hari ini hujan besok enggak udah pasti yang busuk itu lumayan," tambahnya.

Saat ini, harga tomat di kalangan petani, sedang dalam posisi stagnan, yakni Rp 3.000 sampai Rp 3.500 per kilogram.

Harga tersebut, sudah dikatakan lumayan, tidak begitu anjlok. Namun, tetap saja tidak aman untuknya yang harus memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Biaya, sayuran tomat per pohonnya, kata Risa, mencapai Rp 4.000 hingga masa panen paling cepat 5 hari, paling lambat satu minggu.

Angka tersebut jelas tak berimbang dengan harga yang diminta pasar. Belum lagi, lanjut dia, biaya transportasi ke Jakarta yang awalnya Rp 1,2 juta sekarang menginjak Rp 1,5 juta.

"Kalau segitu aman untuk sampai pasar Keramatjati Jakarta, tapi tidak aman untuk perbekalan ke rumah, saya hanya berupaya supaya prosesnya terus berjalan. kalau mau aman ya diharga Rp 5.000 perkilogram," ungkapnya.

Krisis Lahan Terancam Investor Wisata

Tak hanya diberatkan dengan biaya untuk menghasilkan kualitas tomat yang baik. Risa juga dibingungkan dengan makin mengecilnya lahan garapan para petani sayur.

Saat ini, jelas Risa, sudah terbilang sedikit petani yang memiliki lahan sendiri. Apalagi di Pangalengan yang suasananya masih terjaga, kerap menjadi daya tarik investor wisata.

Kondisi itu, membuat para petani yang sampai saat masih memiliki lahan harus bertahan tak tergoda kilauan rupiah yang ditawarkan para investor.

"Kalau tergiur, kasian juga petani yang lain masa gara-gara satu orang harus menjual lahannya, kita kan ini penghidupan jangka panjang," ungkapnya.

Petani sayuran di Kampung Babakan Kiara, kata dia, sudah berjanji untuk tidak sedikitpun tergoda dengan rayuan investor wisata.

Risa mengatakan, semua sudah menghabiskan separuh hidupnya di dunia pertanian, mahal rasnya jika harus terbeli dengan uang.

"Kami akan pertahankan mati-matian lahan ini, makanya kami di sini sepakat untuk terus hidup dari pertanian," bebernya.

Risa berharap Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Bandung bisa hadir dan memberikan solusi terkait banyaknya persoalan yang dihadapi kalangan petani.

Jika boleh memilih, sambung Risa, ia meminta Pemda memberikan sejumlah lahan bagi para petani sayuran untuk bisa memperluas hasil panen dan produksinya.

"Soal lahan membutuhkan sekali, tapi sampai sekarang itu gak pernah ada bantuan dari pemerintah daerah. Harapannya mah ada bantuan, begitu juga dengan solusi persoalan harga yang saat ini jadi kendala," pungkasnya.

https://bandung.kompas.com/read/2022/09/23/180048078/jelang-hari-tani-nasional-petani-sayur-di-pangalengan-dicekik-tingginya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke