Salin Artikel

Dosen Pertanian Unpad: Harga Jual Sayur di Kabupaten Bandung Anjlok karena Minimnya Pengembangan Manajemen Pertanian

BANDUNG, KOMPAS.com - Kabupaten Bandung merupakan wilayah dengan penghasil beberapa jenis sayuran dan buah-buahan terbesar di Jawa Barat.

Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) komoditas sayuran dan buah semusim merupakan produk unggulan hortikultura dengan produksi 8.017 ribu kuintal. Selanjutnya disusul dengan komoditi buah tahunan sebanyak 812 ribu kuintal.

Kendati memiliki potensi yang tinggi, namun segudang persoalan masih menyelimuti, terlebih terlebih nasib dan kesejahteraan para petaninya.

Beberapa waktu lalu para petani sayuran di Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung mengamuk dan merusak tanamannya sendiri.

Para petani hortikultura itu, diduga kecewa lantaran anjloknya harga jual di tingkat petani. Akibatnya, keuntungan yang ada di depan mata berubah menjadi sesuatu yang menyakitkan bagi petani sayuran dan buah-buahan di Kabupaten Bandung.

Aksi para petani tersebut, sempat terekam dan ramai di sosial media. Tak hanya kecewa lantaran anjloknya harga jual, para petani di Kabupaten Bandung juga mengeluhkan kenaikan sejumlah kebutuhan produksi menyusul kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).

Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran Prof. Dr. Tualar Simarmata mengatakan, apa yang dirasakan oleh para petani holtikultura di Kabupaten Bandung merupakan ciri masih minimnya pengembangan manajemen produksi pertanian.

Menurutnya, pertanian holtikultura merupakan salah satu sektor di bidang pertanian yang harus diberikan perhatian lebih.

Pasalnya, pertanian holtikultura memiliki resiko yang cukup tinggi dan berpengaruh terhadap nilai ekonomis daerah.

"Jadi pertanian hortikultura ini memang masuk kategori resiko tinggi (high risk, high return). Jadi sekalinya untung bisa sangat terasa tapi kalau sedang baik hasil panennya seperti saat ini ya pasti anjlok, yang ada malah buntung," kata dia saat dihubungi, Selasa (27/9/2022).

Taular menjelaskan, faktor cuaca yang tak menentu menyebabkan tingginya hasil panen para petani sayuran.

Ia menyebut, saat ini para petani menghadapi musim kemarau basah, tidak mengalami kemarau yang kering.

Hal itu menyebabkan, hasil panen petani melimpah yang membuat suplai lebih tinggi dengan permintaan pasar.

Melihat kondisi tersebut, ia mempertanyakan langkah-langkah pemerintah daerah (Pemda) Kabupaten Bandung dalam upaya mengkontrol manajemen produksi.

Komunikasi antara Pemda dan kalangan petani, kata dia, mesti dibangun hingga mengerucut, sehingga terbangun skema penyedia jasa dan layanan secara masif.

"Manajemen produksi belum berjalan mengingat situasi alam yang dihadapinya, Pemda harus berstrategi. Misalnya, jika wilayah A menanam kubis, wilayah B harusnya menanam komoditi lain. Agar ketika panen hasilnya tidak melebihi permintaan," tuturnya.

Infrastruktur dari Pemda untuk tanaman holtikultura

Pihaknya juga menyoroti infrastruktur yang disiapkan oleh Pemda. Menurutnya, hasil panen hortikultura yang memiliki karakter mudah rusak, busuk mesti dicarikan solusi.

Salah satunya adalah inovasi teknologi tempat penyimpanan hasil panen. Hal itu perlu dihadirkan oleh pemerintah daerah dibeberapa wilayah kecamatan penghasil sayuran.

"Memang perlu pemerintah memberi bantuan. Juga penguatan kelembagaan di petaninya perlu ditingkatkan lagi. Saya kira termasuk rekayasa sosial bagaimana mengorganisir para petani atau produsen di bidang hortikultura ini bersama-sama dengan stakeholder supaya tata niaganya lebih efisien. Sehingga kalau misalnya harga turun, mereka kan punya fasilitas penyimpanan jadi paling tidak masih bisa aman beberapa waktu," jelasnya.

Ia berharap pemerintah bisa membantu petani dalam menyediakan produk kembangan dari hasil segar. Seperti, produk olahan cabai kemasan baik yang kering hingga yang bubuk. Agar petani tidak hanya mengandalkan penjualan hasil panen segar.

"Selama ini kan umumnya petani kita hanya berhenti pada menjual hasil segar. Masih sangat sedikit yang berfikir sampai produk olahan. Saya rasa itu bisa dibantu juga oleh pemda untuk pelatihan dan pengadaan alat produksinya. Jadi tugas pemerintah selain memfasilitasi juga memperhatikan penguatan manajemennya," ungkapnya.

Sementara, Kepala Dinas Pertanian (Distan) Kabupaten Bandung, Tisna Umaran menyebut pihaknya tengah berupaya mencari solusi atas permasalahan yang dihadapi oleh para petani tersebut.

"Kita sedang carikan solusi, bagaimana agar kejadian serupa tak terjadi," kata dia.

Salah satu yang tengah dirancang adalah rekayasa sosial dan pemangkasan jalur distribusi. Dengan solusi itu, diharapkan petani bisa lebih dekat dengan konsumen.

"Kemarin saya mengecek harga bawang. Di pasar harganya masih lumayan tinggi, mencapai Rp 40.000/kg," tambahnya.

Sementara harga bawang di tingkat petani hanya Rp 17.000/kg, sehingga jika dibandingkan dengan harga tingkat konsumen tersapat selisih sampai Rp 23.000/kg. Hal ini terjadi karena rantai distribusi yang terlalu panjang.

"Kami sedang mengupayakan untuk menyelesaikan masalah ini," kata dia.

https://bandung.kompas.com/read/2022/09/27/124021678/dosen-pertanian-unpad-harga-jual-sayur-di-kabupaten-bandung-anjlok-karena

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke