Salin Artikel

Peserta Petani Milenial: Pak Ridwan Kamil Maaf Saya Bikin Gaduh, Saya Kecewa atas Kinerja Anak Buah Bapak

BANDUNG, KOMPAS.com - Salah satu peserta petani milenial Jawa Barat angkatan pertama, Rizky Anggara (21) menyampaikan keluhannya terkait program tersebut.

Ia pun meminta maaf kepada Ridwan Kamil karena ceritanya telah membuat gaduh. Hal ini dilakukannya karena persoalan ini sudah berlangsung lama dan belum ditindaklanjuti. 

"Pesan untuk pak Ridwan Kamil, saya minta maaf karena sudah bikin gaduh. Tapi saya begini karena kecewa atas kinerja anak buah bapak," ujar Rizky saat dihubungi melalui saluran telepon, Kamis (2/2/2023) 

"Kami mohon tindak lanjut kasus kami, karena hingga saat ini belum dihubungi pemprov Jabar. Kami menuntut Pemprov Jabar minta maaf kepada kami, karena sejak awal kami sedang berhutang dan ditinggalkan,"  tambah Rizky.

Kronologi Kejadian

Rizky pun menceritakan kisahnya. Pemuda asal Lembang, Kabupaten Bandung Barat ini bergabung dengan program Petani Milenial Juli 2021 menjadi angkatan pertama bersama 19 rekan lainnya.

Mereka dibina di bawah naungan Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura (TPH) Jawa Barat.

Dinas TPH juga menunjuk beberapa perusahaan sebagai offtaker dan avalis.

Ia menceritakan, kejanggalan mulai terendus sejak awal program dimulai. Pada Juli 2021, ia mengikuti agenda penandatanganan kerja sama (PKS) dengan perusahaan offtaker.

"Kejanggalan dari pertama launching kita disuruh tanda tangan PKS. Tapi kita sendiri gak tahu isi PKS itu. Jadi kita bikin agenda bedah isi PKS itu bersama perusahaan offtaker. Namanya yang punya perusahaan pasti bisa jawab semua pertanyaan dan bodohnya kami percaya saja," kata Rizky saat dihubungi via telepon seluler, Kamis (2/2/2023).

Masalah pertama muncul ketika jumlah indukan tanaman yang dijanjikan tak sesuai perjanjian serta waktu pengiriman yang molor.

"Harusnya indukan tanaman yang diberikan 300 per orang tapi ini kurang dan baru diberikan pada bulan November. Artinya kami kehilangan satu siklus panen," kata Rizky.

Lalu, masalah dari sektor permodalan pun mencuat. Tiap peserta diberi akses Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari Bank BJB sebesar Rp 50 juta per orang.

Namun, dana tersebut tak bisa diserap secara tunai oleh petani. Dana pinjaman justru masuk dan dikelola oleh perusahaan offtaker.

"Jadi untuk keuangan, waktu Agustus 2021 dana cair masuk ke rekening bjb kami lalu dipindahbukukan ke rekening (perusahaan offtaker) Rp 50 juta per orang. Jadi kita gak pegang uang tapi dalam bentuk barang seperti indukan tanaman dan barang lain," paparnya.

Setelah menempuh proses yang melelahkan, Rizky dan rekan-rekannya akhirnya bisa menuai hasil panen pertama pada Desember 2021.

Karena hasil panen sedikit, proses bagi hasil tak dilakukan. Pada Januari 2022, perusahaan offatker sempat memberikan uang apresiasi kepada Rizky sebesar Rp 2,5 juta.

"Dan hasilnya pun sangat kecil hanya 1.046 tanaman yang mampu kita panen karena masih banyak tanaman dalam masa pemulihan," ujarnya.

Pada Maret 2022, jumlah hasil panen naik menjadi 5.540 tanaman. Tiap tanaman djiual seharga Rp 50.000.

Artinya pada saat itu, Rizky bisa mengumpulkan Rp 277 juta dari hasil panennya. Namun, keuntungan dari hasil panen tersebut tak kunjung ia terima.

Pada April 2022, Rizky kembali mendapat hasil panen dari tanaman yang sebelumnya melalui masa pemulihan dengan nilai penjualan sebesar Rp 373 juta.

"Juli 2022, kami melaksanakan panen yang keempat dan ini merupakan puncak sebelum masa kontrak habis di tanggal 28 Juli," tuturnya.

Pada Juli 2022 atau masa evaluasi program, Rizky sempat mengajukan perpanjangan kontrak dengan alasan kehilangan satu siklus panen karena keterlambatan pengiriman indukan serta kualitas indukan yang buruk.

Namun, pengajuan itu ditolak offtaker dan Pemprov Jabar sama sekali tak memberi pembelaan atau solusi.

"Jadi kalau disebut dijebak, ya kami merasa terjebak," kata dia.

Pemprov Jabar, kata Rizky, sempat akan membeli sisa tanaman hiasnya lewat APBD perubahan. Namun, niatan itu terganjal aturan.

Bahkan, para ASN Pemprov Jabar akhirnya urunan membeli sisa tanaman lewat uang pribadi. Namun, jumlah tanaman yang dibeli hanya 30 persen dari 6.000 tanaman yang tersisa.

Pada November 2022, Rizky dikejutkan dengan adanya surat peringatan 2 (SP 2) dari bank bjb. Pihak bank bahkan sempat mendatangi kediaman salah seorang rekan Rizky.

"Padahal SP 1 pun kami tidak tahu," katanya.

Intinya, kata Rizky, ia masih terjerat utang bank serta hasil keuntungan pun tak bisa ia dapatkan.

Persoalan keuangan itu dipicu pihak offtaker yang tak mampu membayar hasil panen para petani.

Salah satu perusahaan offtaker pun selaku perwakilan Pemprov sempat membawa pengacara untuk menyelesaikan masalah tersebut, namun perannya masih dianggap tak maksimal.

"Ternyata dari offtaker belum bisa membayar hasil panen kami. Nominal hasil panen, empat kali panen sekitar Rp 1,35 miliar sesuai harga yang disepakati," paparnya.

Rizky mengaku sangat kecewa dengan program tersebut. Ia meyakini, persoalan tersebut terjadi di seluruh sektor lain dalam program Petani Milenial.

Ironisnya, ia sempat didatangi oleh tim dari Pemprov Jabar yang memintanya memberikan testimoni positif soal program tersebut.

"Terkait kinerja juga kita selalu disetir oleh Pemprov. Semisal ada media yang datang atau humas salah satu instansi, kita selalu diminta testimoni berdasarkan briefing-an mereka bukan dari hati kami," tuturnya.

Kompas.com mencoba mengkonfirmasi ke Biro Ekonomi Pemerintah Provinsi Jabar dan Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Jabar, namun mereka belum bersedia berbicara.

"Nanti akan ada preskon," tutur Kepala Dinas PTH, Dadan Hidayat.

(Kompas.com/Dendi Ramdhani)

https://bandung.kompas.com/read/2023/02/02/132723178/peserta-petani-milenial-pak-ridwan-kamil-maaf-saya-bikin-gaduh-saya-kecewa

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke