Salin Artikel

Bertahun-tahun Warga Kecamatan Rancaekek Bandung Konsumsi Air Tanah Kotor

Air tanah yang disedot menggunakan pompa jet itu kuning kecoklatan serta bercampur tanah.

Agar bisa mengkonsumsi air tanah yang kotor itu, Ahyar harus mengakali dan mensiasati ketika sedang menyedot air.

"Saya pindah ke sini tahun 2005 kondisinya sudah gini, tapi dulu mah enggak terlalu parah seperti sekarang," katanya ditemui, Minggu (5/2/2023).

Rata-rata, kata dia, warga mesti menyaring air atau mengendapkan campuran tanah. Caranya, mendiamkan air itu dalam ember selama beberapa hari.

Tidak sedikit juga warga yang menggunakan zat kimia agar air tanah tersebut bisa kembali bening.

"Berbagai cara lah, kalau saya disaring dulu, diendapkan, makanya banyak wadah (tempat) yang saya siapkan untuk proses itu," ujarnya.

Tidak hanya air tanah yang ditarik menggunakan mesin pompa jet saja yang kondisinya seperti itu.

Ahyar menyebutkan, kualitas air sumur pun sama. Bahkan warga yang masih memiliki sumur di wilayahnya mengeluhkan kualitas airnya kuning dan sedikit mengeluarkan bau.

"Kalau di tetangga yang pakai sumur kadang ada baunya, makanya enggak kepake sama sekali, akhirnya dia juga minta ke yang lain dengan kualitas air yang serupa tapi enggak berbau," kata Ahyar.

Sejak mengetahui, kualitas air di tempat tinggalnya tidak layak, Ahyar terpaksa harus merogoh kocek lebih untuk membeli air bersih untuk bisa dikonsumsi terutama minum dan mencuci pakaian.

Dalam satu minggu, ia bisa membeli air bersih sebanyak dua atau tiga kali, tergantung kebutuhan.

"Kalau minum saya beli air bersih, 500 liter itu Rp 65.000 jadi di masukin ke penampungan berupa toren, itu saya pakai buat minum atau nyuci pakaian," tuturnya.


Ia mengungkapkan, kondisi seperti ini sudah ia rasakan bertahun-tahun. Baginya yang hanya buruh pabrik, ia tak punya pilihan lain selain mensiasati kondisi tersebut.

"Gimana lagi, saya orang pas-pasan, mau pindah juga enggak ada uang. Ini aja untuk dapet rumah ini mati-matian dulu," kata dia.

Hal senada dikatakan Ade Parman (50) yang juga warga Kecamatan Rancaekek. Dia mengaku tak bisa mengandalkan air tanah karena bau dan kotor.

"Kalau pakai air tanah, keluarnya kuning, bau, kotor. Tangan dan baju kita juga bisa kuning," kata Ade.

Ade merasa, memiliki pompa penyedot air di wilayahnya merupakan hal yang sia-sia. Meski warga sudah menyedot dengan pompa air, tetap saja air tersebut tak bisa dimanfaatkan dengan maksimal.

"Saya masih bersyukur air ada, maksudnya enggak kekeringan, cuma kualitasnya enggak layak, jadi yang kami keluhkan bukan soal ada atau tidaknya air tapi kualitasnya," jelas dia.

Berbeda dengan Ahyar, Ade terpaksa harus membeli air untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan harga Rp 2.000-2.500 per dirigen.

"Ya memang jelek airnya, enggak bisa dipake apa-apa. Emang dari dulu kondisinya kayanya gini, mau gimana lagi," kata Ade.

Ade mengatakan terpaksa membeli air bersih dengan dirigen untuk mencuci pakaian dan serta dikonsumsi untuk air minum.

"Kalau air tanah itu dipakai nyuci ya nanti ke pakaiannya kuning-kuning, udah pernah nyoba, apalagi dipakai minum bahaya, jadi yang nambah lagi pengeluaran beli air bersih," ungkapnya.

https://bandung.kompas.com/read/2023/02/06/140219778/bertahun-tahun-warga-kecamatan-rancaekek-bandung-konsumsi-air-tanah-kotor

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke