KOMPAS.com - Pada tahun 2013, Hayu Ari Setyaningtyas perempuan kelahiran Surabaya terdiagnosa HIV.
Ia terjangkit dari suaminya seorang atltet golf. Beberapa tahun sebelum divonis HIV AIDS, sang suami pernah kecelakaan dan mendapat transfusi darah.
Diduga sang suami tertular dari transfusi darah.
Perempuan yang akrab dipanggil Arini itu bercerita bahwa suaminya adalah orang yang baik dan tidak dekat dengan kelompok berisiko HIV.
Satu bulan setelah divonis terjangkit HIV, tepatnya 23 September 2019, sang suami meninggal dunia dan mewariskan utang biaya perawatan senilai Rp 250 juta.
"Saat itu, saya tidak ada waktu untuk sedih, down, terpuruk. Saya blank. Saat itu saya hanya memikirkan suami saya yang perlu biaya dan perawatan," tutur perempuan kelahiran Surabaya, 11 November 1970 itu.
Baca juga: Kisah Arini, Penderita HIV yang Bangkit Usai Terusir dari Keluarga...
Arini pun bekerja keras untuk menutupi utang yang berhasil ia lunasi selama 2 tahun. Bukan hanya itu, Arini pun mempelajari virus HIV/AIDS dari dunia maya dan komunitas.
Ia kemudian menikah lagi dengan pria berkebangsaan Belanda yang negatif HIV dan ia terus mengonsumsi ARV agar tidak menularkan HIV kepada pasangannya.
Bahkan ia bercerita dengan mengonsumsi ARV secara rutin, ia bisa berhubungan seks dengan aman dan tidak menggunakan pengaman.
Karena faktor usia, Arini dan suaminya sepakat untuk tidak memiliki anak dan sepat untuk mengjadi orangtua angkat untuk anak-anak terlantar.
"Sejak tiga tahun sebelum menikah (dengan warga Belanda), saya undetected viral load," tutur lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Wijaya Kusuma (UWK) Surabaya itu.
Baca juga: Tren Kasus HIV/AIDS Meningkat, Didominasi Seks Antar-lelaki
Ia dan anaknya tidak lagi konsumsi makanan yang mengandung gluten dan banyak konsumsi sayur serta buah.
Sebelum divonis HIV, Arini adalah seorang survivor kanker.