Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

“Bukan HIV yang Membunuh, Tapi Stigma” (1)

Kompas.com - 05/11/2018, 09:33 WIB
Reni Susanti,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

BANDUNG, KOMPAS.com – Puluhan orang terlihat sibuk di Gedung Serba Guna RW 09, Kelurahan Braga, Kecamatan Sumur Bandung, Kota Bandung.

Di antara orang-orang tersebut, terlihat At (35). Dengan lembaran kertas di tangan, dia mengobrol bersama seorang ibu yang duduk di hadapannya.

At kemudian menuliskan identitas ibu tersebut dan menjelaskan sekilas tentang tes HIV/AIDS. Tiga jam berlalu, acara VCT Mobile Puskesmas Tamblong pun usai.

“Ini salah satu kerjaan saya teh,” ujar At kepada Kompas.com, belum lama ini.

Sejak memutuskan menjadi relawan 2013 lalu, At fokus melakukan pendampingan pada komunitas gay. Salah satunya, meyakinkan mereka untuk tes HIV.

Jika dihitung, sampai akhir Oktober 2018, sudah 400an orang yang ia ajak tes HIV. Dari jumlah itu, sebagiannya dinyatakan positif HIV.

Baca juga: HIV/AIDS Bukan Akhir dari Segalanya, Tesa Sudah Membuktikannya

“Saya pegang komunitas gay. Gampang-gampang susah ngajak mereka tes HIV. Ada yang cukup 1-2 kali diajak, mau tes. Itu karena biasanya mereka sadar mereka populasi kunci (berisiko tinggi tertular HIV) dan ingin hidup sehat. Tapi ada juga yang dua tahun diajakin, baru mau dites,” tuturnya.

Meski kadang sulit mengajak tes, ia tidak menyerah. Ia tidak ingin teman-temannya meninggal sia-sia. Sebab HIV bukan akhir segalanya. Pengidap HIV berpotensi hidup dengan baik, salah satunya dengan mengonsumsi ARV.

“Teman saya minum ARV (obat HIV) lebih dari 20 tahun. Dia sehat, bugar, bekerja seperti biasa dan membantu perekonomian keluarganya,” ungkapnya.

Sedangkan temannya yang berhenti meminum ARV, dua tahun kemudian kritis dan meninggal.

Biasanya kasus tersebut ia jadikan penyemangat bagi Odha (orang yang hidup dengan Aids) untuk disiplin meminum ARV dan mengajak komunitasnya tes HIV.

Stigma

At mengisahkan, bagi populasi kunci atau orang yang berisiko tinggi tertular HIV seperti gay, mengikuti tes HIV bukan perkara mudah.

Sebab jika dinyatakan positif, ia harus siap menghadapi banyak hal. Mulai dari mengonsumsi ARV seumur hidup hingga stigma.

“Jadi gay saja sudah mendapat stigma, ditambah lagi dengan HIV positif, stigma yang diterima makin besar,” ungkapnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com