KOMPAS.com - Ribuan bangunan permanen dan semi permanen milik warga di sepanjang jalur kereta api Cibatu-Garut dibongkar. PT KAI mengaku telah memberikan biaya bongkar yang sepantasnya dan manusiawi.
Setelah bersih dari bangunan, PT KAI akan segera menghidupkan kembali jalur kereta Cibatu-Garut yang telah "tertidur" sejak 1983.
Banyak pihak meyakini proyek tersebut akan membawa dampak positif bagi warga sekitar, khususnya PT KAI.
Namun faktanya, sejumlah warga kebingungan mencari rumah baru usai tempat tinggalnya dibongkar. Sebagian warga juga mengeluhkan proyek tersebut mengancam jalan kampung warga.
Berikut ini sejumlah fakta yang terungkap:
Sebanyak 1.077 bangunan permanen dan semi permanen jalur kereta Cibatu-Garut dibongkar.
PT KAI memberikan biaya pembongkaran Rp 250.000 per meter untuk bangunan permanen, dan Rp 200.000 untuk bangunan semi permanen.
“Nilai (uang bongkar) untuk reaktivasi ini sebesar Rp 15 miliar. Nilai bongkar tiap bangunan berbeda tergantung luas dan jenis bangunan,” kata Direktur PT KAI, Edi Sukmoro.
Edi menjelaskan, reaktivasi mengutamakan dialog ke masyarakat terdampak. Meski warga sudah menempati tanah milik PT KAI, pihaknya tetap berterima kasih. Sebab warga sudah menjaga jalur yang mati.
Setelah reaktivasi jalur selesai, ia berencana ada program pemberdayaan UMKM. Apalagi reaktivasi jalur ini akan membawa dampak positif bagi warga Garut.
Baca Juga: PKB: Reaktivasi 4 Jalur Kereta, Terobosan Baru bagi Jawa Barat
Menurut PT KAI, tidak mungkin untuk membuat jalur baru. Satu-satunya jalan adalah reaktivasi jalur lama. Seperti diketahui, jalur tersebut dioperasikan terakhir kali tahun 1983 dan nantinya akan terkoneksi ke Jakarta
“Kita tetap menggunakan jalur lama, karena kalau jalur baru harus ada pembebasan lahan,” kata Joni Martinus, Manajer Humas PT KAI Daerah Operasional 2 Bandung.
Selain itu, di jalur lama, beberapa bangunan masih bisa digunakan. Seperti Stasiun Garut, Wanaraja, dan Stasiun Pasir Jengkol.