KOMPAS.com - Anggota DPR RI Dedi Mulyadi mengusulkan agar Perusahaan Listrik Negara (PLN) untuk membuat rincian penggunaan listrik pelanggannya setiap bulan. Hal itu demi mencegah prasangka yang buruk terhadap perusahaan milik negara itu.
"Saya usulkan itu agar tidak terjadi prasangka yang buruk pada PLN," kata Dedi kepada Kompas.com melalui sambungan telepon, Senin (15/6/2020).
Baca juga: Anggota Komisi VI: PLN Kurang Sosialisasi soal Tagihan Listrik, Masyarakat Jadi Kaget
Dedi mengatakan, rincian penggunaan listrik bisa dilaporkan dengan beberapa cara, mulai dari laporan tertulis yang dikirim via pos, email atau juga melalui SMS. Misalnya, kalau melalui SMS, PLN setiap bulan mengirimkan rincian penggunaan listrik ke nomor ponsel pemilik rumah.
"Sudah saatnya PLN transparan dalam hal penggunaan listrik pelanggannya. PLN harus mulai melaporkan rincian tagihan listrik itu seperti telepon pasca-bayar. Ada rincian penggunaannya," kata wakil ketua Komisi IV ini.
Dedi mengatakan, saat ini bermunculan berbagai keluhan tentang tagihan listrik yang mengalami kenaikan cukup signifikan, dari mulai selebriti maupun masyarakat umum, baik yang mengunggah di media sosial maupun tidak.
"Karena PLN memiliki fungsi pelayanan dan kepuasan pelanggan menjadi pilar utama, maka PLN harus memberi penjelasan kepada masyarakat kenapa ada keluhan tagihan listrik," katanya.
Menurutnya, PLN bisa mendatangi pelanggan yang mengeluh tagihan listrik membengkak. Di sana, ia bisa melakukan pemeriksaan forensik terkait pemakaian listrik pelanggan, sehingga bisa jelas berapa watt yang digunakan dan kemudian dikonversi dalam bentuk besaran biaya tagihan.
"Misalnya di rumah artis A, habis sekian belas juta rupiah. Kemudian PLN melakukan audit forensik saja di rumah itu. Kan bisa dilihat apa saja yang digunakan dan habis berapa watt dalam sebulan," katanya.
Baca juga: Ketua MPR Minta PLN Transparan Soal Data Pemakaian Listrik
Menurut Dedi, suda saatnya PLN bersikap transparan dalam hal tigan listrik. Semua keluhan tentang tagihan bisa dijelaskan dengan berbasis data. Penjelasannya bisa melalui media sosial.
"Sekarang sudah abad transparasi, berikan penjelasan secara teknis. Tidak lagi masuk ke wilayah politis," kata mantan bupati Purwakarta itu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.