BANDUNG, KOMPAS.com – Pandemi Covid-19 berdampak pada peningkatan kasus pernikahan anak di Indonesia.
“Tingginya angka perkawinan anak disebabkan meningkatnya angka putus sekolah,” ujar pendiri dan peneliti Yayasan Kesehatan Perempuan (YKP) Atashendartini Habsjah dalam Peringatan Hari HIV Sedunia yang digelar virtual, Selasa (1/12/2020).
Atashendartini menjelaskan, pada Januari-Juni 2020, Badan Peradilan Agama Indonesia menerima 34.000-an permohonan dispensasi nikah dari pasangan calon mempelai yang belum berusia 19 tahun.
Komisioner KPAI pun menemukan anak-anak yang putus sekolah selama pandemi Covid-19 di banyak wilayah seperti Kabupaten Wonogiri, Jepara, Bandung, Kota Bengkulu, Lombok Utara, Lombok Timur, dan Bima.
“Di masa pandemi, nasib perempuan dan anak perempuan dipertaruhkan,” tutur dia.
Baca juga: Angka Pernikahan Anak di Jateng Naik Jadi 8.338 Kasus
Sementara itu, Konselor Kesehatan Produksi KTP PKBI & LBH APIK Yogyakarta, Budi Wahyuni mengungkapkan, maraknya pernikahan anak tidak bisa dianggap sederhana.
“Karena artinya, estafet ketidaksiapan tubuh perempuan telah dimulai,” ucap dia.
Maraknya pernikahan anak, sambung Budi, adalah gambaran dari pelanggaran Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR). Khususnya hak informasi tentang kesehatan reproduksi dan seksualitas yang seringkali terlanggar.
Dewi mengungkapkan, banyak mitos terkait seksualitas dan kesehatan reproduksi yang lebih dipercaya dibanding pengetahuan yang sesungguhnya.
“Bingkai budaya patriarkhi yang menjadi akar terbangunnya relasi kuasa yang timpang, seolah melengkapi nasib perempuan dalam kehidupannya,” tutur dia.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan