Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ahli ITB Jelaskan 3 Proses Utama Meletusnya Gunung Api, Ada Pengaruh Gerhana Matahari dan Bulan

Kompas.com - 22/01/2021, 12:01 WIB
Agie Permadi,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

BANDUNG, KOMPAS.com - Vulkanologi dari Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian ITB, Dr. Eng. Mirzam Abdurrachman menjelaskan proses meletusnya gunung api.

Seperti diketahui di awal tahun ini sejumlah Gunung api di Indonesia mengalami kenaikan vulkanik, seperti Gunung Merapi, Gunung Semeru, Gunung Sinabung, dan lain-lain.

Mirzam mengatakan ada tiga faktor utama mengapa gunung api bisa meletus, yakni karena kondisi di bawah dapur magma, kondisi di dalam dapur magma, dan kondisi di atas dapur magma atau permukaan gunung.

“Jadi pada prinsipnya gunung api meletus itu terjadi karena ada ketidakstabilan di dalam dapur magma. Karena ketidakstabilan tersebut kemudian dikonversikan menjadi letusan,” ujar Mirzam dalam keterangannya, Jumat (22/1/2021).

Baca juga: Gunung Semeru Meletus Keluarkan Awan Panas dan Guguran Lava, Mengarah ke Lumajang

Kondisi dapur magma

Dijelaskan, faktor kondisi bawah dapur magma ini berkaitan dengan adanya pasokan (supply) magma baru. Proses tersebut berkaitan dengan proses geologi dimana subduksi, palung adanya pemekaran lantai samudra, dan terdapat titik panas.

Menurut Mirzan, selama proses tektonik tersebut bekerja maka proses pembentukan pasokan magma baru akan terjadi. Faktor ini sifatnya siklus yang bisa dipelajari, ada rentang waktunya, dan volumenya relatif sama.

“Akibatnya ketika magma baru itu terbentuk dia bergabung dengan magma yang sudah ada di dalam dapur magma. Nah ketika terjadi kelebihan volume maka kelebihannya itu harus dikeluarkan sehingga terjadilah erupsi,” ungkapnya.

Baca juga: Hari Ini, Gunung Ile Lewotolok di Lembata Meletus Sebanyak 5 Kali

Untuk proses yang terjadi di dalam dapur magma, kata Mirzam, hal ini berkaitan dengan jumlah magma yang terdapat di dalamnya.

Di dalam ruang itu, magma mengkristal karena suhu menurun. Magma yang sudah terkristalisasi lebih berat daripada batuan panas semi-cair sehingga akan tenggelam ke dasar ruang magma.

Ini mendorong sisa magma ke atas, menambah tekanan pada penutup ruang itu. Sebuah letusan terjadi saat tutupnya tidak lagi mampu menahan tekanan. Hal ini juga terjadi dalam sebuah siklus sehingga dapat diprediksi.

“Yang berat tenggelam dan yang ringan ke atas maka akan terjadi erupsi karena ada tekanan gas ke atas. Faktor yang kedua ini juga sifatnya masih siklus, bisa diprediksi," ucapnya.

Baca juga: Gunung Merapi Luncurkan Awan Panas Sejauh 1.800 Meter ke Arah Kali Krasak dan Boyong

Gerhana bulan dan matahari

"Tetapi ada proses yang di dalam dapur magma ini yang sifatnya tidak siklus, tiba-tiba keluar dari polanya. Nah ini biasanya terjadi ketika dapur magmanya ambruk. Sehingga diibaratkan seperti ember yang sudah penuh kemudian dimasukkan batu ke dalamnya maka airnya pun akan keluar dan ini sulit diprediksi,” tambahnya.

Faktor terakhir adalah kondisi diatas permukaan gunung. Salah satunya adalah perubahan pasang-surut ketika gerhana bulan dan gerhana matahari terjadi.

Untuk kasus ini, gunung-gunung api yang berada di tengah laut ini relatif lebih sensitif karena permukaan air yang naik akan menambah tekanan terhadap gunung api yang berada di tengah laut. Sehingga apabila gunung apinya berada pada titik kritis maka dia akan cenderung “batuk-batuk”.  Misalnya Krakatau, Gamalama, Banda Api, dan lain-lain.

Baca juga: Gunung Sinabung Meletus Lagi, PVMBG Imbau Hindari Aktivitas Radius 5 Km

Pelelehan es

Faktor lain yang mempengaruhi meletusnya gunung api yakni pelelehan es pada gunung - gunung api yang berada di negara empat musim atau wilayah kutub.

Contohnya, kata Mirzam, Gunung Eyjafjallajökull yang ada di Islandia. Pada 2010 lapisan es yang terdapat di gunung tersebut meleleh karena pemanasan global, dan perubahan dari musim dingin ke musim semi. Gunung Eyjafjallajökull sendiri setiap tahun esnya mencair sebanyak 11 miliar ton.

“Karena es itu meleleh maka bisa dibayangkan gunung api yang tadinya tertutup es sebagai penahan tudungnya, esnya hilang tiba-tiba. Beban yang hilang tersebut membuat kekurangan tekanan yang dapat menyebabkan magma di dalam gunung tersebut sangat mudah naik ke atas sehingga gunung api kemudian meletus,” ungkapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Regional
Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Regional
Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Regional
Komunikasi Politik 'Anti-Mainstream' Komeng yang Uhuyy!

Komunikasi Politik "Anti-Mainstream" Komeng yang Uhuyy!

Regional
Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Regional
Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Regional
Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Regional
Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Regional
Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Regional
Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Regional
Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Regional
BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

Regional
Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Regional
Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di 'Night Market Ngarsopuro'

Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di "Night Market Ngarsopuro"

Regional
Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com