KOMPAS.com - Setelah sekian lama bergelut dengan depresi, Violet (bukan nama sebenarnya) memutuskan mengakhiri hidup.
Depresi yang diidapnya semakin dalam sejak anak keduanya lahir. Perempuan asal Bandung ini merasa gagal menjadi ibu yang baik. Sudah sekian kali dia mencoba bunuh diri, dan di awal tahun ini, usahanya berhasil.
Pada 2019, seorang perempuan di Kota Bandung membunuh bayinya yang baru berumur beberapa bulan. Kepada polisi, dia mengaku mendapat bisikan gaib agar "mengirim anaknya ke surga".
Baca juga: Tega Bunuh Bayinya karena Diduga Soal Selingkuh, Seorang Ibu Terancam Hukuman Mati
"[Ini contoh] kasus gangguan mental emosional saat perinatal," kata Elvine Gunawan, dokter spesialis kejiwaan yang berpraktik di Bandung, Jawa Barat, kepada wartawan Yulia Saputra yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Maret lalu.
Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), perinatal adalah periode yang dimulai dari pembuahan hingga setahun pascapersalinan.
Penyebab munculnya depresi di masa perinatal memang belum diketahui secara pasti, namun perubahan hormon secara drastis di tubuh perempuan saat hamil dan melahirkan dapat menyebabkan perasaan yang lebih sensitif dan kondisi emosional tidak stabil.
Baca juga: Rekonstruksi Ibu Kandung Bunuh Bayi 9 Bulan, Hidung Korban Ditekan hingga Memar agar Telan Racun
Jika tidak terdeteksi sejak awal, akan terjadi keterlambatan penanganan dan proses penyembuhan.
Nyawa sang ibu dan keselamatan anaknya pun menjadi taruhan, seperti yang terjadi dalam dua kasus di atas.
Di Bandung, sejumlah ibu dengan perinatal mental health disorder berjuang menyembuhkan diri di tengah stigma dan kesadaran masyarakat yang minim. Ini kisah mereka.
Baca juga: Ibu Kandung Diduga Bunuh Bayi 9 Bulan, Selingkuhan Jadi Otak Pembunuhan
Ayahnya, Joyo, tutup usia karena sakit saat usia kandungannya menginjak empat bulan. Tiga bulan kemudian, suaminya, Haryanto, meninggal setelah mengalami kecelakaan sesaat setelah mengantar Mia ke tempat kerja.
Musibah yang datang beruntun dan mendadak, ditambah dengan syok, trauma, serta perasaan bersalah, mendorong Mia jatuh ke lembah depresi.
Kondisinya yang sedang hamil memperburuk gangguan kejiwaannya. Dan bak pisau bermata dua, depresi juga berbalik mengganggu kehamilannya.
"Setelah [kecelakaan] itu, saya sempat nggak bisa ngantor selama beberapa bulan. Ketika datang ke kantor, badan gemetar, pikiran kosong, segala macam.
"Setelah itu pun, saya sempat tidak bisa tidur selama 3-4 hari. Akhirnya, khawatir karena kandungan yang terus-terusan kontraksi, [oleh dokter kandungan] disuruh ketemu dengan psikiater," tutur Mia, saat ditemui di Bandung, akhir Maret lalu.
Baca juga: Wanita Ini Kaget Dalam Kardus Mi Instan Ada Mayat Bayi