Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Perempuan Penyitas Depresi Pasca-melahirkan: Saya Mau Mati Saja, tapi Ingin Anak Saya Hidup (1)

Kompas.com - 16/04/2021, 06:16 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Setelah sekian lama bergelut dengan depresi, Violet (bukan nama sebenarnya) memutuskan mengakhiri hidup.

Depresi yang diidapnya semakin dalam sejak anak keduanya lahir. Perempuan asal Bandung ini merasa gagal menjadi ibu yang baik. Sudah sekian kali dia mencoba bunuh diri, dan di awal tahun ini, usahanya berhasil.

Pada 2019, seorang perempuan di Kota Bandung membunuh bayinya yang baru berumur beberapa bulan. Kepada polisi, dia mengaku mendapat bisikan gaib agar "mengirim anaknya ke surga".

Baca juga: Tega Bunuh Bayinya karena Diduga Soal Selingkuh, Seorang Ibu Terancam Hukuman Mati

"[Ini contoh] kasus gangguan mental emosional saat perinatal," kata Elvine Gunawan, dokter spesialis kejiwaan yang berpraktik di Bandung, Jawa Barat, kepada wartawan Yulia Saputra yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Maret lalu.

Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), perinatal adalah periode yang dimulai dari pembuahan hingga setahun pascapersalinan.

Penyebab munculnya depresi di masa perinatal memang belum diketahui secara pasti, namun perubahan hormon secara drastis di tubuh perempuan saat hamil dan melahirkan dapat menyebabkan perasaan yang lebih sensitif dan kondisi emosional tidak stabil.

Baca juga: Rekonstruksi Ibu Kandung Bunuh Bayi 9 Bulan, Hidung Korban Ditekan hingga Memar agar Telan Racun

Jika tidak terdeteksi sejak awal, akan terjadi keterlambatan penanganan dan proses penyembuhan.

Nyawa sang ibu dan keselamatan anaknya pun menjadi taruhan, seperti yang terjadi dalam dua kasus di atas.

Di Bandung, sejumlah ibu dengan perinatal mental health disorder berjuang menyembuhkan diri di tengah stigma dan kesadaran masyarakat yang minim. Ini kisah mereka.

Baca juga: Ibu Kandung Diduga Bunuh Bayi 9 Bulan, Selingkuhan Jadi Otak Pembunuhan

'Saya mau mati saja, tapi ingin anak saya hidup'

Setelah melalui sesi konseling bersama psikiater, Mia kini telah lepas dari depresi. Dukungan keluarga, juga keberadaan Putih, membantu pemulihannya.Dok. Mia Dwi Susilowati Setelah melalui sesi konseling bersama psikiater, Mia kini telah lepas dari depresi. Dukungan keluarga, juga keberadaan Putih, membantu pemulihannya.
Dalam waktu berselang tiga bulan, Mia Dwi Susilowati kehilangan dua laki-laki sandaran hidupnya, ayah dan suami, di saat dirinya sedang berbadan dua.

Ayahnya, Joyo, tutup usia karena sakit saat usia kandungannya menginjak empat bulan. Tiga bulan kemudian, suaminya, Haryanto, meninggal setelah mengalami kecelakaan sesaat setelah mengantar Mia ke tempat kerja.

Musibah yang datang beruntun dan mendadak, ditambah dengan syok, trauma, serta perasaan bersalah, mendorong Mia jatuh ke lembah depresi.

Baca juga: 5 Fakta Mahasiswi Bunuh Bayi yang Baru Dilahirkannya, Dicekik dan Disumpal dengan Kapur Toilet, Terancam 15 Tahun Penjara

Kondisinya yang sedang hamil memperburuk gangguan kejiwaannya. Dan bak pisau bermata dua, depresi juga berbalik mengganggu kehamilannya.

"Setelah [kecelakaan] itu, saya sempat nggak bisa ngantor selama beberapa bulan. Ketika datang ke kantor, badan gemetar, pikiran kosong, segala macam.

"Setelah itu pun, saya sempat tidak bisa tidur selama 3-4 hari. Akhirnya, khawatir karena kandungan yang terus-terusan kontraksi, [oleh dokter kandungan] disuruh ketemu dengan psikiater," tutur Mia, saat ditemui di Bandung, akhir Maret lalu.

Baca juga: Wanita Ini Kaget Dalam Kardus Mi Instan Ada Mayat Bayi

Perjuangannya melawan depresi tidak mudah, meski setelah Mia berkonsultasi dengan psikiater.

Trauma dan lukanya seperti terus-menerus dibuka, seiring dengan penyelesaian kasus kecelakaan suaminya.

Depresi Mia semakin memburuk, bahkan berkali-kali ia berpikir akan mengakhiri nyawa karena didera perasaan bersalah.

"Saya mau mati saja, tapi saya mau anak saya hidup. Saya sendiri sepertinya sudah nggak mungkin buat tetap hidup karena rasa bersalah terhadap suami. Kalau saja waktu itu saya tidak mau diantar ke kantor, kalau saja waktu itu saya biarkan dia bekerja, atau kalau saya biarkan dia di rumah, ini tidak akan terjadi. Itu rasa bersalah saya.

Baca juga: Enam Hari Dirawat, Ibu dan Bayi Baru Lahir di Tegal yang Positif Covid-19 Kondisinya Membaik

Ilustrasi bayi lahirPIXELS Ilustrasi bayi lahir
"Saya sempat mengunci diri di kamar mandi, mencoba bunuh diri. Bahkan saya pernah datang datang ke tempat kejadian [kecelakaan]. Terus saya diam saja di jalan itu, maunya menyeberang jalan saat [ada] bus lewat," ungkap Mia dengan suara bergetar.

Mia mengakui, omongan orang-orang di sekitarnya semakin membuatnya merasa tersudut dan mempengaruhi kondisi kejiwaannya.

Ada yang membahas soal keadaan tubuh suaminya setelah tertabrak, bahkan ada yang menyalahkannya atas kematian sang suami. Beberapa menuduhnya kurang beriman sehingga mengalami depresi.

Baca juga: Derita Orangtua Bayi yang Alami Kelainan Langka Organ Perut Keluar: Kami Tak Ada Uang Lagi

"Nah, itu yang semakin membuat berat dan merasa bersalah. Ditambah omongan orang, kalau stres tidak punya agama, atau agamanya tidak baik.

"Kamu stres bikin anak kamu menderita, katanya. Orang hanya fokus ke bayi saya, tapi tidak fokus ke apa yang saya rasakan, saya alami. Mereka tidak peduli. Menurut mereka, saya sanggup menjalaninya," ujarnya.

Keinginan bunuh diri berulang kali muncul selama masa kehamilannya. Mia bahkan sempat melakukan pencarian di internet tentang cara bunuh diri yang aman untuk ibu hamil.

Baca juga: Dijenguk Banyak Orang di Rumah, Bayi Baru Lahir Positif Covid-19, Demam Tinggi dan Sesak Napas

"Kalau saya pakai silet, saya kehabisan darah dan anak saya tidak selamat. Kalau saya tabrakan terus kena perut, anak saya tidak selamat. Itu yang terus ada di pikiran. Saya searching bagaimana cara bunuh diri yang aman buat ibu hamil, dan ternyata tidak bisa. Itu yang membuat saya mengurungkan niat, ya sudah, sampai lahiran saja," kisah Mia.

Keinginan bunuh diri itu tak hilang sampai Mia melahirkan Putih, anaknya.

Kali ini, Mia merasa kematiannya tidak akan terhalang lagi, karena Putih telah lahir dengan selamat. Tapi ternyata, Putih lah yang justru membuatnya bertahan hidup dan bersemangat untuk sembuh.

Baca juga: Soal Ibu dan Bayi Positif Covid-19 yang Diduga Tertular Saat Dijenguk, Ini Kata Dinkes Tegal

Ilustrasi hamilHoneyriko Ilustrasi hamil
"Saya sudah melahirkan, anak saya sudah aman, sekarang aja matinya. Ternyata tidak bisa. Setiap mau [bunuh diri], lalu melihat anak nangis, rasanya tidak mungkin saya tidak berjuang [untuk sembuh].

"Ketika ibu-ibu mengeluh anaknya menangis tengah malam setelah melahirkan, itu justru penyelamat saya. Karena anak saya tengah malam menangis dan butuh saya di sisinya, itu justru jadi penyelamat buat saya," kata project manager di sebuah perusahaan IT ini.

Setelah berada di titik terendah dalam hidupnya dan merasa kehilangan arah, Mia kini kembali memiliki tujuan hidup dan berusaha keras meraih kesembuhannya.

Baca juga: Ibu dan Bayi Baru Lahir di Tegal Positif Covid-19, Diduga Tertular Saat Dijenguk di Rumah

Ia menjalani terapi selama 7 bulan hingga kemudian dinyatakan pulih.

Selain Putih, dukungan untuk sembuh juga diterima dari ibunya yang sama-sama mengalami kehilangan tapi tetap kuat dan tabah berada di sampingnya.

Kini, Mia merasa hidupnya sudah kembali menyenangkan.

"Sekarang jauh lebih menyenangkan. Bangun pagi sudah tidak ada pikiran bagaimana-bagaimana. Kalau tidur masih kesulitan, kadang masih terbawa mimpi kejadian yang dulu, cuma keinginan bunuh diri sudah tidak ada.

"[Rasanya], besok saya masih perlu hidup lagi karena saya mau lihat Putih tertawa, saya mau lihat Putih memanggil bapaknya, saya mau ceritakan tentang bapaknya, saya mau kerja, jadi saya sudah punya banyak rencana lagi," ucap Mia.

Baca juga: Shalat Melahirkan Cinta

Ilustrasi bayi baru lahir SHUTTERSTOCK Ilustrasi bayi baru lahir
Sebagai penyintas perinatal mental health disorder, Mia ingin pengalamannya menjadi pelajaran bagi perempuan-perempuan yang mengalami gangguan mental, terutama di masa kehamilan. Pesannya, agar segera memeriksakan diri ke profesional.

"Menurut saya, ketika kita sudah mulai berpikir buruk atau menyalahkan Tuhan, mungkin sebaiknya kita [berobat] ke profesional," ujarnya.

Namun Mia menyadari, stigma masih menjadi hambatan bagi seseorang berobat ke psikolog atau psikiater.

"Saya lihat ternyata orang-orang di dekat saya pun banyak yang mengalami hal yang sama tapi diam, tidak mau konsultasi karena takut dianggap gila, dianggap gak punya agama, takut dianggap lemah," ungkapnya.

Baca juga: Bayi di Riau Ini Menderita Omphalocele, Lahir dengan Organ Perut di Luar, Butuh Uluran Tangan Dermawan

Menurut Mia, dukungan dari keluarga terdekat sangat penting di masa-masa kehamilan. Apalagi pada ibu yang memiliki riwayat depresi sebelumnya. Keluarga juga harus menyadari kondisi kejiwaan ibu hamil.

"Butuh dukungan sekitar dan sekitarnya harus cukup aware ketika si ibu merasa lemah atau punya keluhan lain. Tolong segera ditanya, diajak melakukan hal-hal yang bikin bahagia, sedikit lupakan kalau dia punya anak, sedikit lupakan kalau dia hamil. Harus ada support system ini," pungkas Mia mengakhiri percakapan.

Jika Anda, sahabat, atau kerabat memiliki kecenderungan bunuh diri, segera hubungi dokter kesehatan jiwa di Puskesmas, Rumah Sakit terdekat, atau Halo Kemenkes dengan nomor telepon 1500567.

Anda juga dapat mencari informasi mengenai depresi dan kesehatan jiwa pada lamanintothelightid.orgdan Yayasan Pulih pada laman yayasanpulih.org.

Wartawan di Bandung, Yulia Saputra, berkontribusi untuk artikel ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Balap Lari Liar di Tasikmalaya Dibubarkan Polisi, Ajang Perjudian dan Ganggu Arus Kendaraan

Balap Lari Liar di Tasikmalaya Dibubarkan Polisi, Ajang Perjudian dan Ganggu Arus Kendaraan

Bandung
Prakiraan Cuaca Bandung Hari Ini Kamis 28 Maret 2024, dan Besok : Siang ini Hujan Petir

Prakiraan Cuaca Bandung Hari Ini Kamis 28 Maret 2024, dan Besok : Siang ini Hujan Petir

Bandung
Pembunuh Ibu dan Anak di Subang Disidang Hari Ini

Pembunuh Ibu dan Anak di Subang Disidang Hari Ini

Bandung
Prakiraan Cuaca Bogor Hari Ini Kamis 28 Maret 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Bogor Hari Ini Kamis 28 Maret 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Hujan Ringan

Bandung
Daftar Puluhan Senjata Api yang Ditemukan di Sebuah Rumah di Bandung

Daftar Puluhan Senjata Api yang Ditemukan di Sebuah Rumah di Bandung

Bandung
Bey Pastikan Perbaikan 320 Jalan Berlubang di Jabar Selesai H-10 Lebaran

Bey Pastikan Perbaikan 320 Jalan Berlubang di Jabar Selesai H-10 Lebaran

Bandung
Puluhan Senjata Api dan Ribuan Peluru Ditemukan di Sebuah Rumah di Bandung

Puluhan Senjata Api dan Ribuan Peluru Ditemukan di Sebuah Rumah di Bandung

Bandung
Polisi Waspadai Pelambatan Arus Mudik di Tol Japek hingga Pajagan

Polisi Waspadai Pelambatan Arus Mudik di Tol Japek hingga Pajagan

Bandung
Arus Mudik, DBMPR Jabar Kebut Perbaikan 630 Lubang di Jalan Provinsi

Arus Mudik, DBMPR Jabar Kebut Perbaikan 630 Lubang di Jalan Provinsi

Bandung
Bupati Karawang Sidak SPBU, Imbas Kecurangan di Km 42 Tol Japek

Bupati Karawang Sidak SPBU, Imbas Kecurangan di Km 42 Tol Japek

Bandung
BMKG Memodifikasi Cuaca demi Pencarian Korban Longsor di Bandung Barat

BMKG Memodifikasi Cuaca demi Pencarian Korban Longsor di Bandung Barat

Bandung
BNPB Janji Bangun Ulang 30 Rumah Terdampak Longsor di Bandung Barat

BNPB Janji Bangun Ulang 30 Rumah Terdampak Longsor di Bandung Barat

Bandung
Jalur Mudik Cileunyi dan Nagreg Aman, Cuma 'Diganggu' PKL

Jalur Mudik Cileunyi dan Nagreg Aman, Cuma "Diganggu" PKL

Bandung
5 Anggota Ormas Pengeroyok Satpam Kantor 'Leasing' Tasikmalaya Jadi Tersangka

5 Anggota Ormas Pengeroyok Satpam Kantor "Leasing" Tasikmalaya Jadi Tersangka

Bandung
BNPB Suntik Anggaran Penanganan Bencana Longsor di Bandung Barat

BNPB Suntik Anggaran Penanganan Bencana Longsor di Bandung Barat

Bandung
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com