Kecemasannya semakin lama semakin besar dan sulit dikendalikan, sehingga mulai mengganggu kondisi fisik dan psikisnya.
Baca juga: Derita Orangtua Bayi yang Alami Kelainan Langka Organ Perut Keluar: Kami Tak Ada Uang Lagi
"Ada kelelahan fisik dan psikis. Misalnya, malam-malam saya terus mengawasi anak saya. Saya takut kalau dia buang air besar, saya harus cepat-cepat bersihkan, kalau tidak, takut dia iritasi."
"Dia belum nangis minta susu, saya sudah susui karena takut anak saya tidak kenyang. Saya juga jadi lebih sensitif. Kalau kata orang zaman sekarang, gampang baper," ungkap Richa.
Gangguan kecemasan yang diidap Richa berubah menjadi depresi pascapersalinan atau postpartum depression karena tidak segera ditangani.
Baca juga: Baru 2 Hari Usai Melahirkan, Ibu dan Bayi di Tegal Tertular Covid-19, Ini Dugaan Penyebabnya
Kondisi terberat dialami Richa saat muncul ketakutan meninggal yang menyebabkan terganggunya aktivitas keseharian dia sebagai seorang ibu dan juga istri.
"Saya takut kalau saya meninggal, anak saya siapa yang mengurus. Ketika mereka membutuhkan saya, siapa yang ada buat mereka. Padahal saya sehat wal'afiat, tidak sakit, tapi muncul perasaaan ketakutan akan meninggal.
"Satu lagi, saya takut menyakiti anak saya. Ketika saya jalan lewat tangga rumah, saya takut anak saya jatuh. Pikiran-pikiran negatif ini muncul di luar kemauan saya, tapi membuat saya sangat tersiksa."
Baca juga: Ayah Bunuh Bayi 40 Hari karena Ditolak Istri Saat Minta Berhubungan Badan, Begini Kronologinya
Di suatu titik, Richa bahkan mengaku tidak mau keluar rumah karena kecemasan yang berlebihan.
"Saya jadi superprotektif pada anak-anak saya. Kalau ada yang sakit, saya langsung panik. Kemudian saya jadi mudah tersinggung, begitupun dengan suami. Ketika suami sedikit cuek, acuh, mungkin karena capai pulang kerja, pikiran saya negatif."
"Saya merasa saya tidak cukup baik menjadi istri."
Baca juga: Suami Kerja di Bali, Ibu Bunuh Bayi yang Baru Dilahirkan, Mayatnya Disimpan di Lemari
Richa tidak berani mengatakan gangguan mental yang dirasakan kepada suami dan keluarganya. Ia menutup erat semua yang dirasakan karena takut menerima stigma yang tidak baik.
Di luar, dia berusaha tampil "normal", tapi di dalam, Richa tahu ada yang "tidak normal."
"Kalau dari luar, saya kayak biasa ibu normal lainnya. Diajak ngobrol, tersenyum, bahkan tertawa. Tapi di dalam, saya sebetulnya sedih, di dalam saya teriak-teriak minta tolong," ungkap dia.
Setelah anak keduanya berumur 1,5 tahun, Richa akhirnya berobat ke psikiater. Suami dan ibunya mendukung penuh pemulihan Richa.
Baca juga: Ibu Muda Bunuh Bayi yang Baru Dilahirkannya, Jenazah Sempat Disimpan di Lemari