Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Depresi Pasca-melahirkan, Mengenal Gangguan Kesehatan Mental Perinatal (3)

Kompas.com - 16/04/2021, 06:36 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Di Bandung, sejumlah ibu dengan perinatal mental health disorder berjuang menyembuhkan diri di tengah stigma dan kesadaran masyarakat yang minim.

Seperti yang dialami Mia Dwi Suwsilowati. Dalam waktu berselang tiga bulan, ia kehilangan dua laki-laki sandaran hidupnya, ayah dan suami, di saat dirinya sedang berbadan dua.

Ayahnya, Joyo, tutup usia karena sakit saat usia kandungannya menginjak empat bulan. Tiga bulan kemudian, suaminya, Haryanto, meninggal setelah mengalami kecelakaan sesaat setelah mengantar Mia ke tempat kerja.

Baca juga: Wanita Ini Kaget Dalam Kardus Mi Instan Ada Mayat Bayi

Musibah yang datang beruntun dan mendadak, ditambah dengan syok, trauma, serta perasaan bersalah, mendorong Mia jatuh ke lembah depresi.

Ia mencoba bunuh diri karena didera perasaan bersalah.

"Saya sempat mengunci diri di kamar mandi, mencoba bunuh diri. Bahkan saya pernah datang datang ke tempat kejadian [kecelakaan]. Terus saya diam saja di jalan itu, maunya menyeberang jalan saat [ada] bus lewat," ungkap Mia dengan suara bergetar.

Hal berbeda dirasakan oleh Richa Hadam. Saat hamil anak kedua, ia cemas dan takut berlebihan.

Baca juga: Enam Hari Dirawat, Ibu dan Bayi Baru Lahir di Tegal yang Positif Covid-19 Kondisinya Membaik

Anxiety disorder atau gangguan kecemasan yang dirasakan Richa semakin menjadi pascamelahirkan.

"Saya takut kalau saya meninggal, anak saya siapa yang mengurus. Ketika mereka membutuhkan saya, siapa yang ada buat mereka. Padahal saya sehat wal'afiat, tidak sakit, tapi muncul perasaaan ketakutan akan meninggal.

"Satu lagi, saya takut menyakiti anak saya. Ketika saya jalan lewat tangga rumah, saya takut anak saya jatuh. Pikiran-pikiran negatif ini muncul di luar kemauan saya, tapi membuat saya sangat tersiksa.

"Kalau saya ke dapur, saya takut pegang pisau dan terkena anak saya. Jadi, saya lebih baik tidak ke dapur. Saya jadi membatasi aktivitas," ujar warga Sumedang ini.

Baca juga: Derita Orangtua Bayi yang Alami Kelainan Langka Organ Perut Keluar: Kami Tak Ada Uang Lagi

Mengenal perinatal mental health disorder

Ilustrasi ibu hamilSHUTTERSTOCK/zffoto Ilustrasi ibu hamil
Gangguan kesehatan mental perinatal dapat menyerang perempuan hamil dan ibu yang baru melahirkan dari segala usia, etnis, dan latar belakang sosial ekonomi.

Meski WHO mendefinisikan perinatal sebagai periode yang dimulai dari pembuahan hingga setahun pascapersalinan, perinatal mental health disorder bahkan bisa dialami perempuan sebelum kehamilan.

Perinatal mental health disorder mencakup antara lain baby blues, gangguan kecemasan, depresi pascapersalinan, dan psikotik pascapersalinan.

Baca juga: Ibu Tenggelamkan Bayinya Usia 4 Bulan Memiliki Riwayat Baby Blues

"Baby blues, ketika tidak ditangani dengan baik akan berkembang menjadi postpartum depression. Biasanya, fasenya adalah dua minggu setelah melahirkan. Depresi pascapersalinan ini tingkatannya lebih tinggi, keluhannya lebih berat, gangguan fungsinya juga lebih berat," papar Elvine Gunawan, dokter spesialis kejiwaan.

Gangguan kesehatan mental perinatal akan lebih buruk, jika pada saat depresi juga muncul gejala psikotik. Salah satunya, ibu mendengar suara-suara atau pikiran negatif saat depresinya memburuk.

"Suara-suara di telinganya mengatakan hal yang dia takutkan, sehingga membuat dia semakin irasional dan bisa melakukan segala sesuatu yang tidak mungkin. Hal terburuk dari depresi adalah menyakiti diri sendiri, menyakiti anak, atau bahkan bunuh diri," kata psikiater lulusan Universitas Padjadjaran ini.

Baca juga: Alami Baby Blues Setelah Melahirkan, Ini Bedanya dengan Depresi Postpartum dan Gangguan Cemas

Ilustrasi ibu hamilSHUTTERSTOCK/Elnur Ilustrasi ibu hamil
Elvine menyebutkan, gangguan kesehatan mental perinatal merupakan kasus terselubung yang sering kali terlambat disadari dan ditangani, sehingga proses perbaikan dan pengobatan tidak berjalan baik.

Di samping itu, stigma yang muncul dari diri sendiri dan sosial terhadap pengobatan psikiatri kadang kala membuat pasien tidak patuh berobat dan malu meminta pertolongan.

"Proses pengobatan perlu didukung, terutama oleh pasangan. Pasangan dan keluarga perlu bekerja sebagai tim dengan mengenali tanda-tanda perburukan dan tanda-tanda bahaya serta mendengarkan kondisi pasien, menemani, dan mendampingi, juga membantu tugas rumah tangga agar si ibu tidak menjadi stress," ujar Elvine.

Baca juga: Beda, Baby Blues dengan Depresi Pasca-Melahirkan

Kesehatan mental ibu hamil dan baru melahirkan juga telah menjadi perhatian dunia. Sejumlah penelitian dilakukan agar penanganan terhadap gangguan kesehatan mental perinatal bisa dilakukan sedini mungkin.

Mengacu data WHO, sekitar 10% wanita hamil dan 13% wanita yang baru melahirkan mengalami gangguan mental, terutama depresi. Sementara depresi pascapersalinan, prevalensi secara global diperkirakan 100‒150 per 1000 kelahiran.

Di Amerika, menurut data terbaru yang dirilis Mei 2020, angka kasus gangguan depresi perinatal terbilang tinggi. Satu dari setiap 7 hingga 10 perempuan hamil dan satu dari setiap 5 hingga 8 perempuan yang baru melahirkan mengalami gangguan depresi.

Baca juga: Mengenal Baby Blues, Sindrom yang Diduga Picu Ibu Bunuh Bayi Sendiri

Ilustrasi melahirkanSHUTTERSTOCK/Natalia Deriabina Ilustrasi melahirkan
Penelitian yang dirilis Maternal Mental Health Alliance pada 2014 mengungkapkan, diperkirakan antara 10% dan 20% wanita di seluruh negeri menderita penyakit mental perinatal.

Dari wanita yang mengalami penyakit mental perinatal, 31% memiliki masalah kesehatan mental sebelumnya.

Mengenai psikotik pascapersalinan, NHS Inggris menyebutkan gangguan kesehatan mental tersebut terbilang serius yang dapat menyerang seseorang segera setelah melahirkan. Kondisi itu memengaruhi sekitar 1 dari 500 ibu yang baru melahirkan.

Sayangnya, tidak ada data kasus gangguan kesehatan mental perinatal di Indonesia. Padahal, disinyalir angka kasusnya cukup tinggi.

Baca juga: Kata Polisi soal Dugaan Sindrom Baby Blues dalam Kasus Bayi Tewas di Bak Mandi

Hasil pencarian di situs Kementrian Kesehatan RI dengan kata kunci 'depresi pasca persalinan' hanya menampilkan siaran pers yang memuat data Riskesdas 2007 mengenai angka rata-rata nasional gangguan mental emosional ringan secara umum.

Tidak ada angka kasus depresi pada ibu hamil dan melahirkan.
depresi, stres, melahirkan, hamil, depresi pascamelahirkan, perinatal depresi, baby blues, postmaternal depression, perempuan hamil, stres kehamilan

Nihilnya data kasus gangguan kesehatan mental perinatal di Indonesia, kata Elvine, menunjukkan program penapisan dan kesadaran untuk mengevaluasi gangguan kejiwaan ini masih perlu ditingkatkan.

Baca juga: Kata Polisi soal Dugaan Sindrom Baby Blues dalam Kasus Bayi Tewas di Bak Mandi

Elvine melanjutkan, data prevalensi sangat diperlukan untuk menentukan kebijakan dan program yang tepat dalam rangka promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang bisa melindungi wanita, anak, dan keluarganya dari risiko terkena maupun protokol tata laksananya secara holistik.

"Data ini juga akan sangat membantu dalam mengedukasi pasangan dan keluarganya bahwa ada risiko besar yang akan dihadapi di sekitar masa kehamilan dan persalinan. Sehingga penatalaksanaannya menjadi holistik dan memerhatikan kesejahteraan wanita itu sendiri.

"Kita sudah mengetahui bahwa dampak dari gangguan mental emosional pada masa perinatal memiliki dampak yang besar dan konsekuensi yang panjang," katanya.

Baca juga: Bukan Sekadar Mitos, Baby Blues Bisa Jadi Ancaman Nyata

Deteksi dini gangguan kesehatan mental perinatal

ilustrasi ibu hamilshutterstock ilustrasi ibu hamil
Mendeteksi dini gangguan kesehatan mental perinatal sangat berpengaruh pada kesembuhan dan mencegah kondisi si ibu menjadi lebih parah.

Dokter spesialis kandungan atau bidan bisa berperan melakukan penapisan sejak awal pada ibu hamil sebagai salah satu upaya pencegahan.

"Untuk pencegahannya sendiri, semenjak kontrol di bulan-bulan menjelang lahiran, nanti akan kita tanyakan apakah sudah siap untuk punya bayi atau misalkan sudah siap yang mengurusnya, seperti siapkan nanny, atau babysitter atau mungkin ada keluarga yang akan mendukung mengurus anak tersebut," kata Edwin Kurniawan, dokter spesialis obstetric dan ginekologi.

Baca juga: Rekonstruksi Ibu Kandung Bunuh Bayi 9 Bulan, Hidung Korban Ditekan hingga Memar agar Telan Racun

Suami, lanjut Edwin, juga harus dipersiapkan dan diedukasi supaya mendukung istri saat harus mengurus bayi sehingga meminimalkan terjadinya baby blues.

Secara fisik, kata Edwin, gejala gangguan kesehatan mental perinatal memang tidak bisa dilihat. Tapi dokter atau bidan bisa dengan jeli melihat ciri-ciri pasien, misalnya jika si pasien memiliki riwayat konsumsi obat penenang.

Selain itu, dokter atau bidan juga bisa memperhatikan gesture atau tanda-tanda apakah pasien dan pasangannya siap memiliki bayi atau tidak, dan apakah sudah menyiapkan sistem pendukung yang baik atau belum.

Baca juga: Ibu Kandung Diduga Bunuh Bayi 9 Bulan, Selingkuhan Jadi Otak Pembunuhan

"Mungkin yang mencolok pasien itu tidak menunjukkan rasa senang akan kehamilannya, itu sudah menjadi peringatan apakah ini harus dikonsultasikan ke psikiater lebih dini sehingga nantinya tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan."

"Umumnya kehamilan itu sesuatu yang menggembirakan bagi kebanyakan pasangan. Ketika menemukan ada ibu yang tidak senang dengan kehamilannya itu akan terlihat sangat mencolok," ujar Edwin.

Ibu hamil juga disarankan sadar diri akan kondisi kesehatan mentalnya. Dalam hal ini, Elvine menuturkan, ibu hamil bisa memulai dengan menganalisa pikirannya, apakah terlalu banyak pikiran negatif yang muncul ketika dia membesarkan anak.

Baca juga: Usai Melahirkan, Gadis Ini Bunuh Bayi Hasil Hubungan Gelap dan Buang Jasadnya di Belakang Rumah

Ilustrasi ibu hamil. (Dok. Shutterstock) Ilustrasi ibu hamil.
Lalu, secara emosional, apakah stabil atau sering menangis dan lebih sering marah-marah dibandingkan sebelumnya.

Dan yang ketiga adalah, bagaimana sistem pendukung keluarga, apakah keluarganya terlalu banyak menuntut.

"Itu akan jadi faktor penentu. Ketika kita memperhatikan itu semua, kita bisa melihat fungsi ibu itu normal atau tidak karena kadang secara emosional dia stabil, tapi dia tidak bisa berfungsi dengan baik sebagai ibu."

""Jadi kasarnya dia bisa acuh, menelantarkan anaknya, dia bisa menangis tanpa sebab walaupun dia sedang tidak ngapa-ngapain, itu artinya sudah ada gangguan," kata Elvine.

Baca juga: Dukun di Boyolali Bunuh Bayi Hasil Hubungan Gelap dengan Adik Ipar

Ketika si ibu hamil tidak sadar atas kondisi dirinya, suami atau anggota keluarga lain bisa membantu mendeteksi dengan melihat perubahan emosi si ibu.

"Kadang ketika kita cerita ke pasangan kita, saya kayaknya nggak baik-baik aja, kayaknya saya nggak akan jadi ibu yang baik, orang lebih cenderung berkata kita berlebihan," ujar Elvine.

Perubahan lain, jika si ibu sudah tidak berfungsi dengan baik, misalnya tidak lagi merawat diri atau hubungannya memburuk dengan orang lain karena emosi yang tidak stabil.

"Itu artinya sudah perlu mencari pertolongan," kata Elvine.

Baca juga: Ayah Bunuh Bayi 40 Hari karena Ditolak Istri Saat Minta Berhubungan Badan, Begini Kronologinya

Mitos seputar perinatal mental health disorder

Ilustrasi ibu dan bayi.Dok. Genbest Ilustrasi ibu dan bayi.
Selain stigma, banyak mitos di seputar isu gangguan kesehatan mental perinatal yang menghambat penanganan dan penyembuhan ibu dengan masalah kejiwaan tersebut.

Mitos tersebut antara lain; penyakit ini bisa sembuh sendiri. Menurut Elvine, baby blues mungkin bisa sembuh sendiri dalam waktu kurang dari dua minggu.

"Tapi kalau lebih dari dua minggu, ibu harus minta tolong karena artinya, dia sudah masuk ke fase depresi. Kalau sudah masuk fase depresi, biasanya akan terjadi perburukan, bukan sembuh sendiri," jelas Elvine.

Baca juga: Suami Kerja di Bali, Ibu Bunuh Bayi yang Baru Dilahirkan, Mayatnya Disimpan di Lemari

Mitos berikutnya, suami hanya perlu mencukupi secara ekonomi, tapi tidak membantu tugas-tugas wanita karena dianggap bukan tanggung jawab laki-laki atau suami.

Padahal peran suami dalam membantu mengurus anak di fase-fase awal kehidupannya itu akan sangat meringankan tugas ibu.

"Mitos selanjutnya adalah nasihat-nasihat. Karena kadang yang disampaikan itu nasihat masa lalu. Sehingga ketika ibu sudah belajar apa yang baik apa yang tidak, dikonfrontasi atau ditentang dengan nasihat masa lalu akhirnya menjadi konflik.

Baca juga: Cerita Lengkap Ayah Ancam Bunuh Anak di Medan, Bermula dari Tidak Ada Air...

"Nah ini yang perlu disampaikan. Hargai ibu-ibu muda dan ayah-ayah muda sehingga mereka bisa menumbuhkembangkan anak dengan kondisi yang sehat bukan dengan kondisi yang penuh dengan konflik," tutur Elvine.

Jika Anda, sahabat, atau kerabat memiliki kecenderungan bunuh diri, segera hubungi dokter kesehatan jiwa di Puskesmas, Rumah Sakit terdekat, atau Halo Kemenkes dengan nomor telepon 1500567.

Anda juga dapat mencari informasi mengenai depresi dan kesehatan jiwa pada lamanintothelightid.orgdan Yayasan Pulih pada laman yayasanpulih.org.

Wartawan di Bandung, Yulia Saputra, berkontribusi untuk artikel ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jadwal Imsak dan Buka Puasa di Jawa Barat, 29 Maret 2024

Jadwal Imsak dan Buka Puasa di Jawa Barat, 29 Maret 2024

Bandung
Sosok Wanita Penyimpan Puluhan Senjata Api Ilegal di Bandung...

Sosok Wanita Penyimpan Puluhan Senjata Api Ilegal di Bandung...

Bandung
Warga Keluhkan Air dari SPAM Gedebage Bandung Keruh

Warga Keluhkan Air dari SPAM Gedebage Bandung Keruh

Bandung
Pembunuhan Penjual Madu di Serang Banten Direncanakan, Pelaku Nyamar Jadi Pembeli

Pembunuhan Penjual Madu di Serang Banten Direncanakan, Pelaku Nyamar Jadi Pembeli

Bandung
Catat, 8 Titik Putaran Balik di Karawang yang Tetap Buka Saat Mudik 2024

Catat, 8 Titik Putaran Balik di Karawang yang Tetap Buka Saat Mudik 2024

Bandung
Deretan Toko dan Bank di Jalan Tasikmalaya-Garut Kebakaran, Bermula Api dari Kios Bakso

Deretan Toko dan Bank di Jalan Tasikmalaya-Garut Kebakaran, Bermula Api dari Kios Bakso

Bandung
Banding Panji Gumilang terhadap Ridwan Kamil Ditolak Pengadilan Tinggi Bandung

Banding Panji Gumilang terhadap Ridwan Kamil Ditolak Pengadilan Tinggi Bandung

Bandung
Mudik 2024, 1.500 Personel Gabungan dan 26 Pos Disiapkan di Bandung

Mudik 2024, 1.500 Personel Gabungan dan 26 Pos Disiapkan di Bandung

Bandung
6 'Debt Collector' yang Ancam Korbannya di Nagreg Bandung Diamankan

6 "Debt Collector" yang Ancam Korbannya di Nagreg Bandung Diamankan

Bandung
Balap Lari Liar di Tasikmalaya Dibubarkan Polisi, Ajang Perjudian dan Ganggu Arus Kendaraan

Balap Lari Liar di Tasikmalaya Dibubarkan Polisi, Ajang Perjudian dan Ganggu Arus Kendaraan

Bandung
Prakiraan Cuaca Bandung Hari Ini Kamis 28 Maret 2024, dan Besok : Siang ini Hujan Petir

Prakiraan Cuaca Bandung Hari Ini Kamis 28 Maret 2024, dan Besok : Siang ini Hujan Petir

Bandung
Pembunuh Ibu dan Anak di Subang Disidang Hari Ini

Pembunuh Ibu dan Anak di Subang Disidang Hari Ini

Bandung
Prakiraan Cuaca Bogor Hari Ini Kamis 28 Maret 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Bogor Hari Ini Kamis 28 Maret 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Hujan Ringan

Bandung
Daftar Puluhan Senjata Api yang Ditemukan di Sebuah Rumah di Bandung

Daftar Puluhan Senjata Api yang Ditemukan di Sebuah Rumah di Bandung

Bandung
Bey Pastikan Perbaikan 320 Jalan Berlubang di Jabar Selesai H-10 Lebaran

Bey Pastikan Perbaikan 320 Jalan Berlubang di Jabar Selesai H-10 Lebaran

Bandung
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com