Selama ratusan tahun pelafalan ini menjadi kebiasaan yang sukar diubah sehingga apabila berbincang otomatis pelafalan inilah yang digunakan.
Namun hal ini berubah seiring masuknya pengaruh bahasa baru seperti Bahasa Indonesia, sehingga perlahan masyarakat Sunda bisa menyesuaikan diri.
Mitos mengenai larangan pernikahan orang Jawa dan Sunda sudah dipercaya turun-temurun.
Kepercayaan bahwa pernikahan antara orang Sunda dan Jawa dikatakan bakal tidak langgeng, atau bahkan terkena kualat.
Ini tak lepas dari sejarah masa lalu mengenai terjadinya Perang Bubat antara kerajaan Pajajaran dengan kerajaan Majapahit.
Perang terjadi di tengah gagalnya rencana perkawinan politik antara Raja Hayam Wuruk dengan Dyah Pitaloka Citraresmi, putri raja Sunda, Prabu Linggabuana.
Perselisihan ini menjadi pesan turun temurun, walau di kemudian hari keputusan untuk menikah dikembalikan kepada kepercayaan masing-masing.
Kuliner khas Sunda seperti tak lepas dengan sajian lalapan dari sayuran segar lengkap dengan sambal.
Sajian ini sering ditemukan di berbagai rumah makan khas Sunda sebagai menu yang wajib dihidangkan kepada pelanggan.
Kebiasan memakan lalapan juga sudah dilakukan secara turun temurun karena tanah Sunda yang subur memiliki hasil pertanian yang sangat baik.
Masyarakat sunda tidak hanya ramah namun juga dikenal dengan gaya komunikasi yang humoris.
Sifat humoris ini juga membuat banyak seniman asal Sunda sukses menjadi komedian dan dikenal masyarakat.
Tidak hanya seniman, beberapa ulama dan pejabat asal Sunda juga dikenal dengan sifatnya yang ramah dan humoris.
Dari segi budaya, Sunda juga dikenal memiliki banyolan dan sisindiran dengan gaya humorisnya.
Etos atau watak Cageur, Bageur, Bener, Pinter dan Singer dipercaya masyarakat Sunda sejak lama.