Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kesultanan Banten: Sejarah, Pendiri, Masa Kejayaan, dan Peninggalan

Kompas.com - 23/01/2022, 16:30 WIB
William Ciputra

Penulis

Komoditas utama Kesultanan Banten adalah lada, yang menjadi primadona dalam perdagangan pada zaman itu.

Kesultanan Banten sendiri mencapai puncak kejayaannya saat diperintah oleh Sultan Ageng Tirtayasa 1651-1683.

Sultan Ageng mengembangkan wilayah Kesultanan Banten hingga hampir separuh Jawa Barat, Selat Sunda, hingga Lampung.

Pelabuhan Banten sangat diminati pedagang pada saat itu. Pasalnya, Kesultanan Banten tidak menerapkan monopoli, sehingga perdagangan bisa berlangsung secara terbuka.

Selain perdagangan, Banten juga menjadi daerah yang inklusif bagi semua golongan.

Meskipun diperintah dengan sistem Islam, namun kebebasan beragama sangat terjamin di Banten.

Bahkan pada tahun 1673, dibangun sebuah kelenteng di Pelabuhan Banten sebagai simbol kebebasan beragama.

Kemajuan Banten ini menarik perhatian kekuatan besar saat itu, seperti Portugis, Spanyol, hingga Belanda.

Menurut Ayang Utriza Yakin (2008), kemajuan Banten membuat Cornelis de Houtman pada 1596 menggambarkannya sebagai Amsterrdam van Java atau Amsterrdam-nya pulau Jawa.

Baca juga: Sultan Haji, Raja Kesultanan Banten yang Berkhianat demi Kekuasaan

Kemunduran Kesultanan Banten

Kebijakan Kesultanan Banten yang menolak praktik monopoli perdagangan rupanya tidak disukai oleh Kongsi Dagang Belanda di Hindia Timur (VOC).

Terlebih, Sultan Ageng terlihat sangat keras menentang VOC. Konon, berulangkali VOC melobi sang sultan agar dapat mendirikan perwakilan di Pelabuhan Banten.

Namun, permohonan tersebut selalu mendapatkan penolakan dari Sultan Ageng.

Sultan Ageng kemudian menyerahkan tampuk kekuasaan kepada putranya, Sultan debu Nashar Abdul Qahar atau yang dikenal dengan Sultan Haji.

Sultan Haji berbeda dengan ayahnya. Dia cenderung lunak terhadap VOC.

Hal itu dimanfaatkan oleh VOC untuk mengadu domba antara ayah dan anak ini.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com