Kantor Hukum Puguh dan Partenrs sekaligus pengamat hukum di Pangandaran, Didik Puguh Indarto mengatakan surat perjanjian itu banyak kesalahan secara formil maupun secara materiil.
Secara formil, ada kesalahan penulisan sehingga bisa batal demi hukum. Seperti misalnya, kecelakaan tertulis pada Kamis 13 Maret 2022.
"Kecelakaan tertulis pada tanggal 13 Maret, tanggal 13 kan hari Minggu, terus kecelakaan kan tertulis hari Kamis padahal kan kejadiannya hari Sabtu. Pada surat kesepakatan, dapat disimpulkan, harinya salah, tanggal nya juga salah," kata Didik.
"Kalau kejadiannya hari Kamis, terus siapa yang tertabrak kemarin (Sabtu 12 Maret 2022). Dan itu kenapa bisa seperti itu, hanya mereka yang membuat dan menyaksikan kesepakatan bersama damai itu yang mengetahuinya," lanjut Didik.
Selain itu, pihak dari keluarga korban yang menandatangani tidak menyertakan surat kuasa. Menurutnya, kalau bapaknya atau ibunya korban yang langsung menandatangani kesepakatan damai itu, wajar itu dan sah dalam arti damai kemanusiaannya.
"Tapi, itu kan yang bertanda tangan hanya kakak iparnya korban. Nah. Pertanyaan saya itu tandatangan ada surat kuasanya gak, kan gak ada, kalau gak ada berarti bukan mewakili ibu atau bapaknya korban," ucap Didik.
Kemudian secara materiil, perjanjian itu menekankan bahwa pelaku tidak ingin kena tuntutan hukum dari keluarga korban.
Padahal, Pasal 235 ayat 1 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan yang menyatakan:
Jika korban meninggal dunia akibat Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (1) huruf c, Pengemudi, pemilik, dan/atau Perusahaan Angkutan Umum wajib memberikan bantuan kepada ahli waris korban berupa biaya pengobatan dan/atau biaya pemakaman perkara pidana.
"Dari sisi hukum tidak ada bahasa kalau dibayar itu sudah selesai begitu saja, itu tidak ada. Bahkan, kalau gak dibayar pun, di undang-undang itu ketentuannya kalau misalkan ada yang rusak itu harus diperbaiki, kalau sakit harus diobatkan," katanya.
Sehingga, pemberian uang Rp 50 juta itu bukan berarti kasus hukumnya selesai.
"Jadi sebenarnya, uang (Rp 50 juta) itu bukan masalah damainya karena santunan itu merupakan kewajiban dari yang nabrak," ujarnya.
SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Candra Nugraha | Editor : I Kadek Wira Aditya), TribunJabar.id
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.