BANDUNG, KOMPAS.com - Pascaharga minyak goreng naik, Leni Anggraeni (31) penjual gorengan di Kampung Tembakan, Desa Rancamanyar, Kecamatan Baleendah, Kabupaten Bandung terpaksa harus mengecilkan ukuran barang dagangannya.
Selain itu, ia tak sampai hati harus menaikkan harga gorengannya. Pasalnya, ia khawatir pelanggannya kabur satu persatu.
"Harga mah tetap aja Rp 2.000 dapet 3, tapi ukurannya saya kecilkan, semenjak naik lagi saya ngobrol sama suami, katanya ya jangan dinaikkan, meskipun untungnya sangat minim dan dikit, tapi kata suami itung-itung amal saja," katanya ditemui di sela aktivitasnya berdagang, Jumat (18/3/2022).
Baca juga: Harga Minyak Goreng Curah di Pasar Rp 18.000, di Atas HET
Leni mengaku, dalam sehari ia harus menghabiskan 4 liter kemasan sederhana. Meski kini harga minyak goreng kemasan di Rancamanyar sudah menginjak Rp 48.000 per 2 liter, ia tetap memaksakan membeli.
"Kalau sehari mah 4 liter habis buat gorengan aja, ya itu tadi meski harga naik saya upayakan beli, enggak naikin harga jual gorengan, mudah-mudahan aja terus asa rezekinya," ujar wanita yang sudah berjualan gorengan selama 9 tahun itu.
Awalnya, diakui Leni, ia hanya menjual bubur ayam dan nasi kuning saja.
Namun, ada ide untuk menjual gorengan, alasannya agar konsumen yang menyantap nasi kuning miliknya bisa terasa lebih nikmat dengan dipadukan gorengan.
Namun sayang, pascaminyak goreng kembali naik, kini rata-rata pelanggannya jarang memadukan nasi kuning dengan gorengannya.
Bahkan, saat dikunjungi Kompas.com terlihat gorengan milik Leni masih bertumpuk.
"Emang secara omzet saya enggak turun, karena ketutup bubur, nasi kuning, tapi kan gorengan sebetulnya yang bikin laku banget mah, tapi tuh lihat masih numpuk jam segini, biasanya khusus gorengan itu jam 09.00 atau jam 10.00 pagi udah habis," keluhnya.
Baca juga: Minyak Goreng Masih Langka, Begini Respons Gubernur Sumsel
Tidak sampai di situ, dampak lainnya yaitu ia kerap mendapatkan keluhan dari pelanggan lantaran ukuran gorengannya yang semakin mengecil.
"Efek kenaikan tuh banyak, paling kecilnya aja, saya sering di komplain karena gorengan jadi lebih kecil, padahal kan saya juga cari untung," kata Leni.
Meski demikian, ia tak mau berpindah ke minyak curah lantaran pelbagai pertimbangan.
Salah satunya kualitas gorengan yang akan berbeda ketika digoreng menggunakan minyak curah.
Selain itu, katanya, minyak goreng curah cenderung boros dibandingkan dengan minyak kemasan yang awet dan higenis.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.