"Dalam kasus di Subang, barang bukti sudah ditemukan seperti benda-benda yang tertinggal di TKP. Namun dalam perkara pidana alat bukti yang paling penting adalah keterangan saksi. Yakni yang melihat, mengetahui, mendengar secara langsung. Dan ini yang perlu betul-betul di dalami," kata pria yang menyeseikan gelar doktor di bidang ilmu pidana di Universitas Brawijaya.
Ia mengatakan melihat kasus pembunuhan di Subang secara umum, saksi-saksi yang telah diperiksa masih belum mengarah ke satu titik.
"Walaupun sudah memeriksa seribu saksi pun jika dia tidak terlibat langsung tentu akan sulit untuk menentukan tersangka," kata dia.
"Untuk kasus di Subang, bukti dalam perkara pidana harus lebih terang dari cahaya. Dalam sistem pembuktian sekurang-kurangnya 2 alat bukti yang terpenuhi," kata Aditya.
Baca juga: Masih Misteri, Polisi Bentuk Tim Khusus Ungkap Pembunuhan Ibu dan Anak di Subang
Menurutnya pihak kepolisian tak harus dikejar waktu untuk menentukan tersangka karena kembali ke bukti dalam perkara pidana harus lebih terang dari cahaya.
"Jangan sampai salah tangkap. Salah orang seperti kasus Sengkon Karta tahun 1974 yang pernah menggemparkan dunia hukum tanah air," kata dia.
Ia menceritakan Sengkon dan Karta adalah petani berasal dari Bojongsari, Bekasi, Jawa Barat.
Mereka menerima vonis pengadilan negeri Bekasi dengan hukuman 12 tahun untuk Sengkon dan 7 tahun untuk Karta atas dakwaan pembunuhan dan perampokan.
Baca juga: Kasus Pembunuhan Ibu dan Anak di Subang, Yoris Tak Hadiri Pemeriksaan, Ini Alasannya
Putusan itu dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Jawa Barat. Putusan itu berkekuatan hukum tetap, sebab Sengkon dan Karta tidak kasasi.
Mereka ditahan di LP Cipinang. Setelah menjalani separuh masa tahanan, terungkap jika Sangkon dan Karta bukan pelaku.
Namun seorang penghuni LP bernama Gunel mengaku jika ia pelaku perampokan dan pembunuhan yang dituduhkan pada Sengkon dan Karta. Gunel pun diadili dan dihukum penjara.
Baca juga: 175 Hari Kasus Pembunuhan di Subang, 100-an Saksi Diperiksa, Pembunuh Belum Juga Terungkap
Namu kasus tersebut membuat Sengkon dan Karta menderita. Sengkon terkena TBC di penjara dan keluarga serta 12 anaknya berantakan.
Sawah dan tanah juga dijual untuk hidup dan membiayai perkara. Lebih tragis dialami oleh Karta yang tewas tertabrak truk tak lama setelah dibebaskan dari penjara.
"Menurut hemat saya, selama bukti belum terang sebaiknya tidak gegabah menetapkan tersangka untuk menghindari kasus Sengkon Karta berulang," pungkas dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.