KOMPAS.com - Tuti Suhartini (55) dan anaknya, Amalia Mustika Ratu (23) ditemukan tewas di rumahnya di Kampung Ciseuti Desa Jalan Cagak Kecamatan Jalan Cagak Kabupaten Subang pada 18 Agustus 2021.
Setelah tujuh bulan berlalu, kasus pembunuhan ibu dan anak tersebut masih belum terungkap.
Hingga Senin (14/3/2022), polisi telah memeriksa 118 saksi termasuk melibatkan beberapa saksi ahli antara lain ahli sketsa wajah, dokter kesehatan jiwa hingga satuan satwa pelacak K9.
Baca juga: Kasus Subang Belum Terungkap, Kriminolog: Kalau Sudah Ada Sketsa Wajah, Berarti Ada Target
Tak hanya itu polisi juga telah membentuk tim khusus yang terdiri dari gabungan penyidik Polda Jabar dan penyidik Polres Subang untuk bekerja sama mengungkap misteri kasus pembunuhan tersebut.
Petugas juga telah melakukan olah TKP sebanyak 5 kali dan melakulan 2 kali otopsi.
Serta memeriksa kamera pengawas atau CCTV di 40-50 titik lokasi sepanjang 50 kilometer. Kasus tersebut juga telah diambil alih Polda jabar sejak 15 November 2021.
Baca juga: Kasus Pembunuhan Ibu dan Anak di Subang, Pengamat Minta Polisi Jangan Banyak Buat Pernyataan
Ahli hukum pidana, Aditya Wiguna Sanjaya mengatakan dalam hukum pidana berlaku maxim in criminalibus probantiones bedent esse luce clariores atau bukti dalam perkara pidana harus lebih terang dari cahaya.
"Dalam perkara pidana, pembuktian memegang peran sentral karena dalam hukum pidana yg dicari adalah kebenaran materiil. Pembuktian ini dilakukan dari tahapan penyidikan, penuntutan sampai di persidangan. Masing-masing pejabat dalam setiap tingkat pemeriksaan punya parameter untuk membuktikan. Nah yang penting di sini adalah alat bukti," kata Aditya saat dihubungi Kompas.com pada Jumat (18/3/2022).
Ia mengatakan orang awam cenderung menyamaratakan antara barang bukti dengan alat bukti. Padahal menurutnya maknanya berbeda.
"Alat bukti sudah ditentukan di dalam Pasal 184 KUHAP yakni keterangan saksi, keterangan ahli, surat, keterangan terdakwa dan petunjuk. Sedangkan sampai hari ini, dalam KUHAP existing barang bukti di dalam hukum pembuktian di Indonesia bukanlah merupakan suatu alat bukti," kata dia.
Ia mengatakan melihat kasus pembunuhan di Subang secara umum, saksi-saksi yang telah diperiksa masih belum mengarah ke satu titik.
"Walaupun sudah memeriksa seribu saksi pun jika dia tidak terlibat langsung tentu akan sulit untuk menentukan tersangka," kata dia.
"Untuk kasus di Subang, bukti dalam perkara pidana harus lebih terang dari cahaya. Dalam sistem pembuktian sekurang-kurangnya 2 alat bukti yang terpenuhi," kata Aditya.
Baca juga: Masih Misteri, Polisi Bentuk Tim Khusus Ungkap Pembunuhan Ibu dan Anak di Subang
Menurutnya pihak kepolisian tak harus dikejar waktu untuk menentukan tersangka karena kembali ke bukti dalam perkara pidana harus lebih terang dari cahaya.
"Jangan sampai salah tangkap. Salah orang seperti kasus Sengkon Karta tahun 1974 yang pernah menggemparkan dunia hukum tanah air," kata dia.
Ia menceritakan Sengkon dan Karta adalah petani berasal dari Bojongsari, Bekasi, Jawa Barat.
Mereka menerima vonis pengadilan negeri Bekasi dengan hukuman 12 tahun untuk Sengkon dan 7 tahun untuk Karta atas dakwaan pembunuhan dan perampokan.
Baca juga: Kasus Pembunuhan Ibu dan Anak di Subang, Yoris Tak Hadiri Pemeriksaan, Ini Alasannya
Putusan itu dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Jawa Barat. Putusan itu berkekuatan hukum tetap, sebab Sengkon dan Karta tidak kasasi.
Mereka ditahan di LP Cipinang. Setelah menjalani separuh masa tahanan, terungkap jika Sangkon dan Karta bukan pelaku.
Namun seorang penghuni LP bernama Gunel mengaku jika ia pelaku perampokan dan pembunuhan yang dituduhkan pada Sengkon dan Karta. Gunel pun diadili dan dihukum penjara.
Baca juga: 175 Hari Kasus Pembunuhan di Subang, 100-an Saksi Diperiksa, Pembunuh Belum Juga Terungkap
Namu kasus tersebut membuat Sengkon dan Karta menderita. Sengkon terkena TBC di penjara dan keluarga serta 12 anaknya berantakan.
Sawah dan tanah juga dijual untuk hidup dan membiayai perkara. Lebih tragis dialami oleh Karta yang tewas tertabrak truk tak lama setelah dibebaskan dari penjara.
"Menurut hemat saya, selama bukti belum terang sebaiknya tidak gegabah menetapkan tersangka untuk menghindari kasus Sengkon Karta berulang," pungkas dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.