Kayu yang memperkuat gazebo pun sudah mulai rapuh di gerogoti rayap, bak pria tua yang di makan usia.
Sementara di sebelah selatan, berdiri sebuah perosotan anak-anak yang merindukan dinaiki kembali.
Retakan pada perosotan dan besi penyangga yang berkarat menambah lamanya Cimanggu ditinggalkan.
Di sela-sela kondisi yang memprihatinkan, masih terdengar suara aliran air panas dari kamar mandi, WC juga kamar ganti.
Terlihat air panas itu mengalir dari bak penampungan menuju bak kecil serta keran-keran di kamar mandi dan WC yang sudah menghitam.
Meski kini terkesan menyeramkan, masih ada saja masyarakat sekitar terutama remaja dan anak-anak yang datang sekadar menghabiskan waktu di sana.
Sempat Jadi Primadona
Cimanggu Hot Spring pernah mengalami masa keemasan pada 2010 hingga akhir hayatnya. Tiket yang dipatok pemandian air panas Cimanggu hanya Rp 15.000.
Baca juga: 4 Rute Alternatif Jakarta-Bandung Saat One Way Arus Balik 6-8 Mei, Lengkap
Popularitas Cimanggu Hot Spring sempat mengalahkan pemandian air panas Ciater Subang. Selain karena harganya yang murah, udara Ciwidey lebih dingin dibanding Ciater Subang.
Selain itu, para pengunjung tidak hanya bisa menikmati hangatnya air Cimanggu Hot Spring. Pemandangan hutan serta bukit yang mengitari Cimanggu, menambah daya tarik obyek wisata ini pada masanya.
Tutup di Masa Pandemi
Babap (60) mantan pemilik warung di Cimanggu Hot Spring mengatakan, pemandian air panas itu tutup sejak pandemi Covid-19.
Ia menyebut, pihak swasta yang mengelola Cimanggu Hot Spring kehabisan kontrak dengan pemilik lahan.
"Kontrak habis pas waktu Covid-19, sekitar 2 tahun sudah gak aktif lagi, ya sekarang tutup," ujarnya kepada Kompas.com Rabu (5/5/2022).
Meski sudah tutup, Babap menyebut, sempat ada beberapa kali calon investor yang berniat menghidupkan kembali Cimanggu Hot Spring. Namun hingga kini, belum ada kepastian apapun.