Melihat kondisi Syahrul dan Peraturan Menkeu tersebut, ia menyebut pihak Jasa Raharja keliru terkait klaim ganti rugi.
Menurutnya, saat ini kondisi Syahrul masuk dalam kategori cacat permanen, karena ada organ tubuh yang hilang.
"Untuk permasalahan Syahrul ini klaim asuransi yang diberikan Jasa Raharja itu rawat inap sebesar Rp 20 juta. Sedangkan kita melihat, kondisi korban ini sebenarnya cacat permanen karena ada organ tubuh yang hilang. Tempurung kepala bagian depannya itu rusak atau hancur, sehingga harus diganti dengan yang kanan," ujarnya.
"Otomatis kami menganggapnya, ini bagian dari cacat permanen akan tetapi yang diberikan Jasa Raharja hanya klaim rawat inap sebesar Rp 20 juta. Maka kami akan mempertanyakan klasifikasi definisi rawat inap dan cacat pemanen itu seperti apa. Sedangkan kondisinya ini tengkorak kepalanya tak ada, harusnya santunan yang diberikan Rp 50 juta," sambung dia.
Diketahui, Syahrul mengalami kecelakaan akibat terserempet kereta api saat ingin mengikuti kakeknya yang akan pergi ke kebun.
Syahrul sempat dilarikan ke RSUD Cikopo Cicalengka, namun di rekomendasikan untuk pindah ke RSUD Ujung Berung lantaran mengalami luka yang parah di bagian kepala.
Syahrul menghabiskan waktu selama 6 hari di RSUD Ujung Berung untuk menjalani operasi dan rawat inap.
Ia kehilangan tempurung kepala bagian depan akibat insiden tersebut.
Kemudian pihak RSUD Ujung Berung harus memindahkan tempurung bagian kanan kepalanya untuk menutupi bagian depan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.