Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kondisi Lintasan Kereta di Kampung Gandok Bandung yang Kerap Memakan Korban Jiwa

Kompas.com - 11/05/2022, 16:13 WIB
M. Elgana Mubarokah,
Reni Susanti

Tim Redaksi

BANDUNG, KOMPAS.com - Meski harus bertaruh nyawa, warga Kampung Gandok Desa Bojong Salam, Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, tak punya pilihan selain harus melintasi jalur Kereta Api (KA) saat akan beraktivitas.

Apalagi bagi masyarakat yang masih mengais rezeki lewat hasil berkebun. Mereka harus meningkatkan kewaspadaan.

Pasalnya, rata-rata akses menuju kebun harus menyeberang atau menyusuri rel kereta api aktif.

Baca juga: Kondisi Syahrul, Bocah 6 Tahun Asal Bandung yang Terserempet Kereta, Orangtua Bingung Biaya Operasi

Seperti halnya Tohid (68 tahun). Ketika akan pergi beraktivitas terutama ke kebun, ia mesti menyusuri rel kereta. Khawatir dan rasa takut campur aduk menjadi bagian tak terpisahkan dalam kesehariannya.

Tohid menjelaskan, untuk menuju kebun miliknya ia hanya tinggal berjalan ke belakang rumah, kemudian menyusuri jalan setapak sepanjang 5 meter selanjutnya menyusuri pinggir rel kereta.

Pertemuan antara jalan setapak dengan rel kereta, sambung Tohid, sangat berbahaya. Di sana, tak tersedia rambu-rambu, palang kereta, atau petugas yang berjaga.

"Gak ada jalan lagi, semuanya juga lewat sini, saya tiap hari, emang kondisinya gitu gak aman," kata Tohid kepada Kompas.com Rabu (11/5/2022).

Akses yang membahayakan itu, akhirnya membuat Tohid mesti menyaksikan peristiwa pilu.

Satu hari jelang Idul Fitri, tepat pukul 12.30 WIB selepas Dzuhur, kakek 68 tahun itu harus menyaksikan cucunya Syahrul Mubarok (6) terserempet kereta api Serayu.

Baca juga: Kisah Bocah 6 Tahun di Bandung, Terserempet Kereta Jelang Lebaran hingga Cacat Permanen

Hal yang kerap ia dan warga sekitar takutkan, nyatanya menimpa sang cucunya. Syahrul, kehilangan tempurung kepala bagian depan akibat insiden itu.

Lebih peliknya lagi peristiwa pahit itu terjadi hanya 3 meter dari pandangannya dan ia tak bisa menyelamatkan sang cucu, lantaran fisik yang sudah melemah.

"Saya udah lari sekuat tenaga, tapi udah gak kuat, saya udah tua, kalau sempat saya mau narik dia (Syahrul) sedikit aja, kalau sempat mungkin gitu selamat," tuturnya.

Kendati ada jalan memutar, kondisinya tak jauh berbeda. Tohid memilih melewati jalan ke belakang rumahnya, sebab menurutnya jalan memutar lebih berbahaya.

"Ada jalan di sana, tapi sama aja, cuma itu untuk jalan kendaraan, risikonya lebih besar, jalannya gede, belum lagi mobil motor bulak balik tambah kereta, karena di sana juga gak ada palang," Tambahnya.

Petugas Jaga dan Palang Pintu Swadaya Warga

Pantauan Kompas.com, tak jauh dari lokasi insiden Syahrul. Terdapat sebuah pos jaga yang dibangun PT Kereta Api Indonesia (KAI).

Pos tersebut terlihat masih baru, hal itu dibuktikan dari warna cat yang masih menyala dan terlihat bersih.

Baca juga: Terseret Arus Saat Menyebarang Sungai, Pria di Sinjai Ditemukan Tewas Setelah 2 Hari Pencarian

Namun, pos tersebut masih kosong. Tidak ada petugas palang pintu kereta api yang berjaga, sedangkan di sebelah pos merupakan akses menuju Kampung Gandok.

Engkos (40) ayah Syahrul mengatakan, hingga saat ini belum ada petugas palang pintu yang berjaga di sana.

Kalau pun ada, itu merupakan warga sekitar yang tergerak hatinya lantaran khawatir ada korban kecelakaan.

"Jalan itu yang dimaksud bapak saya tadi (Tohid) yang memutar. Tapi sama aja kondisinya," ujar Engkos.

"Jadi kalau ada warga yang jaga ya itu hasil swadaya, palang pintunya juga dari kayu kalau ga ranting, biar ngasih tau pengendara aja kalau misalkan mau ada kereta lewat," sambung dia.

Kerap Memakan Korban

Selain anaknya, Engkos mengaku, lintasan tersebut kerap memakan korban jiwa.

Lebaran tahun lalu, ada warga Garut meninggal dunia akibat tertabrak kereta api.

"Sering di situ mah, tahun kemarin pas lebaran juga tiga orang perempuan meninggal, lagi lewat abis dari saudaranya, aslinya dari Garut," tutur dia.

Engkos yang merupakan warga asli Kampung Gandok kerap menyaksikan kecelakaan yang terjadi di lintasan tersebut akibat tidak adanya rambu-rambu, palang pintu kereta dan petugas jaga.

"Hampir satu tahun sekali memakan korban karena tidak ada plang pintu, mobil juga pernah," ujarnya.

Baca juga: Cerita di Balik Video Pengantin Wanita Seorang Diri di Pelaminan Tanpa Mempelai Pria di Magetan

Sementara itu, pihak LBH API yang diminta bantuan mengurusi klaim ganti rugi Syahrul kepada Jasa Raharja mendorong dan meminta agar Pemda Kabupaten Bandung berkomunikasi dengan pihak PT KAI. 

Komunikasi tersebut dimaksudkan untuk membangun palang pintu kereta, menyiapkan rambu-rambu dan menyiagakan petugas.

"Sejauh ini kami baru mengurus kepentingan administrasinya saja, yang jelas kami minta pemerintah dan PT KAI agar segera melakukan kolaborasi melakukan langkan preventif supaya ini tak terjadi lagi. Bantuan secara pribadi kepada korban atau secara umum memberikan fasilitas keamanan untuk hajat hidup orang banyak," kata Billy Maulana Cahya, Ketua Umum LBH ditemui terpisah.

Kini Syahrul tercatat dalam rentetan nama korban kecelakaan kereta api di Kampung Gandok.

Selain itu, baik Tohid dan Engkos serta warga sekitar harus kembali bersabar menunggu kebijakan ihwal keselamatan bagi mereka yang hidup tak jauh dari lintasan kereta.

Mereka dipaksa terus merekam peristiwa pahit serta menghitung lagi berapa kepala keluarga yang harus kehilangan anggotanya akibat kecelakaan kereta.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usai Kasus Pungli di Masjid Al Jabbar, Pengelola Pasang Spanduk dan Baliho Imbauan

Usai Kasus Pungli di Masjid Al Jabbar, Pengelola Pasang Spanduk dan Baliho Imbauan

Bandung
Bonek Dilarang Hadiri Pertandingan Persib Vs Persebaya, Polisi Berjaga di Perbatasan Kota Bandung

Bonek Dilarang Hadiri Pertandingan Persib Vs Persebaya, Polisi Berjaga di Perbatasan Kota Bandung

Bandung
Kementan Bakal Beri 5.000 Pompa untuk Produksi Padi Jabar

Kementan Bakal Beri 5.000 Pompa untuk Produksi Padi Jabar

Bandung
Polisi Buru Pelaku Lain dalam Perselisihan 2 Ormas di Bandung yang Tewaskan 1 Orang

Polisi Buru Pelaku Lain dalam Perselisihan 2 Ormas di Bandung yang Tewaskan 1 Orang

Bandung
Polisi Tetapkan 1 Tersangka Kasus Bentrok 2 Ormas di Bandung yang Tewaskan 1 Orang

Polisi Tetapkan 1 Tersangka Kasus Bentrok 2 Ormas di Bandung yang Tewaskan 1 Orang

Bandung
Prakiraan Cuaca Bogor Hari Ini Sabtu 20 April 2024, dan Besok : Siang ini Hujan Sedang

Prakiraan Cuaca Bogor Hari Ini Sabtu 20 April 2024, dan Besok : Siang ini Hujan Sedang

Bandung
Anggota Ormas 'Ngamuk' dan Rusak Rumah di Subang, 19 Orang Jadi Tersangka

Anggota Ormas "Ngamuk" dan Rusak Rumah di Subang, 19 Orang Jadi Tersangka

Bandung
Aktivitas Gunung Anak Krakatau Turun, Status Turun Menjadi Waspada

Aktivitas Gunung Anak Krakatau Turun, Status Turun Menjadi Waspada

Bandung
Kronologi 2 Ormas di Bandung Bentrok hingga 1 Orang Tewas, Berawal dari Tersenggol

Kronologi 2 Ormas di Bandung Bentrok hingga 1 Orang Tewas, Berawal dari Tersenggol

Bandung
Kayla Meninggal Usai Lari 7 Putaran 12 Menit Saat Seleksi Paskibraka

Kayla Meninggal Usai Lari 7 Putaran 12 Menit Saat Seleksi Paskibraka

Bandung
Siswi SMA di Sukabumi Meninggal Saat Ikut Seleksi Paskibraka, Ini Kronologinya

Siswi SMA di Sukabumi Meninggal Saat Ikut Seleksi Paskibraka, Ini Kronologinya

Bandung
2 Ormas Bentrok di Bandung, Polisi Belum Tetapkan Tersangka

2 Ormas Bentrok di Bandung, Polisi Belum Tetapkan Tersangka

Bandung
Persib vs Persebaya Besok, Polisi Larang Bonek Datang ke Bandung

Persib vs Persebaya Besok, Polisi Larang Bonek Datang ke Bandung

Bandung
Kisah Pilu Nenek Rusmini, Rumahnya Ambruk Diterpa Hujan Deras

Kisah Pilu Nenek Rusmini, Rumahnya Ambruk Diterpa Hujan Deras

Bandung
Ratusan Rumah di Lebak Banten Terendam Banjir

Ratusan Rumah di Lebak Banten Terendam Banjir

Bandung
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com