"Saya juga awalnya terkejut kenapa harus sampah pampers padahal bahan lain juga banyak, namun beliau hanya memberikan informasi saja, terkait bagaimana membuatnya," kata dia.
Pandi mengaku, setelah mendapatkan inspirasi dari dosen ITB, ia lantas mencoba membuat karya seni dari diapers.
"Dua hari saya tidak tidur untuk menemukan cara saya sendiri. Alhasil saya pun bisa menciptakannya," kata Pandi.
Proses membuat karya seni dari sampah khususnya diapers, kata Pandi, tak semudah membalikan tangan.
Berulang kali gagal dalam proses membuat karya seni tak membuat ia menyerah. Benar saja, proses tak mengkhianati hasil, Pandi berhasil membuat pot dan vas bunga dari sampah diapers.
"Sempat karena saya tidak sabar dalam proses pembuatan tersebut, akhirnya saya pun gagal. Namun justru dari kegagalan itulah yang menghantarkan saya menjadi tau bagaimana cara membuatnya jadi berhasil," terangnya.
Sukses membuat pot dan vas bunga dari diapers tak lantas membuat ia berpuas hati. Ekperimen seninya terus berkembang.
Bahkan, ia menciptakan bonsai dari kayu bakar dan diapers, kemudian lukisan dari ban bekas, serta ornamen barang dari serpihan sampah kaca.
Pun dengan sampah masker ketika masa Pandemi Covid-19, ia buat menjadi sebuah lukisan.
"Setelah saya berhasil membuat pot akhirnya saya lanjut membuat replika bonsai seperti ini. Lukisan dari ban mobil bekas juga saya membuatnya, ini saya ambil yang besarnya kemudian pot yang serpihannya jadikan pigura untuk lukisan, masker juga saya buat lukisan. Ornamen-ornamen dari barang pecah bekas seperti gelas bekas, piring pecah dan lainnya saya pun jadikan sebuah karya seni," beber dia.
Pandi mengaku khusus untuk karya seni yang diolah dari bahan diapers, ia telah menghabiskan lebih dari satu ton sampah diapers.
"Kalau dihitung-hitung kita dari 2019 sampai sekarang sudah lebih dari satu ton sampah diapers untuk pembuatan karya," katanya.
Dalam proses pembuatan karya seni, lanjut dia, tidak bisa dihitung secara konkret kecepatan produksinya.
Pasalnya, setiap karya seni yang ia ciptakan memiliki karakter dan tingkat kesulitan yang berbeda.
"Satu karya sendiri dalam segi waktu pembuatannya beragam, ada satu hari bisa juga lebih, tergantung pada cuaca karena yang paling lama adalah proses pengeringan kan medianya menggunakan semen. Pengeringan bisa dilakukan dua hingga tiga hari," ungkapnya.
Sejauh ini, Pandi tak pernah kesulitan mendapatkan sampah. Malah sebaliknya, ia pernah mengalami kebingungan akibat kelebihan sampah di rumahnya.
"Saya tidak pernah kesulitan bahan, justru sempat kebanyakan, karena berbagai bahan sampai dilingkungan sekitar kita juga sangat banyak bisa didapatkan," tuturnya.
Bahkan, ia pernah mendapatkan pampers sebanyak 1 ton untuk diolah menjadi sebuah karya seni.
"Sempat ada salah satu kejadian ada yang memberikan donasi diaper retur satu ton masih layak pakai, namun saya bagikan terlebih dahulu ke masyarakat supaya dimanfaatkan terlebih dahulu, baru setelah digunakan dan menjadi sampah saya ambil kembali," tuturnya.
Kendati begitu, tak ada secuil niat di hatinya untuk menjual karya seninya. Namun ia tak menolak apabila ada yang menginginkan atau memilki buah karyanya.