BANDUNG, KOMPAS.com - Keterbatasan tak membuat Edi Suwanto (30 tahun) berhenti untuk melampaui sesuatu. Meski tak mampu melihat isi dunia, Edi tetap berupaya meningkatkan skill yang dimilikinya.
Jauh sebelum peristiwa kehilangan pandangannya, Edi merupakan atlet Judo Profesional. Ia juga tercatat sebagai mahasiswa Analisis Kimia di salah satu universitas di Bandung.
Kepada Kompas.com, ia bercerita awal mula kedua matanya tak berfungsi secara maksimal.
"Saya dulu orang awas (bisa melihat) ya, seperti orang biasa gitu bisa lihat, awal mata saya seperti ini itu karena beberapa hal saya latar belakangnya," katanya kepada Kompas.com, Rabu (13/7/2022).
Baca juga: Kisah Umi, Sinden Tunanetra yang Bertekad Menjaga Budaya melalui Tembang Jawa
Kecelakaan praktik laboratorium menjadi kisah yang tak terlupakan olehnya. Saat itu, ia sedang melaksanakan praktek kerja di salah satu perusahaan susu nasional.
"Jadi mulai sakit mata itu karena praktik di laboratorium, jadi ada satu larutan yang tersiram ke mata. Nah di situ mulai merasa sakit, itu tahun 2010," ujarnya.
Kala itu, kondisi matanya tak terlalu parah. Edi masih sempat melakukan terapi dan beraktivitas seperti biasa.
"Waktu itu belum terlalu parah masih biasa masih bisa lihat, cuman memang udah aneh yah. dari situlah saya mulai terapi-terapi," tutur dia.
Pada 2019, kondisi matanya memburuk saat ia mengikuti Kejuaraan Daerah (Kejurda) Judo.
"Saya kebanting dan mungkin saraf mata saya ada yang ketarik gitulah ya jadi ya sudah keadaannya jadi gini," jelasnya.
Sejak insiden laboratorium dan peristiwa Kejurda Judo, Edi harus menerima kehilangan penglihatannya.
"Meski harus membayar mahal, tapi justru kasih sayang Allah dimulai sejak menjadi tunanetra," ungkapnya.
Menumbuhkan Mental di Pesantren Tunanetra Sam'an
Jatuh dan tersungkur, diakui Edi, menjadi hal pertama yang dirasakannya pasca-kehilangan pandangannya.
Ia tak bisa menerima keadaan itu. Mentalnya drop dan tak mampu menerima kondisi fisiknya yang tidak sempurna.