Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Agus, Sosok Museum Hidup Pengoleksi Prangko, Uang Jadul, hingga Potongan Tiket

Kompas.com - 19/07/2022, 07:00 WIB
M. Elgana Mubarokah,
Gloria Setyvani Putri

Tim Redaksi

BANDUNG, KOMPAS.com - Baginya, sejarah dan potret masa lalu yang teramat berharga dan mahal. Hingga dia mendedikasikan diri sebagai museum hidup.

Adalah Agus Wahyudi, pensiunan PT Pos Indonesia yang memiliki segudang cerita masa lalu melalui ribuan prangko yang ia kumpulkan sejak 1970-an.

Pensiun dari PT Pos Indonesia sejak 2017, tak membuat pria 61 tahun ini berhenti menggemari dunia Pos serta pelbagai cerita di dalamnya. Kepada Kompas.com, Agus menceritakan perjalannya dari masa ke masa melalui prangkonya.

"Saya mulai (bekerja) tahun 1981 dan pensiun 2017. Wah, kalau ditanya tempat bertugas saya udah di berbagai Kota, Surabaya, Banjarmasin, sampai ke Palembang. Terakhir tuh di Bandung di Jalan Anggrek," katanya kepada Kompas.com, Senin (17/7/2022).

Baca juga: Kisah Warga Pangandaran yang Panik Saat Rasakan Gempa: Takut Tsunami seperti 2006

Rasa cintanya kepada prangko dimulai sejak SMP, sekitar medio tahun 70-an. Awalnya, Agus membeli prangko hanya untuk kebutuhan surat menyurat, bukan dikoleksi.

"Kalau nggak salah 1975, saya SMP. (Awalnya) nggak niat, tapi dulu kan alat komunikasi jarak jauhnya itu surat menyurat," ujarnya memulai cerita.

Agus ingat betul, harga prangko biasa di masa itu Rp 20, sementara untuk prangko pengiriman kilat dua kali lipatnya.

"Saya beli untuk surat yang biasa dan kilat. (Prangko) yang biasa itu harganya Rp 20 perak, dan kilat Rp 40 perak. Uangnya dapet minta dari ibu saya," jelasnya.

Ketertarikannya bukan tanpa alasan. Bagi Agus, gambar yang ada di dalam prangko menyimpan peristiwa.

Hal itu yang akhirnya membuat dia melabuhkan kecintaan pada dunia pos, salah satunya prangko.

"Ada peristiwa di sana, di gambarnya, itu yang membuat saya penasaran dengan barang ini," terangnya.

Tak hanya prangko, pria yang rambutnya kini penuh uban itu, mengoleksi apapun yang berhubungan dengan pos.

"Ada juga kartu pos, kop-nya, juga surat-surat yang pernah saya terima dan kirim, yang saya kirim itu di salin ulang," jelas dia.

 

Agus Wahyudi seorang Filatelis asal Kabupaten Bandung. Pensiunan PT Pos Indonesia ini mengkoleksi ribuan perangko dari berbagai seri. Tak hanya itu, ia juga kolektor uang edisi lama, rilisan fisik musik berbagai genre, surat kabar, majalah, buku, hingga potongan tiket.KOMPAS.COM/M. Elgana Mubarokah Agus Wahyudi seorang Filatelis asal Kabupaten Bandung. Pensiunan PT Pos Indonesia ini mengkoleksi ribuan perangko dari berbagai seri. Tak hanya itu, ia juga kolektor uang edisi lama, rilisan fisik musik berbagai genre, surat kabar, majalah, buku, hingga potongan tiket.

Rasa penasarannya terhadap setiap gambar yang ada di prangko mengantarkannya bekerja di PT Pos Indonesia.

Mimpi yang menjadi kenyataan, begitu kata Agus.

Setelah lulus SMA, Agus muda mencoba peruntungan mengikuti tes di PT Pos Indonesia.

"Awalnya itu saya magang di sana, setelah selesai (magang) ada kesempatan tes untuk jadi pekerja. Saya coba akhirnya lolos. Ya, ternyata keinginan saya untuk tahu dunia prangko, seperti diberi jalan," ungkapnya.

Selama mendedikasikan diri di dunia Pos, Agus sudah merasakan perbagai posisi hingga di bagian pembuatan prangko.

"Saya tahu betul itu, ya saya di tempatkan di berbagai bidang, sampai pembuatan prangko juga," ujar dia.

Pengetahuannya terhadap prangko bukan abal-abal. Agus mengetahui betul cerita di setiap prangko yang di koleksinya.

Hal itu, dikarenakan ia memiliki segudang literasi dan koleksi buku yang menunjang pengetahuannya tentang prangko.

"Ya, harus berimbang dong, saya punya buku katalog prangko yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia mulai dari era pra kemerdekaan, pasca, dan hingga hari ini, dengan berbagai tema juga," kata dia.

Agus Wahyudi seorang Filatelis asal Kabupaten Bandung. Pensiunan PT Pos Indonesia ini mengkoleksi ribuan perangko dari berbagai seri. Tak hanya itu, ia juga kolektor uang edisi lama, rilisan fisik musik berbagai genre, surat kabar, majalah, buku, hingga potongan tiket.KOMPAS.COM/M. Elgana Mubarokah Agus Wahyudi seorang Filatelis asal Kabupaten Bandung. Pensiunan PT Pos Indonesia ini mengkoleksi ribuan perangko dari berbagai seri. Tak hanya itu, ia juga kolektor uang edisi lama, rilisan fisik musik berbagai genre, surat kabar, majalah, buku, hingga potongan tiket.

Tak hanya itu, filatelis yang bertempat tinggal di Perumahan Bumi Parahyangan Kencana Kecamatan Cangkuang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat itu tahu betul cara membuat prangko.

"Saya pernah ditempatkan di bagian pembuatan prangko, dan saya tahu bagaimana prangko itu dibuat, tahu lubang dan gerigi yang ada di pinggir prangko dibuatnya gimana," tambahnya.

Kala ditempatkan di bagian produksi prangko, Agus mulai petualangannya ke pelbagai daerah.

Ia mengatakan, saat itu gambar pembuatan prangko masih menggunakan alat lukis, belum menggunakan foto atau kamera.

"Dulu prosesnya dilukis, kemudian ditawarkan ke bagian sketsa. Akhirnya dicetak jadi prangko, kalau sekarang kan di potret pake kamera," bebernya.

Tak sedikit, hasil karyanya digunakan untuk beberapa series prangko. Baik rekomendasi gambar berupa sketsa atau hasil jepretan kameranya.

Saat ini, Agus mengkoleksi lebih dari 2.000 jenis prangko dari 600-an series.

Mengikuti Pameran prangko

Salah satu syarat seorang Filatelis sepertinya yakni berhasrat untuk melakukan atau mengikuti pameran.

Layaknya, seorang fotografer, katanya, pameran menjadi akselerasi kecintaannya.

Kala mengawali pamerannya, pada tahun 1985. Saat itu, Agus sudah mengikuti Perkumpulan Filatelis Indonesia.

Sejak pertama mengikuti komunitas, diakuinya, pengetahuan tentang prangko pun bertambah.

"Setelah lima tahun mengkoleksi prangko, baru saya ber-komunitas, dan memulai pameran itu pada tahun 1985," beber dia.

 

Agus Wahyudi seorang Filatelis asal Kabupaten Bandung. Pensiunan PT Pos Indonesia ini mengkoleksi ribuan perangko dari berbagai seri. Tak hanya itu, ia juga kolektor uang edisi lama, rilisan fisik musik berbagai genre, surat kabar, majalah, buku, hingga potongan tiket.KOMPAS.COM/M. Elgana Mubarokah Agus Wahyudi seorang Filatelis asal Kabupaten Bandung. Pensiunan PT Pos Indonesia ini mengkoleksi ribuan perangko dari berbagai seri. Tak hanya itu, ia juga kolektor uang edisi lama, rilisan fisik musik berbagai genre, surat kabar, majalah, buku, hingga potongan tiket.

Agus menghabiskan waktu selama 10 tahun untuk bisa menggelar pameran prangko. Gedung yang saat ini menjadi Bandung Indah Plazza (BIP) adalah tempatnya pertama kali menggelar pameran.

"Pastinya saya juga punya keinginan untuk berpameran. Sepertinya kalau belum pameran belum sah aja menjadi seorang Filatelis, kira-kira gitu lah," sambungnya yang mengusung tema peta untuk pameran pertamanya.

"Koleksi itu harus punya cerita yang kuat, makanya dilengkapi dengan narasi, kemudian jenis prangko juga harus beragam upayakan tidak ada prangko yang sejenis atau sama saat pameran," katanya.

Aspek produk filateli lainnya, seperti cap pos hingga sampul hari pertama, bisa memengaruhi aspek penilaian dalam pameran filateli.

Sementara untuk lomba prangko, kata Agus, ada sejumlah hal yang jadi penilaian. Mulai dari keaslian, keutuhan, hingga kelangkaan prangko.

Kepada Kompas.com, Agus juga memperlihatkan ribuan koleksi prangko miliknya.

Mulai dari, tema gerhana matahari total medio 1984, peluncuran misi antariksa, ajang olahraga bergengsi seperti Piala Dunia, Olimpiade, sosok dan masih banyak lagi.

Agus juga memperlihatkan susunan prangko yang ia pamerkan pada tahun 1985.

Agus menyimpan prangko dalam album foto. Ada sebanyak, 5 album, belum termasuk yang berceceran.

Agus Wahyudi seorang Filatelis asal Kabupaten Bandung. Pensiunan PT Pos Indonesia ini mengkoleksi ribuan perangko dari berbagai seri. Tak hanya itu, ia juga kolektor uang edisi lama, rilisan fisik musik berbagai genre, surat kabar, majalah, buku, hingga potongan tiket.KOMPAS.COM/M. Elgana Mubarokah Agus Wahyudi seorang Filatelis asal Kabupaten Bandung. Pensiunan PT Pos Indonesia ini mengkoleksi ribuan perangko dari berbagai seri. Tak hanya itu, ia juga kolektor uang edisi lama, rilisan fisik musik berbagai genre, surat kabar, majalah, buku, hingga potongan tiket.

"Saya punya yang langka, ada emas murni dalam prangkonya tapi saya lupa nyimpan," kata dia.

Selain itu, ia juga menyimpan prangkonya sesuai dengan edisi dan tahunnya, begitu rapih seolah mengajak siapapun yang melihatnya diajak berpetualang ke masa lalu.

"Baiknya kalau sudah makan sesuatu tidak menyentuh langsung prangko, agar prangko ini tetap baik kualitasnya," tambahnya.

Bertemu Istri Lewat prangko

Dunia prangko begitu lekat dengannya. Bahkan, Agus bertemu Myake Jeanneta yang kini menjadi istrinya lewat prangko.

"Istri saya juga filatelis, bahkan koleksi dia lebih hebat, banyak dari luar negeri. Ini juga banyak yang punya Ibu (istri)," ujarnya.

Bahkan, sang Istri, kata Agus, pernah mengikuti pameran dari luar negeri seperti Yugoslavia dan Australia.

Kendati Myake yang berpameran, Agus selalu ada di balik penyusunan pameran yang dilakukan sang istri.

"Ya kita ketemu dan berjodoh salam sebuah pameran Filatelis, Ibu itu pamerannya sampai luar negeri, saya bantu pemilihan tema dan narasinya," katanya.

Selain membawa namanya menjadi seorang Filatelis. prangko juga pernah membantunya kala proses khitanan sang anak.

"Prangko yang saya jual itu, medio tahun 1992 dan 1999. Kalau gak salah, prangko yang tahun itu katanya gak laku, tapi saya tetap koleksi. Tahun 1999, harga prangko memang sedang lumayan. Hasil penjualan prangko tadi cukup untuk melengkapi biaya khitanan anak," kenangnya.

Kolektor Musik, Majalah, Koran Cetak Hingga Uang Jadul

Tak cukup sampai pada prangko, Agus ternyata juga merambah ke hal yang lain. Pria asal Jombang ini mengaku gemar dengan sesuatu yang berbentuk fisik.

"Saya koleksi juga tuh surat kabar, dulu komplit, sekarang tinggal beberapa saja termasuk koran Kompas," ujarnya.

Tak main-main ribuan buku, berjajar di salah satu ruang di belakang rumahnya. Ratusan eksemplar surat kabar dan majalah berjejer rapih.

Lebih mengagumkan lagi, Agus juga mengkoleksi rilisan fisik musik, mulai dari kaset pita, CD, VCD dan DVD Konser serta Piringan Hitam berbagai genre musik.

"Kaset pita ini kira-kira ada 9.000 unit, satu dus ini isinya 150 kaset. Saya ada kurang lebih 60 dus," kata dia.

Musik Jazz menjadi pilihan baginya untuk menghabiskan waktu di dalam sebuah bangunan yang ia bangun untuk menyimpan jutaan koleksinya.

"Saya coba genre yang lain, tapi pas denger Jazz seperti cocok aja nyaman, apalagi kalau sambil bersih-bersih koleksi seperti soundtrack saya," tambahnya.

Baca juga: Kisah Juliana, Perempuan Orang Rimba Pertama yang Kuliah: Melawan Tradisi Pernikahan Dini

Agus juga memperlihat ratusan uang edisi lama. Lagi-lagi pertimbangan sejarah menjadi alasannya untuk mengkoleksi uang jadul itu.

"Kalau udah cinta ke prangko, biasanya suka merambah ke yang lain. Kayanya misalnya ini uang," ujarnya.

Kebermanfaatan koleksi uang pun pernah ia alami. Uang koleksinya pernah diminta untuk menjadi mas kawin oleh salah satu saudaranya.

"Pernah ini dijadikan mas kawin, waktu itu ada yang minta, saya kasih karena itu bermanfaat buat mereka seumur hidup," jelasnya.

Agus juga mengkoleksi potongan tiket bus, bioskop, kereta api, hingga bon belanja. Potongan tiket itu, kata dia, menjadi saksi sejarah perjalan hidupnya.

"Awalnya iseng, tapi sekarang ternyata ini bermanfaat loh buat saya, banyak prangko yang saya dapatkan dari hasil barter pake ini," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jadwal Imsak dan Buka Puasa di Jawa Barat, 29 Maret 2024

Jadwal Imsak dan Buka Puasa di Jawa Barat, 29 Maret 2024

Bandung
Sosok Wanita Penyimpan Puluhan Senjata Api Ilegal di Bandung...

Sosok Wanita Penyimpan Puluhan Senjata Api Ilegal di Bandung...

Bandung
Warga Keluhkan Air dari SPAM Gedebage Bandung Keruh

Warga Keluhkan Air dari SPAM Gedebage Bandung Keruh

Bandung
Pembunuhan Penjual Madu di Serang Banten Direncanakan, Pelaku Nyamar Jadi Pembeli

Pembunuhan Penjual Madu di Serang Banten Direncanakan, Pelaku Nyamar Jadi Pembeli

Bandung
Catat, 8 Titik Putaran Balik di Karawang yang Tetap Buka Saat Mudik 2024

Catat, 8 Titik Putaran Balik di Karawang yang Tetap Buka Saat Mudik 2024

Bandung
Deretan Toko dan Bank di Jalan Tasikmalaya-Garut Kebakaran, Bermula Api dari Kios Bakso

Deretan Toko dan Bank di Jalan Tasikmalaya-Garut Kebakaran, Bermula Api dari Kios Bakso

Bandung
Banding Panji Gumilang terhadap Ridwan Kamil Ditolak Pengadilan Tinggi Bandung

Banding Panji Gumilang terhadap Ridwan Kamil Ditolak Pengadilan Tinggi Bandung

Bandung
Mudik 2024, 1.500 Personel Gabungan dan 26 Pos Disiapkan di Bandung

Mudik 2024, 1.500 Personel Gabungan dan 26 Pos Disiapkan di Bandung

Bandung
6 'Debt Collector' yang Ancam Korbannya di Nagreg Bandung Diamankan

6 "Debt Collector" yang Ancam Korbannya di Nagreg Bandung Diamankan

Bandung
Balap Lari Liar di Tasikmalaya Dibubarkan Polisi, Ajang Perjudian dan Ganggu Arus Kendaraan

Balap Lari Liar di Tasikmalaya Dibubarkan Polisi, Ajang Perjudian dan Ganggu Arus Kendaraan

Bandung
Prakiraan Cuaca Bandung Hari Ini Kamis 28 Maret 2024, dan Besok : Siang ini Hujan Petir

Prakiraan Cuaca Bandung Hari Ini Kamis 28 Maret 2024, dan Besok : Siang ini Hujan Petir

Bandung
Pembunuh Ibu dan Anak di Subang Disidang Hari Ini

Pembunuh Ibu dan Anak di Subang Disidang Hari Ini

Bandung
Prakiraan Cuaca Bogor Hari Ini Kamis 28 Maret 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Bogor Hari Ini Kamis 28 Maret 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Hujan Ringan

Bandung
Daftar Puluhan Senjata Api yang Ditemukan di Sebuah Rumah di Bandung

Daftar Puluhan Senjata Api yang Ditemukan di Sebuah Rumah di Bandung

Bandung
Bey Pastikan Perbaikan 320 Jalan Berlubang di Jabar Selesai H-10 Lebaran

Bey Pastikan Perbaikan 320 Jalan Berlubang di Jabar Selesai H-10 Lebaran

Bandung
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com