Terkait sanksi bagi produsen yang belum menjalankan kebijakan itu, kata Ujang, akan ada sanksi administratif dan itu upaya terakhir. Karena ini baru proses awal dalam menjalankan kebijakan tersebut.
"Ini kan kebijakan baru, di luar negeri sana sudah 30 tahun yang lalu. Maka kami pemerintah tidak bisa ujug-ujug meminta pertanggungjawaban, butuh negoisasi dan sosialisasi. Dan ini berjalannya bertahap. Intinya peta ini jalan langkah kontinyu perbaikan," terang dia.
Selain mendorong penekanan sampah plastik dari sisi produsen, tambah Ujang, upaya lainnya yakni memanfaatkan sampah plastik dari produk itu agar memiliki nilai ekonomi di masyarakat.
Baca juga: Jalur Pedestrian Panglima Sudirman Kota Batu Disulap Jadi Tempat Pameran Patung dari Sampah Plastik
Diharapkan sampah plastik itu tidak sampai ke tempat pembuangan akhir (TPA).
Selain itu juga, stimulus seperti yang dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan memberikan insentif berupa potongan pajak reklame, bagi produsen yang sudah menjalankan kebijakan peminimalisir sampah plastik.
Menurutnya, langkah Pemerintah DKI Jakarta itu bisa dicontoh daerah lain.
"Beberapa strategi lain misal kami KLHK memberikan insentif berupa promosi dan penghargaan bagi produsen yang sudah bertanggungjawab soal penanaganan sampah plastiknya. Misal Nestlé ini karena sudah bertanggungjawab kami bisa promosikan ke medsos kami sehingga dapat nilai lebih dimata konsumen," terang dia.
KLHK juga akan berkomunikasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) agar persoalan sampah bukan pelayanan dasar bagi pemerintah daerah. Akan tetapi menjadi urusan wajib bagi daerah.
Baca juga: Melihat Pengolahan Sampah Plastik Jadi 3 Jenis BBM di Cilegon Banten
Tujuannya agar pengalokasian anggaran pengelolan sampah tidak sedikit, khususnya sampah plastik.
"Karena memang keluhannya keterbatasan anggaran, karena anggaran rata-rata daerah pengelolaan sampah itu dibawah 1 persen dari total APBD, kami usulkan agar bisa lebih besar lagi," kata Ujang.