Sejak dibangunnya kesepakatan di masa kepemimpinan sebelumnya hingga sekarang. Pihaknya menyebut, belum ada perkembangan atau konfirmasi apapun dari pihak gereja.
"Nah sejak Kades Didin (Kades Sebelumnya) itu hingga sekarang tidak ada lagi konfirmasi dari Gereja. Sejauh ini Pemerintah Desa masih melihat sisi kemanusiaan, tidak melihat bahwa di sana ada sengketa atau ada persoalan," sambungnya.
"Sejak kesepakatan yang dibangun bersama Kades sebelumnya, belum ada konfirmasi lanjutan dari Pihak Gereja terkait tanah itu, apakah pihak Gereja mau meminta atau gimana," tambahnya.
Sejak kejadian itu, kata Rukmana, pihak Desa tidak keberatan jika tanah yang diklaim sebagai pemakaman Sentiong itu dijadikan Tempat Pemakaman Umum (TPU).
Namun, ada baiknya, lanjut dia, tanah pemakaman itu dikhususkan untuk warga Desa Pulosari saja.
"Kita berprinsip kalau memang itu untuk warga Desa Pulosari kenapa tidak itu dibikin lokasi pemakaman, yang jadi persoalan yang dimakamkan terakhir itu kan bukan warga Pulosari, tapi sekali lagi karena udah dibawa ke sini ya Pak Kades lihat sisi kemanusiaan," ungkapnya.
Baca juga: Ancam Ketersediaan Air, Aktivis Lingkungan Tolak Pembangunan Tol Soreang-Ciwidey-Pangalengan
Rukmana merasa keberatan dengan narasi dan pemberitaan terkait sengketa lahan pemakaman non-muslim.
Padahal, sambung dia, di Pangalengan tidak hanya Desa Pulosari yang memiliki lahan pemakaman Sentiong untuk non-muslim.
"Kalau kita lihat kan lahan Sentiong itu banyak di desa-desa yang ada di Pangalengan. Kenapa itu tidak dipertanyakan juga," tutur dia.
Lebih lanjut, pihaknya sedang mendalami sejarah lahan pemakaman Sentiong tersebut.
"Saya juga belum tahu tentang sejarah Sentiong itu, seolah-olah tanah itu menjadi hak milik, kalaupun betul itu bagaimana kan harus tahu," beber dia.
Namun, pihaknya tak menutup kemungkinan. Jika lahan tersebut masih tercatat sebagai lahan negara. Baik warga dan masyarakat non-muslim bisa menggunakannya secara bersamaan.
"Tapi kalau memang ini masih tanah negara, kita ya sama-sama menggarapnya, tapi ada teritorialnya, maksudnya ada batas-batasnya," tuturnya.
Terkait solusi ke depan, kata dia, pihaknya masih menunggu konfirmasi dan komunikasi dari pihak Gereja.
"Saya masih menunggu dari pihak gereja, intinya begini bagi umat agama apapun kalau dalam hal ini untuk pemakaman non muslim silahkan, tapi dengan syarat harus warga Desa Pulosari, supaya tidak ada masalah," pungkas dia.
Berita sebelumnya, sudah bertahun-tahun warga non-muslim di Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat kesulitan memakamkan orang meninggal.
Pendeta Gereja GBT Pangalengan Yahya Sukma mengatakan, padahal di Pangalengan terdapat 400 warga non-muslim yang sudah hidup berdampingan dengan masyarakat muslim.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.