Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Soekarno dan Petani Marhaen di Bandung

Kompas.com - 17/08/2022, 07:37 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Marhaenisme merupakan sebuah teori politik yang dilahirkan presian pertama Republik Indonesia Ir Soekarno.

Ideologi marhaenisme lahir saat Soekarno berusia 20 tahun dan menempuh kuliah di Kota Bandung.

Suatu pagi Soekarno tak pergi kuliah dan berkeliling mengayuh sepeda tanpa tujuan hingga sampai di wilayah selatan Kota Bandung.

Dalam buku Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia yang ditulis Cindy Adams diceritakan kawasan tersebut adalah pertanian yang padat. Para petani bekerja di sawahnya dengan luas kurang dari sepertiga hektare.

Soekarno kemudian bertemu dengan seorang petani yang mencangkul tanahnya sendiri dengan mengenakan pakaian yang lusuh.

Dalam bahasa Sunda, Soekarno bertanya, "Siapa pemilik tanah yang garap ini?"

Dia menjawab, "Saya,juragan."

Petani yang bernama Marhaen tersebut bercerita jika tanah yang ia kelola turun temurun diwariskan dari orantua kepada anaknya.

Saat ditanya oleh Soekarno, Petani Marhein juga mengaku jika semua alat yang ia gunakan adalah miliknya sendiri termasuk sekop, cangkul hingga bajak dan rumah kecil yang ada di tanah itu.

Baca juga: Peci Hitam Soekarno

Dia juga mengerjakan sepetak sawahnya seorang diri tanpa bantuan orang lain. Hasilnya untuk keluarganya yakni istri dan empat orang anaknya.

"Hasilnya sekedar cukup untuk makan kami. Tidak ada lebihnya untuk dijual," kata Petani Marhaen

Dalam buku tersebut Soekarno menyebut nama Marhaen adalah nama umum seperti Smith dan Jones.

"Aku akan memakai nama itu untuk menamai semua orang Indonesia yang bernasib malang seperti dia! Semenjak itu kunamakan rakyatku, Marhaen," ujar Soekarno.

Malam hari, Soekarno menyampaikan gagasan tersebut ke perkumpulan pemuda yang ia pimpin.

Baca juga: Kisah Ida Ayu Nyoman Rai, Nenek Sukmawati Asal Bali, Gadis Pura Hindu yang Jatuh Cinta Pada Sang Guru

"Para petani kita mengusahakan budang tanah yang sangat kecil sekali. Mereka ada korban dari sistem feodal, dimana pada awalnya petani pertama diperas oleh bangsawan yang pertama, dan seterusnya sampai keanak cucuknya selama berabad-abad," kata Soekarno.

"Rakyat yang bukan petani pun menjadi korban dari imperialisme perdagangan Belanda karena nenek moyangnya telah dipaksa untuk bergerak di bidang usaha yang kecil sekedar bisa memperpanjang hidupnya. Rakyat yang menjadi korban ini yang meliputi hampir seluruh penduduk Indonesia, adalah Marhaen," jelas Soekarno.

Menurut Soekarno, seorang Marhaen adalah orang yang memiliki alat-alat yang sedikit, orang kecil dengan milik kecil, dengan alat kecil, sekedar cukup untuk dirinya sendiri.

"Marhaeinisme adalah Sosialisme Indonesia dalam praktik," ungkap Soekarno.

Hingg akhirnya Soekarno mendirikan Partai Nasional Indonesia (PNI) bersama enam rekannya dari Algemeene Studie-club pada 4 Juli 1927. Dan "Rakyat Marhaen" selalu menjadi bagian pidato Soekarno.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com