Quenny (14) dan Nabila (14), siswa kelas VIII SICC ini mengaku senang dengan adanya program zero waste, kendati diakui awalnya merasa rikuh.
Bagi keduanya, menjalani keseharian dalam lingkungan zero waste adalah pengalaman baru yang penuh tantangan.
“Terbiasa gak ya menjalaninya, ya udah dicoba aja, ternyata seru juga,” kata Nabila, pelajar asal Bekasi ini.
Sementara Quenny menuturkan, sejak program ini diterapkan, lingkungan sekolah tampak lebih sehat dan asri.
Pelajar asal Bengkulu ini pun mengaku jadi lebih punya tanggungjawab terhadap sampah yang dihasilkannya.
Selain itu, Quenny dan Nabila sangat antusias dilibatkan dalam proyek daur ulang sampah.
“Nyatanya banyak hal yang bisa dilakukan terhadap sampah, bisa dkreasi seperti jadi ecobrick ini, dan lainnya bisa dimanfaatkan lagi,” ucap Quenny diamini Nabila.
Baca juga: Di Warung Mbah Min Semarang, Sampah Plastik Bisa Ditukar dengan Satu Porsi Nasi dan Lauk
Penanggung jawab Sarana dan Prasarana SICC Deni Rohimat menyebutkan, produksi sampah yang dihasilkan rata-rata enam kuintal per hari.
Dari besaran volume tersebut, setengahnya merupakan sampah plastik.
“Sisanya seperti dedaunan, sampah dapur dan sisa-sisa makanan,” kata Deni kepada Kompas.com.
Selama ini, sampah organik yang dihasilkan dari lingkungan sekolah seluas 10 hektar lebih ini diolah menjadi pelet atau pakan ikan, dan kompos.
Sementara sampah anorganik, seperti botol plastik bekas minuman dan bungkus jajanan dikreasi menjadi ecobrick, produk tas dan tikar, serta vas bunga.
Adapun proses pengolahannya melibatkan seluruh warga sekolah yang jumlahnya mencapai 500 orang, terutama siswa sebagai bagian dari pembelajaran dan pembentukan karakter.
Deni mengatakan, hasil dari daur ulang sampah ini dimanfaatkan seluruhnya untuk kepentingan sekolah.
“Kita kan ada taman hidpronik, rumah bunga dan sayuran, pembibitan, kolam ikan, sawah juga. Semuanya diaplikasikan ke situ,” kata dia.
Sejatinya, menurut Deni, zero waste tak sebatas diterapkan di lingkungan sekolah, tapi menjadi kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari.
“Itulah urgensi dari program ini, sehingga kebiasaan ini menjadi bagian dari gaya hidup. Di sekolah, ibaratnya hanya sebatas kawah candradimuka saja,” ujar Deni.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.