Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pameran "Tari Rasa", Perjalanan Seorang Pelukis Menemukan Rasa yang Hilang

Kompas.com - 30/08/2022, 11:05 WIB
Agie Permadi,
Gloria Setyvani Putri

Tim Redaksi

Menjelang ulang tahunnya ke-54, di pertengahan bulan Mei 2022, dan beberapa waktu setelah wafatnya Srihadi Soedarsono - salah satu pelukis legendaris Indonesia -, Adi mengaku mendapatkan dorongan untuk melukis penari Bedoyo.

Dia mencoba mengambil sebatang arang lalu dicoretkannya di atas kanvas berukuran 140x140 hingga 140x180.

"Ada keinginan untuk melukis seperti sebelumnya pakai kuas, tapi nggak memuaskan. Tiba-tiba (coba melukis) pakai arang, itu mengalir begitu saja, seolah merasakan rasa (yang hilang). Lalu datang pak Andi Sopiandi, beliau bilang, ini (lukisan) sangat original dan gak bisa diulangi lagi," ucapnya.

Adi merasa melukis dengan arang memberikan kebebasan dalam menggoreskan garis di media kanvas, tak seperti melukis dengan kuas yang ia rasakan terdapat jarak dalam mengekspresikan lukisannya. Dengan arang dan tangannya, ia bebas mengekpresikan karyanya.

Pelukis dan fotografer Andi Sopiandi bahkan menyebut bahwa sketsa dari karya Adi ini benar-benar hidup, dengan garis spontan orisinal yang sulit untuk ditiru. Ucapan itu juga mendorong semangatnya untuk terus berkarya.

"Saya merasakan rasa yang itu ada kegairahan lagi, dalam prosesnya saya berpikir dan teringat lagi kata-kata pak Jeihan 'Seorang pendekar sejati mesti siap bertarung kapan saja walaupun ketika dibangunkan saat tidur, demikian juga dengan pelukis sejati semestinya harus siap melukis kapan saja'," kata Adi.

"Saya merasa "terobati", ternyata maksud Pak Jeihan pada waktu itu bahwa saya sebagai pelukis harus siap melukis kapan saja. Saat itulah trauma menjadi hilang," tambahnya.

Ekspresi dari karya tersebut itulah yang kini menghasilkan 46 lukisan dengan obyeknya seorang penari Bedoyo yang menurut Adi memiliki makna mendalam.

"(Lukisan-lukisan) ini saya kerjakan dalam waktu tiga bulan," katanya.

Penari Bedhaya atau Bedoyo, dipilih Adi karena berdasar pada aura sakral yang melingkupinya.

Bedoyo, kata Adi, adalah seorang penari wanita di Keraton Surakarta dan Yogyakarta. Tari Bedoyo diciptakan oleh Sultan Agung Hanyaka Kusumo, seorang Raja Kasultanan Mataram ke.4 yang mendengar suara gaib lantunan lagu indah ketika bersemedi.

Tari Bedoyo, lanjut Adi, menawarkan keanggunan, kelembutan dan perilaku yang suci. Dalam perkembangannya, penari ini dikatakan bukanlah orang sembarang, mereka di seleksi karena penari Bedoyo harus suci lahir bathin dengan melakukan puasa mutih hingga tak boleh melakukan perbuatan tercela.

Baca juga: Kantor Polisi Jadi Lokasi Pameran Seniman Perempuan Penyandang Disabilitas

Bagi Adi, Bedoyo merupakan simbol dari kita manusia yang berada di kerajaan Allah SWT.

"Bedoyo ini bagi saya tak lagi sebagai tarian tapi sudah menjadi alat ungkap rasa dan pikir saya," ucapnya.

Hal ini lah yang melahirkan lukisan Bedoyo Ngalap berkah, Bedoyo Tabur emas dan Bedoyo Pitu-pitu yang menjadi persembahan Adi kepada sang Almarhum ayahnya, Jeihan yang juga dipersembahkan dalam rangka menyambut HUT Kemerdekaan RI yang 77.

"Budoyo pitu pitu" artinya 77, jadi ada 7 figur dan 7 cenduk mentul atau kembang goyang, itu kan kalau di perhatikan seperti merah putih si bunganya, disitu juga megandung pesan biar bagaimanapun juga kita harus tetep "belajar" dan berkarya, sehingga itu juga seolah penari memegang kuas yang menyimbolkan pengaryaan dan buku simbol pengetahuan, sesuatu yang mungkin agak terlupakan sekarang ini," ucapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com