"Ya, kita hanya memverifikasi saja, kalau dia benar anggota buktinya apa, kalau tidak pun buktinya apa," terangnya.
Setelah melakukan verifikasi, sambung dia, KPU akan mengadakan klarifikasi faktual pada 15 Oktober mendatang.
Saat klarifikasi faktual, KPU tidak akan memeriksa seluruh NIK yang terdaftar di Sipol.
"Bisa terungkapnya di sana, nanti ada pernyataan dari orang bahwa saya bukan anggota partai tertentu, dan nanti ada tanda tangannya juga," imbuhnya.
Ia menyebut, hanya akan menggunakan sampling sebesar 10 persen.
"Kalau sekarang memang itungannya rada rumit ya, dulu itu 10 persen. Nah kalau sekarang itu pakai teori (seperti) apa, tapi kemungkinan gak jauh kurang lebih 10 persen juga. Tapi hitungannya gak 10 persen, jadi yang sekarang menghitungnya secara khusus," pungkasnya.
Menanggapi adanya pencatutan NIK oleh partai politik melalui aplikasi Sipol, Ketua Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Bandung Kahpiana menyebut, ada konsekuensi hukum bagi partai politik yang melakukan itu.
Namun, pihaknya perlu melihat dulu kategori jenis pelanggarannya. Selain itu, setiap pelanggaran mesti disesuaikan dengan analisa.
Jika pelanggaran termasuk kategori administratif, maka pihaknya akan melakukan sidang adminstratif, baik terhadap partai politik ataupun terhadap penyelanggara pemilu.
"Jadi macam-macam, berupa administratif itu sanksi paling berat adalah penonaktifan atau pencabutan kembali kemenangan," katanya saat dihubungi.
Saat ini, ia mengaku belum ada laporan resmi terkait pencatutan NIK, namun Bawaslu Kabupaten Bandung sudah menemukan beberapa temuan.
"Kan memang sampai saat ini belum secara formal itu melaporkan. Tapi hasil-hasil temuan kami, pendataan keanggotaan ada yang misalnya si A itu terdaftar dalam dua partai tiga partai," bebernya.
Terkait pencatutan NIK warga masyarakat yang saat ini ramai. Pihaknya menyebut, saat ini masih belum masuk tahap verifikasi dan administrasi.
Merujuk pada Undang-Undang tahun 2017, lanjut dia, tidak ada subjek hukum serta pelaku.
"Karena memang secara kadar hukum tentu harus ada subjek. Kalau memang ada lembaga-lembaga, kalau memang masuknya yang menginput atau yang mencatut itu lembaga, ini partai dalam artian lembaganya, pada akhirnya masuk pada pidana pemilu itu belum masuk subjektif. Tapi bisa saja masuk pada pidana umum," kata Kahpiana.