BANDUNG, KOMPAS.com - Berkali-kali masyarakat kecil harus kembali menerima pukulan atas kebijakan pemerintah pusat.
Tak cukup dengan badai pandemi Covid-19 yang memporak-porandakan perekonomian warga miskin, kini kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) kembali jadi malapetaka.
Hal itu dirasakan oleh Cahya Nur Budiman (41), seorang pedagang asongan yang kerap mengisi ruang kosong di Stadion Si Jalak Harupat (SJH) Kabupaten Bandung, Jawa Barat.
Kepada Kompas.com, warga Kecamatan Katapang itu bercerita kala mendengar pemberitaan kenaikan harga BBM pada Sabtu (3/9/2022) lalu.
Tepat pukul 14.30 WIB baginya seperti dunia seperti berhenti, Sabtu yang cerah baginya menjadi Sabtu kelabu.
Bagaimana tidak, ia mesti kembali mengubah dan menemukan skema terbaik mengatasi himpitan ekonomi yang bertahun-tahun memeras keringatnya.
"Ah kacau aja waktu pengumuman mah, saya stres sendiri, di rumah cuma bisa menggerutu liat pemerintah ngasih tau kenaikan BBM," katanya ditemui di SJH, Kamis (8/9/2022).
Cahya mengaku harus memutar otak lagi. Perekonomian yang selama ini menjadi momok baginya harus kembali disiasati. Apalagi, di rumah ada istri dan dua putri yang harus dinafkahi.
"Sekarang biaya sekolah, terus biaya sehari-hari juga pasti ikut naik. Setiap kenaikan harga BBM pasti gini terus, ikut naik semua," keluhnya.
Untuk menambah pemasukan keluarga, Cahya berencana meminta istrinya ikut berdagang di sekitar rumah.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.